My Hijab Sakura 26

501 65 0
                                    

Sepertiga Malam

"Kadang ada banyak kalimat yang ingin terucap, tetapi takut untuk mengungkap. Ingin dimengerti tanpa harus banyak bicara."

~~~

Setelah memberanikan diri mengajak Mas Nadif ke Dokter, lelaki itu masih belum dapat memberikan waktunya. Pekerjaan menjadi penghalang ke dua.

Namun, hari ini aku terpaksa pergi seorang diri, memeriksakan kandungan yang sempat membuat kekhawatiranku memuncak.

Seorang Dokter wanita tengah menjelaskan apa saja yang tidak kuketahui. Tubuhku sudah gemetar sejak menginjakkan kaki kemari. Terlebih ketika senyuman kecut Dokter Qori yang terhias di wajahnya, semakin membuat aku gelisah.

Ia menyodorkan surat diagnosis beberapa menit lalu. Sontak, tanganku gemetar ketika akan membukanya. Deretan tes yang telah kulewati tercatat secara rinci.

"Maksudnya apa, Dok?" Aku bertanya karena tidak mengerti maksud yang tertera di surat diagnosis.

"Tentang keterlambatan Mbak Jauza memiliki momongan, karena ada banyak faktor."

Aku menatapnya penuh tanya, rasanya belum siap mendengarkan, padahal tidak semua kemungkinan itu buruk.

"Faktor kelelahan fisik dan psikologis menjadi pendukung. Tapi, apa Mbak pernah mengonsumsi obat atau yang lainnya?" tanyanya membuat aku segera memutar otak tentang maksud Dokter Qori.

"Obat?"

"Iya, obat tekanan darah atau suplemen vitamin yang Mbak konsumsi dalam jangka waktu yang lama." Penuturannya membuatku mengangguk.

Aku memang pernah mengonsumsi vitamin selama kuliah. Alasannya karena sering kelelahan dan jatuh sakit, tetapi apa itu penyebabnya? Tolong jangan katakan hal itu.

"Apa itu pemicunya?" tanyaku semakin penasaran.

"Begini, setiap tubuh manusia itu berbeda. Kemungkinan ada obat yang tidak diterima dengan baik oleh tubuh Mbak Jauza. Jadi ...." Dia menggantungkan ucapannya. Tampak wajah Dokter Qori kebingungan. Mengapa?

"Atau lebih jelasnya, mau diambil pemeriksaan lanjutan?" Dia bertanya lagi. Namun, mengapa dia tidak menjelaskannya secara gamblang? Apa ada yang perlu disembunyikan pada pasiennya sendiri?

Aku menggeleng tidak setuju. Rasanya sudah jelas, jika yang dimaksud adalah mandul, bukan? Mengapa harus ada pemeriksaan lanjutan, jika semua sudah jelas dalam pemeriksaan pertama.

"Jadi, diagnosanya apa, Dok?"

Dokter Qori menggenggam tanganku, lalu dia tersenyum kecut. "Saya juga wanita, saya paham perasaan Mbak. Tidak ada yang mustahil, tapi maaf, untuk jangka pendek, rasanya tidak mungkin."

~~~~

Aku mengernyit, terkejut ketika datang ke rumah Papa dan menemukan lelaki yang dulu pernah melamar, kini tengah duduk di ruang tamu. Mengapa ada dia di rumah?

"Lama enggak ketemu, Za," ucapnya lembut. Ia tersenyum dan berdiri menyambutku.

"Iya, Bang. Bang Akbar udah lama di sini?" tanyaku lalu masuk dan turut duduk di sana setelah menyalami Mama.

"Lumayan lama. Tante Dija minta datang, soalnya ada urusan pengalihan surat," sahutnya.
Aku menatap Mama, bermaksud meminta penjelasan lebih.

"Papa beli tanah di sebelah, jadi minta bantuan Akbar," jelas Mama membuatku ber-oh ria.

My Hijab Sakura | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang