Gombalan Receh
"Tidak ada perasaan yang dapat dipaksa, kecuali hanya akan mendatangkan luka."
~~~Bu Heni
Jauza, hari ini tolong kamu ke rumah sakit ya, jenguk Nadif sambil bawa makanan buat dia. Masakan kamu sendiri, titik, kalau enggak mau, nanti saya pecat kamuPesan dari pemilik toko membuatku mengernyitkan kening, terlihat sedikit memaksa dan aneh. Curiga kalau ini kerjaan Nadif yang memintaku memasak lewat bosku.
Atau, barangkali Bu Heni menuruti Nadif karena dia sudah menolongku, ditambah pemuda itu memang sudah pelanggan lama di tokonya.Tidak ingin membuang waktu, pagi-pagi sekali aku sudah membuatkan makanan untuk pemuda itu.
"Tumben masak, biasanya sarapan di rumah aja jarang." Celetukan yang keluar dari bibir Mama membuatku terperanjat.
"Bos aku yang minta, Ma. Katanya buat Nadif," jelasku masih sibuk membuat sup.
"Hum, supnya wangi banget. Spesial banget kayaknya." Mama berucap dengan nada menggoda.
"Iya, spesial untuk orang sakit." Aku tersenyum lebar ke arahnya.
"Papa enggak dibuatin? Masa cuma pacarnya yang dibuatin." Suara Papa yang baru datang menginterupsi.
"Pacar siapa? Dia itu pelanggan toko, Pa." Sepertinya sejak Mama menjenguk Nadif ke rumah sakit, pikiran mereka belum berubah, masih menduga kalau pemuda itu datang ke toko sebagai pacarku. Ya ampun, mereka ini suka sekali mencurigai anaknya yang manis ini telah memiliki pacar diam-diam.
"Oh, pelanggan. Pelanggan bisa jadi pacar juga, kok. Jodoh siapa yang tau." Lihat, kini Mama menyahut dan mendukung suaminya.
"Ini siapa yang mau supnya? Biar aku pisahin." Aku mengalihkan pembicaraan.
"Buat pacar kamu aja, biar Papa makan masakan mamamu."
Papa mulai lagi menggoda anak perempuannya.
~~~~
Duduk manis seraya memperhatikan pemuda yang begitu lahap memakan makanannya. Sampai-sampai aku berpikir akan mengambilkan sup lagi jika dia ingin tambah.
Pemuda itu bahkan berkali-kali tersenyum padaku, entah apa maksudnya.
"Enak. Aku udah nebak kalau masakan calon Ibu anak-anakku emang pasti enak," ucapnya hampir membuatku ingin mengomel.
"Aku bisa pergi sekarang?" tanyaku ketika pemuda dengan baju pasien itu meletakan kotak nasi ke meja. Sepertinya sudah cukup menunggunya sampai selesai makan.
"Nanti dulu, aku mau nanya sesuatu."
Lihat, dia menahanku lagi. Tanpa berpikir panjang Nadif mengangkat lengannya dan mendekatkannya ke mulut.
"Dasar jorok, ini itu baju pasien, kalau mau lap mulut kamu itu pakai tisu." Aku mencegahnya yang hampir menggunakan bajunya untuk mengelap mulut. Lalu, aku menyodorkan tisu untuknya.
Anehnya dia malah menatapku tanpa berniat mengambil tisu yang sudah di depannya.
"Enggak dilapin sama kamu, ya?" tanyanya dengan wajah sangat polos.
Akan tetapi, hal itu berhasil membuatku sulit bernapas, apalagi ditatap olehnya sedikit lama.
"Bercanda, kok, enggak usah kaget. Nunggu halal dulu, ya?" imbuhnya kemudian mengambil tisu dari tanganku dan segera mengelap sisa makanan di sekitar mulutnya.
"Boleh pergi sekarang?" Aku bertanya lagi. Ini sudah yang ke dua kali, ayolah, jangan main-main.
"Buru-buru banget, sih? Mau ke mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hijab Sakura | END
Spiritualﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴﻢ Bagaimana bisa saat tengah menunggu orang lain, gadis itu malah dilamar oleh Abang sahabatnya. Padahal ada lelaki tukang gombal yang sedang Jauza tunggu. Namun, mereka percaya, tidak ada yang salah ketika cinta d...