04_Peluk

88 58 35
                                    

"Kemana Ki?" Tanya Yura yang mengikuti langkah Kia.

"Kita harus pergi ke sana." Kia berjalan dengan langkah cepat seakan-akan ia sudah tak sabar.

"Kemana?" Tanya Yura sambil menambah kecepatan langkah kakinya mengikuti langkah kaki Kia.

"Kemana lagi Ra? Kerumah Ajay lah!" Kata Kia lalu membalik kan badannya dan menatap Yura dengan kesal.

"Gila! Disana kan ada guru," kata Yura sambil membalas tatapan kesal Kia. Wajah Kia yang tadinya serius berubah menjadi wajah bodoh dan ceroboh nya seperti biasa.

"Oh iya juga." Kia memegang dagu nya sambil berpikir, mulutnya komat kami sambil memandangi kakinya yang mengetuk-ngetuk lantai.

Lima menit dia terus begitu, membuat Yura ingin memukul kepalanya nya dengan batu besar hingga otak tak berguna nya itu keluar. Yura menarik tangan Kia membawa kia kembali ke kelas, namun langkahnya terhenti saat Kia menahan.

"Kita liatin dari jauh aja," kata Kia Membuat Yura makin kesal.

"dasar bodoh!" Kia mengetuk kepalanya pelan.

"Oke, gini aja. Kita pulang ganti baju baru kesana," Akal nya yang sedikit berguna itu pun keluar.

"Tapi kan tetap aja ketahuan muka kita," kata Yura sambil menatap Kia dengan ragu.

"Pake kacamata lah bego!" Ucap Kia yang mulai kesal.

Kami berjalan hingga tiba di gerbang.

"Ki, ada satpam," kata Yura putus asa. Kia tersenyum miring seolah-olah sedang merencanakan sesuatu. Kia berjalan ke arah pos satpam.

Brugh!!
Kia menjatuhkan badannya seolah-olah pingsan, membuat satpam panik dan keluar dari posnya. Yura yang melihat itu pun langsung menangkap apa yang sedang Kia rencanakan. Yura berlari ke arah Kia dan berjongkok mengangkat badan Kia sedikit.

"Ini teman kamu dik?" Tanya satpam itu panik.

"Iya pak, tadi saya mau ijin pulang soalnya dia bilang pusing. Tau-tau baru di sini udah pingsan," Kata Yura sambil memasang raut wajah panik dan menepuk pipi Kia dengan keras hingga merah. Namun Kia tak ada pergerakan.

'Tahan juga kamu,' ucap Yura dalam hati sambil terkekeh. Kia pun mulai membuka mata nya perlahan, seolah-olah kepalanya masih pusing.

"Pak temen saya udah sadar nih, saya bawa dia pulang ya pak," kata Yura sambil membantu Kia bangkit, lalu merangkulnya.

"Iya udah bawa sana cepat, nanti malah pingsan lagi. Repot urusannya kalau gitu mah," Satpam itu panik dan langsung berlari ke gerbang lalu membukanya dengan cepat.

'Maaf pak,' ucap Yura dalam hati sambil terkekeh.

"Kurang ajar!" Ucap Kia pelan, sambil memasang wajah kesal karena Yura menepuk pipi nya dengan keras. Yura hanya terkekeh melihat Kia yang tampak kesakitan sambil memegang pipinya.

~
Yura turun dari tangga kamarnya dan membuka pintu utama.

"Yuk," ajak Kia yang memakai baju serba hitam dan kain hitam dikepalanya, tak lupa dengan kacamata badai nya itu.

Yura pun sama sepertinya, terutama kacamata mereka yang sangat mirip. Karena mereka membeli kacamata itu bersamaan dan sengaja menyamakannya.

Yura dan Kia turun dari motor yang mereka parkir tepat didepan rumah Ajay. Yura dan Kia masuk perlahan-lahan, dan Yura langsung bergegas ke arah Ajay yang duduk sendirian disamping jenazah ibu nya.

'Kesempatan!' Itulah yang ada di benak Yura. Yura duduk tepat di sebelah Ajay, Kia pun turut duduk di samping Yura.

Yura melihat kearah Ajay, yang diam membisu dengan hidungnya yang merah. Sesekali air mata nya jatuh ke pipi, Kia mengeluarkan tisu kecil dari kantong nya. Diberikan nya kepada Yura, Yura menatap tisu itu seolah ragu untuk memberikannya kepada Ajay.

Kia menyenggol lengan Yura dengan siku tajamnya itu, Yura menjerit pelan karena kesakitan, membuat guru dan orang yang ada di dalam rumah itu melihat kearah mereka berdua. Dengan santai Kia tersenyum kearah guru-guru dan menganggukan kepalanya beberapa kali.

