11 || Nomor telepon

408 72 4
                                    

Suara menggelegar di udara membuat cowok itu semakin tidak bisa tidur. Dia sejak tadi telentang, miring kanan dan miring kiri. Daun bergemeresik terkena angin, suara batang pohon patah terdengar karena angin yang cukup kencang. Cowok itu semakin terusik. Mau hujan, Danil tidak bisa tenang.

Danil menyibak selimut yang dipakainya. Cowok itu membuang napas kasar agar lebih tenang. Diulurkannya tangan ke nakas untuk mengambil ponsel. Sudah pukul setengah dua dini hari, sedangkan mata Danil tak ada ngantuk-ngatuknya sama sekali, padahal besok sekolah. Cowok itu semakin risau saat lagi-lagi suara guntur terdengar keras.

Danil bangkit, membuka jendela kamar dan tampak langit hitam pekat tanpa satu pun penghias. Pasti sebentar lagi akan hujan deras. Cowok itu berjalan ke dekat kasur kemudian menuju jendela lagi, begitu terus sampai berkali-kali. Danil tak bisa tak acuh setelah meninggalkan Radea tadi. Seribu perkataan menyalahkan dirinya sendiri terlintas di kepala Danil. Kalau sampai ada apa-apa dengan Radea, entah apa yang akan dia lakukan pada dirinya sendiri karena merasa bersalah.

"Hais!" gerutu Danil sembari mengacak rambutnya yang memang sudah tak beraturan. Cowok itu menutup jendela terburu-buru, kemudian mengambil kunci motor di nakas. Tidak peduli sudah hampir jam dua, cowok itu langsung keluar kamar. Tak ada rasa takut, karena Danil lebih takut kalau meninggalkan Radea adalah kesalahan.

Walaupun buru-buru, Danil tetap berusaha tidak menimbulkan suara di tangga kayu itu. Dia memutar kunci pintu hati-hati. Setelah sampai luar indekos, Danil menghampiri motornya dan bergegas jalan. Dengan kecepatan penuh, Danil menuju toko buku. Tak sampai lima menit dia sudah sampai. Keadaan jalanan benar-benar sepi. Danil menoleh kanan kiri dan depan belakang. Setengah jam yang lalu dia meninggalkan Radea di sini, dan gadis itu sekarang sudah tidak ada.

Danil kembali menyusuri jalanan dekat toko buku Grana pelan dengan motornya. Matanya menyorot meneteliti sekitar, kalau-kalau Radea belum jauh dari sini. Namun nihil, Radea sudah tidak ada. Danil hanya bisa mendengkus kasar. Cowok itu kembali ke indekos sebelum hujan. Langit semakin gencar bersuara membuat siapa pun yang sedang di luar rumah ingin cepat pulang. Begitu pula Danil yang menarik penuh gasnya.

🌇🌇🌇

Danil mendorong hati-hati pintu indekos. Dini hari begini dia masih berkeliaran, sedangkan Yosep yang tadi jalan dengannya pasti sudah berganti-ganti mimpi.

Langkah demi langkah pelan mengantar cowok itu sampai tangga, tapi sebuah suara menghentikan langkah Danil. Cowok itu menoleh ke belakang, asal suaranya itu dari dapur. Seperti benda jatuh. Danil kembali teringat pertemuannya dengan sosok aneh malam itu, dia menggidik ngeri, tak ingin hal itu terjadi dua kali. Dengan cepat Danil menaiki setiap anak tangga dan terus sampai lantai tiga, benar-benar sebuah perjuangan untuk sampai. Aman, Danil tak bertemu apa pun. Cowok itu sudah sampai di lantai tiga.

Tetes air yang jatuh di genting menandakan langit mulai melepaskan bebannya. Suara angin kencang menyapa pepohonan terdengar, masih ditemani dengan suara gelegar dari langit. Danil berhenti melangkah saat ekor matanya menangkap hal tak biasa. Dia sekarang berada di depan kamar terlarang, cowok itu menoleh. Mata Danil menyipit, memastikan dia tak salah lihat. Kamar itu sedikit terbuka.

Langkah Danil semakin dekat, dan benar, kamar itu tidak tertutup rapat. Persetan dengan peraturan dan larangan, yang jelas sekarang rasa penasaran Danil minta dilepaskan. Cowok itu mendorong pintu kamar, matanya dibuat terpana dengan penataan kamar bak perpustakaan dalam ruangan yang terang. Sama sekali tidak menakutkan.

Introvert VS Ekstrovert ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang