· 17 ·

1.4K 91 10
                                    

Sejak pulang sekolah Biru tidak keluar kamar, mengurung diri.

Terdengar suara ketukan pintu.

"Bi, makan yuk," itu suara Langit, sudah berulang kali Langit menghampiri kamarnya dan membujuknya untuk keluar.

"Bi, bukain pintunya dong, atau mau gue dobrak sekarang?" Pintu kamar memang di kunci sejak kepulangannya tadi, dan Langit tidak pernah main-maun dengan omongannya untuk mendobrak pintu, karena dulu Langit juga pernah melakukan itu.

Biru berjalan gontai menuju pintu untuk membuka kunci.

Klek!

Langit langsung membuka pintu dengan cepat, dan melihat adiknya begitu berantakkan.

"Lo kenapa Bi?" Tanya Langit.

"Bi, ngomong sama gue," Langit masih mencoba membujuk Biru.

Jika Biru terlihat berantakan seperti ini hanya ada 2 penyebab; jika Biru rindu dengan Bundanya atau Biru teringat masa lalunya.

"Yang mana, bilang gue Sabiru." Jika Langit sudah memanggilnya dengan nama Sabiru, sudah di pastikan bahwa Langit sedang serius.

"Vito," suaranya pelan dan parau, tapi Langit masih bisa mendengarnya.

"Brengsek! Mau apa lagi dia!" Langit pun masih menyimpan dendam pada cowok bernama Vito.

Cowok yang telah membuat Biru menjadi seperti ini. Langit mempererat pelukannya pada Biru, Langit harus ekstra waspada sekarang.

**

Pagi ini Biru tidak sesemangat biasanya, wajahnya murung dan matanya terlihat sangat sembab.

Ia berjalan gontai menuju kelasnya, hingga ia tidak sadar menabrak seseorang dan menjatuhkan buku-buku yang dibawa orang itu.

"Sorry-sorry gue nggak liat," Biru memungguti buku itu tanpa melihat siapa yang di tabraknya.

"Bi?" Gerakan Biru terhenti dan melihat siapa yang memanggilnya, ternyata dia Liel.

"Ah. Sorry ya kak, gue nggak sengaja," ucap Biru kembali meungguti buku Liel yang jatuh karenanya.

"Ada apa Bi?" Tanya Liel. 

"Ada apa, apanya kak?"

"Mata lo sembab, habis nangis semaleman hm?" Tebak Liel.

"Nggak kok kak," elak Biru.

"Jangan panggil gue kak deh, khusus buat lo panggil aja Gama," dengan menaikkan sebelah alisnya.

"Tapi kata temen gue, panggilan lo di sekolah ini Liel, bukan Gama,"

"Gama tuh panggilan di keluarga gue, bisa di bilang panggilan kesayangan," wajah Biru yang semula redup kini bersemu malu.

"Gue jadi malu kak, eh Gama maksudnya," Biru geli sendiri dengan tingkahnya.

"Yaudah, gue balik ke kelas dulu ya," pamit Liel dan hanya di balas anggukan oleh Biru.

Saat Biru kembali berjalan, entah sekarang ia tak fokus karena apa, nyatanya sekarang ia terjatuh karena menabrak seseorang. "Sial banget sih gue pagi ini, nabrak mulu kerjaannya, mana bokong gue sakit lagi, aduh," Gerutu Biru.

Saat hendak berdiri, ada tangan yang terulur di hadapannya, memang Biru belum tau siapa yang di tabraknya tadi.

"Azlan?" Biru langsung menyambut uluran tangan Azlan.

"Kalo jalan tuh hati-hati," Biru merapikan seragamnya.

"Kenapa?" Biru memiringkan kepalanya, tak paham dengan perkataan Azlan.

SCHICKSALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang