Dijodohkan
~~~~
Pengajian terselenggara dengan aman dan lancar. Orang-orang berangsur pulang satu persatu. Setelah sepi, aku membantu panitia untuk membersihkan masjid seperti menyapu halamannya. Sekaligus membuang sampah yang berserakan. Setelah selesai, aku menghampiri Ustazah Aini untuk pamit pulang lebih dulu.
"Ustadzah, saya pamit pulang duluan, ya."
Ustazah yang sedang duduk di dekat mimbar dengan para jajarannya pun bangkit. "Sebentar, saya juga mau pulang, tapi tunggu Abah dulu."
Aku pun keluar dan menunggunya di depan pintu masuk masjid. Setelah tiga bulan berlalu, aku memperbanyak mengikuti pengajian untuk mengisi kekosongan dalam hati.
Pernikahan yang gagal tidak dapat dihindari, apalagi ucapan Bang Akbar tiga bulan lalu sudah menjadi jawaban telak.
"Aku enggak mungkin menikahi gadis yang hatinya masih milik laki-laki lain. Karena aku enggak bisa menjamin bisa membersihkan hatimu dari namanya atau tidak."
Keputusan menunda atau lebih tepatnya menggagalkan pernikahan kami tidak terelakkan. Sepertinya ini memang sudah menjadi salah satu jalan Allah subhanahu wa taala untuk memisahkan kami.
"Za ...." Ustazah Aini datang.
"Saya nunggu taksi, Ustazah mau ikut saya pulangnya?" tanyaku membuatnya tersenyum simpul.
"Bukan, saya nunggu Abah, tapi sekalian mau bilang sesuatu sama kamu."
Mendadak jantung bekerja lebih keras dari sebelumnya. Apa yang akan dia sampaikan?
"Gimana, udah coba hubungin nomor yang saya kasih ke kamu? Atau kamu nunggu dia menghubungi kamu duluan?"
Pertanyaannya membuatku tersadar. Dua minggu lalu beliau memberikan nomor telepon seorang lelaki yang ingin dia jodohkan denganku. Yang Ustazah Aini tahu aku tengah patah hati selama tiga bulan ini, tanpa tahu yang sebenarnya terjadi.
Karena itu dia memberikan nomor seorang lelaki yang katanya saleh dan baik, ditambah suaminya bilang lelaki itu tampan.
Masalahnya aku tidak memiliki niat untuk menghubunginya, bukan tidak menghargai usaha Ustazah Aini, hanya saja hati masih tertutup rapat dan belum siap membukanya kembali.
"Belum, Ustazah. Saya lagi sibuk mempersiapkan untuk wisuda," sahutku menjelaskan.
"Sesibuk apa pun, kamu harus bisa move on. Gimana kalau kamu ketemu langsung sama dia? Siapa tau kalian cocok, kebetulan dia juga hadir di acara ini."
Astagfirullah, bagaimana ini? Aku masih belum siap kembali berurusan dengan lawan jenis. Bagaimana cara menolaknya, atau cara pergi dari sini secepatnya.
"Tapi Ustaz-"
"Itu dia Abah!" pekiknya membuatku menghentikan ucapan.
Beruntung suaminya telah keluar, itu artinya kami akan segera pulang dan mengurungkan niat menemui lelaki yang Ustazah Aini maksud.
"Itu dia Abah sama cowok yang saya mau kenalkan ke kamu. Dia mantan muridnya," sambungnya.
Kupikir nasibku akan berakhir mujur, ternyata pemuda yang berjalan dengan Ustaz Abidin adalah lelaki yang akan dikenalkan denganku.
Astagfirullah, bagaimana aku bisa kabur dari pertemuan ini? Ya Allah tolong aku.
"Gimana, Mi?" Suara Ustaz Abidin yang berat menyapa kami.
Sejak tadi aku sengaja menunduk agar tidak melihat wajah keduanya, salah satu usaha menghindarinya.
"Ini, Bah, anaknya." Ustazah Aini menarikku dan tanpa sengaja kepala langsung menengadah.
"Ini, Nak, anaknya. Yang nomor teleponnya pernah saya kasih ke kamu. Kalian bisa bertukar pesan nanti," celetuk Ustaz Abidin.
Kami bertatapan lama, saling melihat wajah satu sama lain dengan keterkejutan luar biasa.
"Iya, Ustaz." Suara pemuda yang mereka maksud menyahut berat.
"Dia itu waktu SMP berada di pondok pesantren kami," jelas Ustazah Aini berusaha memperkenalkannya.
"Nah, gadis ini beberapa bulan juga mengikuti pengajian kami rutin." Giliran Ustaz Abidin yang menjelaskan tentangku pada pemuda di sebelahnya.
"Assalamualaikum." Pemuda itu memberi salam dengan mata lurus padaku.
"Wa-waalaikumsalam." Aku menjawab terbata. Ketika melihat taksi pesananku datang, aku sedikit bernapas lega.
"Taksi saya sudah datang, saya permisi kalau gitu. Assalamualaikum." Aku segera beranjak dengan perasaan tidak karuan.
Rasanya seperti melihat hantu di depan mata. Ingin lari, tetapi tidak bisa.
Bunyi notifikasi masuk di ponsel membuatku terperanjat. Aku membukanya.
Nomor Pemuda dari Ustazah Aini.
Assalamualaikum. Saya Nadif Jaya Arjuna. Saya mendapatkan nomor kamu dari Ustaz Abidin, Guru ngaji saya. Saya adalah laki-laki yang baru saja kamu temui.Aku mendiamkan pesan itu. Meski taksi sudah menjauh dari area masjid, rasanya jantung masih saja berdegup keras sampai takut terkena serangan jantung.
Nomor Pemuda dari Ustazah Aini
Ustaz Abidin berniat menjodohkan saya dengan kamu. Saya cuma mau bertanya, kapan saya boleh ke rumah meminta izin pada wali kamu untuk taaruf?Aku semakin khawatir ketika mendapat pesan kedua dari Mas Nadif, laki-laki yang pernah mengkhitbahku tiga bulan lalu. Ternyata nomor telepon yang diberikan padaku dari Ustazah Aini adalah milik Mas Nadif.
Nomor Pemuda dari Ustazah Aini
Atau mau langsung dikhitbah? Saya tidak keberatan mengkhitbah kamu untuk yang ke dua kalinya..
.
******
Dipertemukan lagi.
Di revisi ini, ada beberapa tambahan part dan baru.
Jangan ketinggalan kelanjutannya, ya.Kasih voment juga. Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hijab Sakura | END
Espiritualﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴﻢ Bagaimana bisa saat tengah menunggu orang lain, gadis itu malah dilamar oleh Abang sahabatnya. Padahal ada lelaki tukang gombal yang sedang Jauza tunggu. Namun, mereka percaya, tidak ada yang salah ketika cinta d...