· 09 ·

1.5K 108 0
                                    

Masih seperti malam-malam sebelumnya, Azlan selalu di sibukan dengan laptopnya.

Ponselnya bergetar pertanda pesan masuk.

Aneh : Gue mau ketemu sama lo.

Hanya di baca tanpa berniat membalas. Tapi sepertinya Biru bukan orang yang gampang menyerah, benar saja lewat persekian detik pesan itu masuk lagi.

Aneh : Gue tunggu lo di taman deket sekolah.

Aneh : Gue akan tetep nunggu sampe lo dateng Azlan.

Kini Azlan mulai di buat bingung oleh Biru, tapi ia mencoba untuk tidak terkecoh oleh pesan Biru.

**

Jam menunjukan pukul 8 malam, Biru sedang berada taman dekat sekolahnya.

"Kenapa Azlan cuman ngebaca pesan gue sih? Di kira itu tata cara pemakaian di baca doang," dumel Biru.

10 menit berlalu, tapi Azlan tak kunjung datang.

Malam ini juga sepertinya sedang tidak bersahabat, pasalnya sejak perginya tadi awan sudah tampak mendung, dan kini seolah akan memuntahkan air yang sejak tadi di tahannya.

20 menit berlalu, gerimis telah datang, semakin pama semakin deras, Biru bingung hendak berteduh di mana.

"Ah dingin banget," Biru memang tidak mengenakan jaket, hanya kaos hitam pendek yang melekat pada tubuhnya.

Jemarinya mengusap lengannya agar sedikit terasa hangat, namun nihil, dinginnya hujan malam ini sudah merasuk dalam tubuhnya. Badannya juga sudah menggigil.

Yang awalnya rintik-rintik hujan mengenai kepalanya, kini rintik-rintik itu tidak lagi mengenai kepalanya, Biru mendongakan kepalanya agar tahu apa yang terjadi.

"Azlan?" Lalu Biru berdiri dari posisi awalnya yang duduk.

Azlan menutup kepala Biru dengan jaket yang ia bawa.

"Ikut gue," Azlan menarik tangan Biru menuju mobilnya.

Setelah masuk ke mobil Azlan memberikan jaket kering pada Biru.

"Azlan ACnya jangan di nyalain, dingin," kemudian Azlan mematikan ACnya.

"Lo gila?"

"Kenapa?" Jawab Biru polos.

"Kenapa lo lakuin ini?"

"Gue udah bilang 'kan, kalo gue bakal nunggu sampe lo dateng," Biru mendekap dirinya sendiri.

"Kalo gue nggak dateng gimana?" Tanyanya ketus.

"Gue yakin kalo lo pasti dateng Azlan," Biru menggosok-gosok tangannya agar dinginnya sedikit berkurang.

Suara petir menyambar begitu keras, membuat Biru spontan memeluk Azlan dan menutup kedua telinganya.

Petir seolah tak ingin reda, kilatan-kilatan di langit juga mendominasi.

"Bunda, Biru takut," gumam Biru pelan, namun Azlan masih bisa mendengarnya.

Entah ada keberanian dari mana Azlan membalas pelukan Biru dan menutup telinga Biru.

Tubuh Biru mulai menggigil karena kedinginan, "gue anter pulang," ucap Azlan.

Biru tak bisa menerima tawaran Azlan begitu saja, bisa terbongkar kalau Azlan sampai tau dimana rumahnya.

"Nggak usah, gue bisa pulang sendiri kok,"

"Kalo lo nolak tawar ini, bisa jadi ini tawaran terakhir yang gue kasih ke elo," Biru bingung harus bagaimana, jika ia menolak tawaran Azlan bisa jadi Azlan tidak akan berbaik hati lagi padanya.

SCHICKSALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang