· 21 ·

1.4K 84 0
                                    

Sudah hampir seminggu berlalu sejak kejadian malam itu, dan selama itulah perubahan sikap Biru terjadi. Biru yang awalnya periang, rame, selalu banyak tingkah, kini berubah menjadi Biru dengan sosok pendiam dan banyak melamun.

2 hari setelah kejadian itu, Biru sama sekali enggan untuk keluar rumah, keluar kamar saja rasanya ia enggan. Waktunya di habiskan hanya untuk melamun menatap keluar jendela, atau tidak memainkan gitarnya tanpa rasa sama sekali, dan pernah sekali ia menghancurkan isi kamarnya.

Kini disinilah mereka, di rumah Langit, Aron dan Bimo sudah mengetahui semuanya, namun mereka diminta untuk tutup mulut, dan mereka menuruti permintaan Langit.

Saat mereka sedang sibuk mengobrol, saat itu juga terdengar suara berisik dari arah atas, tepatnya dari arah kamar Biru.
Prang!!!

"Lang? Suara apaan tuh?" Tanya Bimo.

"Kalian tunggu sini, biar gue yang cek," ujar Langit.

"Gue ikut," pinta Azlan, tanpa menunggu persetujuan Langit, ia mengekori Langit ke kamar Biru.

Saat di buka pintu kamar tersebut, pemandangan pertama kali yang terlihat adalah berantakan, sudah bisa dibilang seperti kapal pecah. Barang-barang yang semula ada diatas meja kini beralih tempat ke lantai dengan keadaan pecah, buku-buku yang harusnya tertata rapi kini juga berserakan di atas lantai, ranjangnya pun sudah berantakan, ada apa sebenarnya?

"Bi? Lo dimana?" Suara Langit pelan, ia dan Azlan bahkan tidak melihat Biru disana.

"Bi? Jangan bikin gue khawatir," Langit mencoba memanggil lagi, tapi tak ada sautan.

Saat Azlan mengedarkan pandangannya, ia melihat ujung kaki dari balik gorden kamar, ia berjalan pelan menuju gorden, kemudian di sibak pelan gorden itu nampaklah Biru dengan posisi terduduk dan wajahnya di tenggelamkan pada tekukan tangannya diatas lutut.

Azlan berjongkok dihadapan Biru, "Bi?" Dengan sangat hati-hati Azlan mengulurkan tangannya untuk meraih wajah Biru.

Biru mendongak, menatap Azlan dalam, "Gue takut," suaranya bergetar, serak akibat terlalu banyak menangis.

Dengan berani Azlan merentangkan tangannya, memberi ruang untuk memeluk Biru, saat berada di pelukannya, yang diucapkan gadis itu hanya kata 'Takut'.

Langit yang melihat itu kemudian perlahan keluar dari kamar Biru, ia tahu bahwa hanya Azlan yang akan membuatnya tenang. Keadaan seperti ini terulang kembali, Langit pikir dengan Biru pindah kesini dia akan bisa tak terjangkau oleh cowok brengsek itu, tapi pikiran Langit salah.

**

"Bi, lo mau ke kantin?" Ajak Billa, Biru hanya menangguk. 

Saat berjalan menuju kantin, tak sengaja ia berpapasan dengan Liel.

"Hi, Bi," Biru yang awalnya menunduk, kini kepalanya terangkat.

"Hi, Gam," Biru menjawab hanya karena menghargai sapaan cowok itu.

"Lo nggak papa?" Biru hanya mengacungkan jempolnya, sebagai tanda Ya I'm fine pada Liel.

"2 hari lagi ada lomba puisi, lo mau ikutan?" Biru menjawab hanya dengan memiringkan kepala, tanda bertanya.

"Lomba puisi, untuk memperingati hari ibu, gimana?" Tanya Liel lagi.

"Lo harus ikut Bi, lo 'kan paling jago buat puisi pasti lo menang deh, gue jamin," sepertinya Billa yang paling antusias.

"Gue pikirin dulu ya Gam,"

"Oke. Kalo lo mau lo tinggal kabarin gue aja ya," Biru mengangguk. Kemudian mereka berpisah.

SCHICKSALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang