Wisuda dan Bunga Mawar
Empat tahun yang lalu, aku masih menjadi laki-laki yang suka sekali bermain, masih sangat muda kala itu. Masih teringat saat OSPEK di Universitas tempatku menempuh pendidikan, keterlambatan bersama dua sahabatku yakni Yoga dan Malvin membuat heboh mahasiswa lain saat itu, itulah awal kami berkenalan. Namun, kini empat tahun sudah berlalu, sikap yang dulu kekanakan berubah seiring waktu.
Empat tahun kuhabiskan menempuh pendidikan di kampus, dan kini baju hitam melekat pada tubuh.
Tidak terasa, bahkan aku mengingat betul pertemuanku dua bulan lalu bersama mahasiswi cantik yang Allah pertemukan lewat toko bunga.
Aneh, Allah baru mempertemukanku dengan Jauza dua bulan lalu di toko bunga, padahal dia sudah dua tahun berada di kampus yang sama denganku, sungguh semua adalah rahasia-Nya.
Pukul 8 malam, setelah tadi siang wisuda, aku langsung pergi ke tempat kerja gadis yang membuat jantung berdebar. Bukan untuk bertemu dengan Jauza, tetapi Ibu meminta untuk membelikannya bunga di toko biasa.
Aku masuk ke toko tersebut dan langsung disambut oleh karyawan. Bukan Uza, melainkan orang lain. Ah, tebersit di benak berharap kalau yang ada di sana adalah Uza. Astagfirullah, kenapa aku menjadi sangat berharap.
Aku langsung saja memilih bunga pesanan ibuku, bunga mawar dan melati. 100 tangkai dibeli untuknya, karena Ibu meminta untuk membelikannya 50 tangkai mawar dan 50 tangkai bunga melati.
"Banyak sekali, Mas?"
Pertanyaan itu langsung terlontar ketika meletakan bunga pilihanku ke meja kasir untuk dibungkus."Iya, ini semua karena Ibu saya yang minta."
"Wah, Masnya manis banget sama ibunya, gimana sama pacarnya?" ucapnya dengan senyuman lebar.
Pacar? Masa kuliah membuatku semakin sibuk, terutama membantu Ibu mencari nafkah dengan segala cara. Contoh, menjadi Guru les privat. Jika ada gadis spesial dalam hidupku, mungkin setelah bertemu Jauza.
"Kenapa enggak beli sekalian buat pacarnya?" Gadis itu kembali bertanya.
"Kebetulan enggak punya pacar."
Wajahnya langsung terperangah, apa ada yang salah dengan jawabanku tadi?
"Masa enggak punya? Atau, enggak mau pacaran, ya? Maunya ta'aruf kayak yang lagi zaman?"
Sebenarnya tidak juga, tetapi kalau dapat berkomitmen kenapa tidak. "Kalau bisa-"
Brak!
Kami terperanjat saat sebuah benda terjatuh ke lantai. Seseorang telah menjatuhkannya, dan dia adalah gadis yang tertidur di meja belakang kasir.
"Maaf, Mas, dia temen saya, mungkin dia kaget denger suara saya."
Mendengar penjelasannya, aku mengangguk.
Gadis yang tengah tertidur itu langsung menggeliat dan perlahan mengangkat kepalanya dari meja.
Jauza? Benar, gadis itu adalah Jauza. Tidak terasa senyum di bibir melengkung begitu melihat gadis itu tengah mengucek matanya.
"Mas, kok, senyum-senyum sendiri?"
Astagfirullah, aku langsung menggaruk tengkuk begitu ketahuan sedang tersenyum karena melihat Jauza. "Enggak apa-apa, Mbak."
"Uza, bantuin bungkus bunga dong!" seru gadis di depanku kepada Jauza.
Gadis itu masih saja mengucek matanya seraya berjalan ke arah meja kasir.
"Maaf aku ketiduran," ucapnya dengan suara serak.
"Enggak apa-apa. Kumpulin nyawa, ada pelanggan," titah gadis berjilbab hijau pada Jauza.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hijab Sakura | END
Spirituellesﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴﻢ Bagaimana bisa saat tengah menunggu orang lain, gadis itu malah dilamar oleh Abang sahabatnya. Padahal ada lelaki tukang gombal yang sedang Jauza tunggu. Namun, mereka percaya, tidak ada yang salah ketika cinta d...