Satu Bulan
"Jika kita berjodoh, maka kaulah akhir pelabuhanku. Jika tidak, mungkin Allah hanya mengukir kisah kita cukup sampai di sini."
~~~
"Satu bulan."
Dua kata itu begitu menusuk ke telinga. Jantungku seperti dihantam berbagai benda tajam, dada juga terasa sesak saat mendengarnya.
"Aku beri waktu satu bulan untuk kamu menunggu dan mencari Nadif. Selepas satu bulan dia tidak kembali, maka pernikahan langsung digelar." Bang Akbar melanjutkan ucapannya tanpa menatap mataku sedikit pun. Ia seperti enggan melihat ke arah sini, entah karena terlalu sakit atau memang sudah risih dengan apa yang aku lakukan.
Kalimat yang kudengar satu bulan yang lalu itu sudah membuat ketar-ketir. Dengan waktu sempit yang kumiliki, kesana-kemari aku mencari informasi tentang Mas Nadif. Bahkan nomor perusahaan yang Kak Malvin miliki itu tidak dapat dihubungi.
Sampai akhirnya, aku menemui ayah Mas Nadif. Namun, nihil, hasilnya tetap sama, ayahnya juga tidak bisa berkomunikasi dengan Mas Nadif sejak magang.
Ingin sekali aku menyusulnya ke kota tempat perusahaannya berada. Akan tetapi, jika aku melakukannya itu sama saja akan membuat keluargaku marah, terlebih Papa. Mereka pasti akan sangat malu pada keluarga Bang Akbar jika aku benar-benar melakukan kesalahan tersebut.
Kecewa, marah, semua sudah menjadi satu. Aku sudah pasrah jika Mas Nadif benar-benar ingkar janji. Pasrah jika memang jodohku adalah Bang Akbar bukan Mas Nadif.
Aku merenung dalam kamar. Angin yang masuk dari sela-sela jendela seakan membangunkanku dari lamunan, memberi belaian di pipi agar benda bening disana segera kering.
Satu bulan yang diberikan Bang Akbar pun sudah habis. Habis untuk digunakan mencari laki-laki yang entah kenapa membuatku marah dan menangis.
Laki-laki yang kuselipkan namanya dalam doa, laki-laki yang diharapkan, kini bukan hanya telah mematahkan hati, tetapi juga kepercayaan yang telah terbangun.Aku hanya berdoa, semoga Bang Akbar akan tetap menerimaku, dengan apa yang sudah kulakukan sampai menyakitinya.
Beruntung keluarganya dapat memaklumi alasan yang pemuda itu berikan, untuk menambah waktu empat bulan menjadi lima. Mengingatnya saja aku merasa jijik pada diri sendiri.
Aku memegang erat hijab sakura dari Mas Ali. Sungguh aku merasa sangat bersalah padanya.
"Maaf Mas Ali, aku udah nyakitin hati Abang kamu. Aku jadi wanita jahat ...." Air mata menetes begitu deras, jika saja ada seseorang yang dapat memahamiku saat ini.
"Maaf karena aku mencintai orang lain sampai membuat luka di hati abangmu."
Jika saja Mas Ali masih ada, ialah yang akan melamarku kala itu dan tanpa berpikir aku pasti menerimanya.
Sudah cukup aku menangisi hal ini, aku tidak ingin terus-menerus menangisi laki-laki yang telah ingkar janji. Dia tidak boleh melihat air mata jatuh hanya karenanya.
Aku langsung meraih ponsel yang ada di kasur. Mengirim pesan pada orang yang sudah memberiku waktu. Kini bukanlah waktunya untuk menangis, tetapi saatnya untuk membalut luka pada seseorang yang sudah kulukai hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hijab Sakura | END
Spiritualﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴﻢ Bagaimana bisa saat tengah menunggu orang lain, gadis itu malah dilamar oleh Abang sahabatnya. Padahal ada lelaki tukang gombal yang sedang Jauza tunggu. Namun, mereka percaya, tidak ada yang salah ketika cinta d...