Waktu adalah salah satu dari sekian banyak hal yang tidak bisa dikendalikan manusia. Mau seberapa banyak manusia berdoa agar ia berjalan lambat, cepat, atau bahkan berhenti, waktu tetap tidak bisa dikendalikan. Untuk yang sedang bersedih, waktu akan terasa sangat lambat. Itulah yang dirasakan Radea selama kurang lebih sepuluh tahun. Dan saat ini, ketika Radea sudah merasa lebih baik, waktu terasa berjalan begitu cepat.
Ruangan penuh buku yang sudah tujuh bulan ini menemani Radea hampir setiap hari, sebentar lagi harus dia tinggalkan. Radea mengembuskan napasnya sembari menarik bibir datar, segala hal baru yang mulai dia jalani di sekolah ini menjadi lebih baik. Dia bersyukur untuk itu.
Benar kata Danil, keyakinan cowok itu terhadap kesehatan Radea ternyata terjadi. Setelah kembali konsultasi, mental Radea perlahan membaik. Dia sudah mulai berteman dengan murid satu kelasnya. Gadis itu juga sering tersenyum saat disapa oleh murid-murid di sekolah. Bersama Keyla, dia sering jalan ke mal atau tempat ramai lainnya. Adiknya itu sangat membantu Radea untuk sembuh.
"Hey, lo nggak pulang?"
Radea menoleh dan mendapati orang yang sangat dia kenal berjalan mendekat. Gadis itu tersenyum sembari memasukkan semua alat tulisnya ke tas. "Ini mau pulang. Sama kamu, 'kan?"
Ekspresi Danil seketika berubah bingung. "Kata siapa sama gue? Keyla mana?"
Kening Radea menukik. "Dia sudah pulanglah. Kamu nggak liat ini jam berapa? Sudah tiga jam yang lalu pulangan."
"Tapi gue mau jemput Naraya. Udah janjian."
Bahu Radea menurun. Dia yang tadinya hendak berdiri kembali duduk. Tanpa bicara apa pun, gadis itu mengambil ponselnya di saku baju. Ya, Radea tahu Naraya adalah mantan pacar Danil. Dia juga tahu bahwa Naraya dan Danil masih sering bertemu. Radea tahu itu semua dari Keyla yang punya banyak koneksi. Walaupun Radea sudah mengatakan bahwa dirinya sama sekali tidak butuh informasi Danil dan gadis itu, tetapi Keyla tetap saja memberitahunya.
"Mau ngapain?" tanya Danil ketika melihat jari Radea bergerak-gerak di layar.
"Grab," jawab Radea sesingkat yang dia bisa. Bergantung dengan seseorang yang punya prioritas orang lain adalah sebuah kesalahan. Radea sudah merasakannya sekarang.
Danil meraih ponsel Radea, lalu memasukkan benda pipih itu ke tas milik Radea. "Gue becanda. Ngapain gue di sini kalau nggak buat ngajak lo pulang bareng," ujarnya pelan sembari mengacak lembut puncak kepala Radea. Cowok itu terkekeh kecil melihat ekspresi kesal gadis di hadapannya.
Radea berdecak sebal. Dia berdiri dan melangkah lebih dulu meninggalkan Danil keluar perpustakaan. Melihat itu, Danil tersenyum samar.
"Tungguin gue, Ra." Danil berlari kecil mengejar Radea. Namun, bukannya berhenti, Radea malah berlari.
Sesekali Radea menoleh ke belakang, pada Danil yang mengejarnya. Gadis itu tertawa sambil berlari ke parkiran.
"Ra! Radea! Awas lo, ya!" Danil mempercepat gerak langkahnya.
Sekolah sudah sepi sehingga tidak ada yang melihat mereka. Kalau saat ini adalah jam-jam aktif sekolah, bisa-bisa gosip tentang Radea dan Danil kembali menjadi topik hangat. Hal itu terjadi karena melihat seringnya mereka berdua. Entah di kantin ataupun pulang bersama, seperti sekarang.
Radea tersengal saat sudah sampai di parkiran, sedangkan Danil menyusul berdiri di sampingnya dan tidak kalah kehabisan napas. Radea menunduk, menumpukan kedua tangan di lutut sambil menarik napas dalam.
"Ngapain, sih, Ra, lari-lari?" protes Danil sambil duduk di motornya. "Capek tau."
"Balas ngerjain kamu," jawab Radea enteng di sela napasnya yang memburu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Introvert VS Ekstrovert ✔️
Teen Fiction(TAMAT) Danil, anak baru yang kebetulan duduk sebangku dengan Radea. Cewek aneh yang tidak punya teman satu pun. Danil yang punya sifat mudah bergaul, terus mengganggu Radea dan bertekad agar gadis itu mau menjadi temannya. Semakin lama, Danil sada...