28 || Kantin

260 47 0
                                    

Kedua mata bulat itu tertuju pada laptop. Jari-jarinya dengan lihai bergerak mengetik setiap kalimat yang sudah dia rangkai sedimikian rupa di dalam kepala. Radea sendiri tidak mengerti untuk apa dia melakukan ini, menulis sebuah cerita yang entah sampai kapan hanya dia simpan sendiri di laptop. Membuang-buang waktu dan pikiran, tanpa mendapatkan hasil apa pun.

Namun, kadang dia merasa lega jika sudah berhasil menyalurkan isi kepalanya ke dalam tulisan. Entah ada untung atau tidak, Radea hanya melakukan apa yang dia ingin. Lagi pula, dia punya banyak waktu kosong.

Suara pesan masuk dari ponsel mengalihkan fokus Radea. Gadis itu mengambil ponselnya yang berada di samping lutut. Posisi Radea saat ini sedang bersila di kasur.

G:
Sudah sampai rumah?

Oh, ya. Radea tadi tidak diantar ke rumah oleh Galang. Dia meminta berhenti di depan mini market yang pernah dia singgahi bersama Danil. Setelah itu Radea meminta Galang untuk pulang lebih dahulu, karena rumahnya sudah dekat. Mungkin karena Radea terus memberi alasan agar tidak diantar, akhirnya Galang mengalah dan pulang.

Radea:
Sudah.

Tidak beberapa lama, pesan dari Galang kembali masuk.

G:
Syukur deh.
Lagi ngapain ra?

Radea mengerutkan keningnya. Walaupun tidak pernah dekat dengan cowok sampai saling balas-balasn pesan seperti ini, tetapi Radea tahu pertanyaan Galang barusan adalah salah satu cara anak muda pdkt.

Maaf kalau Radea salah.

Radea:
Nggak ngapa ngapain kak.

Radea mematikan laptopnya dan menyimpannya di meja belajar, setelah itu dia memilih berbaring di kasur sembari menatap ponselnya.

Tidak lama, ponselnya kembali berbunyi, pesan dari Galang. Entah mengapa, Radea tersenyum membaca pesan singkat itu.

G:
Radea sudah makan?

*****

"Kakak gimana sekolahnya?" Gadis itu berjalan di depan rak buku, mencari buku yang pas untuk dia baca.

"Baik, Nan. Vinan gimana sekolahnya?"

"Baik, dong."

Vinan, anak dari pemilik indekos ini. Dia memang tidak jarang bermain ke kamar Radea, biasanya membaca buku atau bercerita dengan Radea. Namun, lebih sering membaca buku, karena tidak banyak yang bisa mereka obrolkan. Radea terlalu banyak diam, dan Vinan terlalu lelah kalau harus mencari topik terus-menerus.

Vinan mengambil salah satu buku bersampul abu-abu. Gambar manusia bertaring di cover-nya menarik gadis SMP itu.

"Eh, Kak Dea. Vinan penasaran, deh, sama cowok famous yang Kakak pernah cerita. Soalnya, beberapa hari terakhir, teman-teman Vinan banyak yang ceritain dia. Mereka mau mendaftar di SMA Bakti karena itu cowok," tutur Vinan panjang lebar. Dia ikut duduk di kasur, tidak lupa dengan novel yang tadi dia pilih. "Emang seganteng itu, ya, Kak?"

"Hm, ganteng. Kakak 'kan sudah bilang."

"Ganteng mana sama Cha Eun Woo?" tanya Vinan sambil membaca-baca sekilas sinopsis di belakang novel.

"Canu?" Kening Radea berkerut.

Vinan menatap Radea. "Cha. Eun. Woo," ejanya, "artis Korea."

Mengerti bahwa Radea tidak akan tahu siapa yang dia maksud, Vinan meraih ponselnya di kantong baju tidur yang dia kenakan. Gadis itu menyentuh layar ponsel beberapa saat, lalu memberikannya pada Radea.

Introvert VS Ekstrovert ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang