Sepulang sekolah Yura dan Kia singgah di toko roti, mereka membeli beberapa roti disana lalu melanjutkan perjalanan. Mereka hendak kerumah Kia, sudah dua Minggu ini Yura tidak bertemu wanita yang sudah seperti mama nya sendiri.
"Ma." Kia masuk kedalam rumah sambil memanggil mama nya, Yura pun ikut masuk.
Mama Kia keluar dari kamar dengan rambut nya yang basah. "Yura!" Mama Kia memekik senang saat melihat Yura datang, Kia cemberut melihat mama nya lebih bahagia melihat anak orang.
Mama Kia terkekeh melihat wajah Kia, "cup- cup- anak mama yang cemburuan," Ucap mama nya, lalu membelai lembut rambut Kia yang panjang.
Yura merasa Kia sangat beruntung punya mama yang sangat baik dan menyayangi nya, Yura pandangi kedua wanita yang saling menyayangi itu, terlihat wajah bahagia disana.
Kia yang menyadari Yura yang sedang termenung menatap mereka pun segera, meminta mama nya membelai rambut Yura juga.
"Udah ah ma, belai Yura aja sana. Dia kangen mama tuh, aku mau ke WC dulu." Kia berlari menjauhi Yura dan mama nya.
Yura kenal sekali dengan sikap penipu Kia itu. Kia sangat tulus padanya, Kia adalah wanita yang memiliki hati mulia yang pernah Yura temukan.
Mama Kia memeluk Yura dengan erat, membelai rambut Yura dengan perlahan dan mengecup kepala Yura beberapa kali. Kasih sayang nya tersalurkan pada Yura, tanpa sadar Yura pun menitikkan air mata. Mama Kia melepas pelukannya dan Yura segera menghapus air mata nya itu.
"Yuk, makan. Pasti kamu belum makan," Ajak mama Kia, mereka pun pergi ke ruang makan.
Berbagai hidangan nikmat ada di meja makan, seperti sedang menunggu untuk dilahap. Mama Kia sangat perhatian, ia memasak makanan ini pasti untuk anak semata wayangnya itu.
Yura duduk di kursi berhadapan dengan mama Kia. "Ki, ayok makan nak," panggil mama Kia, Yura merasa iri dan perih di hati.
Panggilan yang sangat Yura rindukan dari mama nya, panggilan yang sudah lama hilang dari hidup nya.
Mama Kia tersenyum ke arah Yura yang sedang melamun, ia paham apa yang sedang Yura rasakan, ia sama seperti Kia, cepat menilai suatu kondisi. Dituangkannya makanan ke piring Yura, lalu di sodorkannya kepada Yura.
"Makan yang banyak, Nak." Mama Kia tersenyum kepada Yura lalu menuangkan makanan ke piring Kia yang belum datang.
"Terimakasih," ucap Yura dengan tulus.
"Untuk apa? Untuk makanan yang ku tuang kan?" Tanya mama Kia.
"ayolah Yura. Seorang anak tidak perlu berterimakasih kepada ibu nya. Aku adalah ibu mu, sudah tugas ku menuangkan makanan kedalam piring putri yang ku sayangi," Ucap mama Kia dengan tulus.
Yura menitikkan air mata, ia merasa terharu merdengar perkataan mama Kia. Mama Kia telah menganggap nya anak, dan ia sangat senang.
Kia sedari tadi sebenarnya sudah turun kebawah, namun ia menghentikan langkahnya saat melihat Yura dan mama nya sedang berbicara dengan haru. Kia tersenyum melihat moment itu, ia bahagia melihat Yura di perlakukan oleh mama nya layak anak sendiri.
Setelah mama Kia selesai memeluk Yura yang menangis, Kia pun menghampiri mereka. Ia duduk dan segera makan seolah-olah tak tau apa yang terjadi. Padahal nampak jelas mata Yura yang sembab.
"Terimakasih, Ma," ucap Kia, mama nya lalu menoleh ke arah nya.
"kenapa? Apa mama mau bilang kalau menuangkan makanan adalah tugas mama untuk putri yang mama sayangi?" Tanya Kia membuat mama nya heran, ia tau benar bahwa dia tak pernah mengucapkan kalimat itu kepada Kia.