Karena Yura tak bergerak sama sekali, Kia pun menyenggol Yura lagi. Yura dengan ragu-ragu menyodorkan tisu itu kepada Ajay, membuat Ajay menatapnya datar dengan air mata yang sesekali terjatuh.

Yura diam mematung, hingga ia sedikit terkejut saat tatapan Ajay berubah menjadi tatapan sendu. Tangan Yura bergetar, ntah apa yang membuatnya ingin memeluk Ajay.

Tanpa sadar Yura beranjak dari duduknya mendekati Ajay yang masih menatapnya sendu, kini Yura benar-benar dekat dengan Ajay, Yura bisa melihat wajah tampan Ajay dari dekat. Ia hapus air mata Ajay perlahan dengan jari tangannya, tak ia peduli kan tisu yang sedari tadi lepas dari tangannya, saat ini yang ia inginkan hanya lah menyentuh wajah Ajay dengan tangannya.

Semakin Yura berusaha menghapus air mata Ajay, semakin banyak air mata Ajay yang berjatuhan. Tubuh Ajay bergetar, tatapan matanya semakin membuat Yura ingin memeluknya.

Tanpa sadar Yura pun terbawa dengan perasaannya itu, ia memeluk Ajay dengan erat, membuatnya bisa merasakan tubuh Ajay yang bergetar hebat akibat tangisan Ajay yang mulai pecah.

Air mata Yura pun mulai jatuh juga, seolah-olah ia merasakan sakit yang Ajay rasakan. Suara Isak tangis Ajay yang pelan itu terdengar di telinga Yura, membuat Yura tak kuasa menahan tangisnya.

Tubuh Yura ikut bergetar, namun ia tahan. 'Aku tak boleh menangis, aku harus kuat di saat dia sedang rapuh,' Ucap Yura dalam hati.

Kia kaget dengan keadaan itu, dia benar-benar tak menyangka Yura akan senekat itu. Orang-orang yang berada disekitar mereka pun nampak biasa saja, mereka mengira Yura dan Kia adalah kerabat Ajay.

Lama Yura memeluk Ajay, hingga tubuh nya tak bergetar lagi. Yura melepaskan pelukan itu dan menatap Ajay sejenak. Air mata Ajay mulai berhenti, dan Yura mulai tersadar atas apa yang ia perbuat.

Yura segera kembali duduk ditempatnya, ia lemas, jantungnya berdegup kencang, panik melanda dirinya. Yura pegang tangan Kia, dan Kia merasakan tangan Yura yang amat dingin itu. Kia memegang bahu Yura dan mengangguk seolah mengatakan tak apa, kau telah melakukan hal yang benar.

~
Yura berjalan pelan mengikuti langkah orang-orang yang membawa keranda ibu Ajay. Yura pandangi dari belakang, Ajay yang tampak berjalan dengan lesu mengangkat keranda ibu nya. Yura kembali merasakan perih di hati, dan teringat dengan kejadian tadi saat ia memeluk Ajay. Pipi Yura tampak merah memerah, sesekali ia tersenyum kecil.

Kia menyenggol lengan Yura lagi, kali ini dia melotot pada Yura. Yura balik melotot kepada Kia sambil mengerutkan dahi.

Kia pun mendekatkan mulutnya di telinga Yura, "orang lagi sedih, kamu malah senyum-senyum!" Kata Kia pelan. sontak Yura sadar kalau orang akan menganggapnya aneh karena tersenyum sendiri disaat ada orang meninggal.

Yura menggeleng-gelengkan kepalanya agar pikirannya buyar, dan ia kembali melihat ke arah Ajay. Setiba mereka di liang lahat, penguburan pun di langsung kan. Yura kembali mendekati Ajay yang berdiri sendirian dengan air mata yang mengalir deras, Yura memegang bahu Ajay saat ia berada tepat disampingnya.

Ajay tak bergerak tatapan matanya masih tertuju kepada jenazah ibu nya yang mulai di tutupi papan. Hingga akhirnya liang lahat mulai ditutupi oleh tanah, badan Ajay bergetar hebat lagi, Isak tangisnya terdengar nyaring. Badannya seperti hendak rebah dan Yura pun segera memegang tangan Ajay, Ajay menatap Yura dengan tatapan sendu nya lagi bahkan lebih sendu dari yang sebelumnya.

Tetes demi tetes jatuh kepipi Ajay, saat ia menatap Yura. Membuat hati Yura terenyuh, kali ini dengan sadar Yura menghapus air mata Ajay. Yura melepas kacamatanya, dan Ajay mengeluarkan kata-kata yang membuat Yura sedikit terkejut. "aku tau itu kau," ucap nya disela-sela isak tangis.

In a Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang