—Mengapa di antara dua manusia yang punya rasa yang sama, masih tidak cukup dijadikan alasan untuk tidak saling menyakiti?—
*****
Danau yang cukup luas di depan sana menjadi pemandangan yang paling menarik saat ini. Angin menyapa lembut kulit setiap orang yang mengunjungi taman. Sepertinya tempat ini pelarian. Di sini banyak orang, tetapi keadaan hening padahal tidak pernah ada larangan untuk berteriak sekali pun. Taman kecil yang berjarak setengah jam dari kota ini memang tempat yang pas untuk menikmati kesendirian.
Akan tetapi, Radea tidak sendirian saat ke tempat itu. Dia datang atas ajakan Danil. Sekarang Radea tahu mengapa dari banyak tempat, taman inilah yang jadi pilihan cowok itu. Ya, karena tempat inilah yang paling tepat untuk dua orang yang bersiap untuk tidak bertemu kembali, setelah hampir dua tahun menghabisi waktu bersama hampir setiap hari. Namun, tidak sesimpel itu, Danil punya tempat tersendiri di hati Radea. Danil bukan sekadar teman, karena dia adalah salah satu alasan gadis itu bisa membaik seperti sekarang.
"Kamu tau aku nggak akan membuat perjanjian apa pun, Nil, sebelum pergi."
"Kalau lo emang maunya gitu, nggak masalah," jawab Danil tanpa menatap Radea. Dia mengambil batu kecil di sampingnya, lalu melemparnya ke danau.
Keduanya sedang duduk di atas rumput tepat di pinggir danau yang tempatnya agak tinggi. Mereka sama-sama menatap lurus pada air danau yang berwarna kehijauan.
"Tapi lo tau 'kan kalau gue pasti nepatin janji kalau lo ada permintaan?"
Radea mengangguk pelan. "Tapi aku nggak akan minta apa-apa. Kamu bisa ngapain aja dan sama siapa aja. Begitu seharusnya status teman bekerja."
Mendengar kata 'teman' yang diperjelas Radea membuat Danil tidak mampu menahan tawanya. "Lo pasti tau juga kalau gue nganggap lo lebih dari itu. Gue nggak mau munafik, hampir dua tahun bertahan di samping lo nggak mungkin gue nggak punya perasaan apa-apa."
"Tapi—"
"Gue nggak percaya ada pertemanan laki-laki dan perempuan tanpa melibatkan perasaan. Kalau nggak keduanya, pasti salah satu ada yang nyembunyiin perasaannya." Danil menatap Radea yang balas menatapnya tidak mengerti. "Dan gue adalah salah satu dari orang itu, Ra."
"Nil ...."
"Tapi selama ini gue tulus, kok, Ra. Apa pun yang gue lakuin buat lo, itu tulus," tekan Danil, tidak ingin pengakuannya barusan membuat Radea salah paham.
"Nil, aku—"
"Nggak usah dijawab. Ngeliat lo nggak terlalu kaget, itu berarti lo udah tau perasaan gue." Danil terkekeh untuk menutupi perasaannya yang sedang tidak menentu. "Gue ngomong ini karena menurut gue, urusan perasaan ini bukan hal tabu untuk kita omongin. Gue juga nggak mau nyesel pas lo pergi, tapi gue belum sempat jujur."
"Makasih untuk semuanya. Makasih kamu udah selalu ada buat aku, Nil." Radea menatap Danil lekat seolah ingin menembus ke dalam mata cowok itu. Dia ingin memastikan bahwa di dalam netra yang selalu menatapnya penuh antusias itu tidak ada luka yang dia sebabkan. "Tapi, tentang perasaan kamu ... aku—"
"Gue bilang nggak usah dijawab."
Radea menatap Danil bingung. Seperti yang Danil bilang bahwa dia tidak ingin menyesal dan memilih jujur saat ini, Radea juga ingin melakukan hal yang sama. Dia tidak ingin menyesal karena tidak menjawab Danil dan pergi sebelum menyelesaikan yang terjadi di antara mereka berdua.
Segala tentang Danil berharga bagi Radea. Dia tidak mau cowok itu terluka, sebab itulah Radea ingin menjelaskan semuanya sekarang perihal apa yang dia rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Introvert VS Ekstrovert ✔️
Teen Fiction(TAMAT) Danil, anak baru yang kebetulan duduk sebangku dengan Radea. Cewek aneh yang tidak punya teman satu pun. Danil yang punya sifat mudah bergaul, terus mengganggu Radea dan bertekad agar gadis itu mau menjadi temannya. Semakin lama, Danil sada...