Yura yang mendengar ucapan Kia pun melihat Kia dengan fokus, ia tak menyangka bahwa perkataan yang di ucapkan kepada anak kandung akan di ucapkan kepada anak orang lain.
"Ayolah ma, aku sudah bosan mendengarnya. Makan lah, aku hanya berterimakasih sebagai ucapan sayang dari putri yang menyayangi mu." Lanjut Kia lalu melahap makanan nya, perkataan nya itu seolah-olah sedang mewakili apa yang ingin Yura sampaikan pada mama Kia.
Mama Kia tersenyum tipis, ia tau benar anaknya itu telah menguping pembicaraan nya dengan Yura.
"Anak pintar." Mama Kia terkekeh, Kia hanya tersenyum tipis mendengar ucapan mama nya.
Yura pun ikut tersenyum padahal ia sebenarnya tak tau apa arti senyum mereka itu. Kia dan mama nya benar-benar cerdik dalam membuat Yura bahagia. Apapun caranya akan mereka lakukan, agar melihat senyum dibibir Yura.
Selesai makan mama Kia pamit, ia akan pergi ke kerumah paman dan bibi Kia untuk menginap, karena anak paman dan bibi kia akan menikah besok.
"Da- ma." Kia melambaikan tangannya, Yura pun turut melambaikan tangan, mama Kia tersenyum sambil menatap Yura lalu menatap Kia.
Karena hari sudah senja, Yura segera mandi lalu menunaikan sholat magrib bersama Kia. Setelah sholat mereka kembali kerumah Yura untuk mengambil seragam sekolah hari Selasa, lalu berpamitan dengan papa Yura yang baru pulang dari kantor dan mereka segera kembali ke rumah Kia.
Jam menunjukkan pukul sembilan malam, Yura berbaring melihat Kia yang sedang menyusun buku yang habis mereka pelajari tadi. Kia duduk di samping Yura, di rapikan nya seprai lalu ikut berbaring bersama Yura. Mereka berdua sama-sama diam membisu, menatap langit-langit kamar Kia. Mereka sibuk dengan pikiran mereka sendiri.
"Ki, aku benar-benar suka sama Ajay." Yura masih menatap langit kamar Kia saat mengatakannya.
"Bagaimana dengan mu? Apa kamu sudah jatuh cinta?" Tanya Yura dan masih setia menatap langit kamar Kia. Kia diam sejenak lalu menutup mata nya.
"Sudah," Jawab Kia pelan. sontak itu membuat Yura kaget. Ia melihat kearah Kia yang terpejam.
"Siapa? Baru saja? Atau sudah lama?" Tanya Yura bertubi-tubi, bagaimana tidak, sahabat nya yang tak punya kisah percintaan itu akhirnya akan memiliki kisah cinta.
"Ya. baru kemarin," Katanya. Kia masih menutup mata nya.
"siapa dia? Siapa lelaki yang membuat kau jatuh cinta?" Tanya Yura antusias.
"Sega," Ucap Kia pelan, Yura tertegun mendengar jawaban Kia.
"Se-sega?" Tanya Yura tak menyangka, ntah mengapa ia merasa bersalah telah menceritakan cerita cinta nya dengan Sega kepada Kia.
"Kau marah?" Tanya Kia lalu membuka mata nya dan melihat ke arah Yura yang menatap nya dalam.
Yura menggeleng lalu tersenyum, "bagaimana aku bisa menyukai dua orang lelaki secara bersamaan," ucap nya lirih dengan senyum kecil di bibir.
"Benarkah? Aku takut mengatakan ini. Tapi aku sungguh menyukai nya." Kia mengakui perasaannya dengan jujur.
"dia milik mu Ki, dan Ajay, dia akan segera menjadi milikku juga." Yura tersenyum bangga beberapa detik lalu senyum itu layu, saat mengingat perkataan Ajay.
"Itu urusan mu." Terngiang kata-kata itu ditelinga nya. Namun seketika buyar saat Kia memeluk nya dengan erat.
"maafkan aku Ra," Kata Kia lirih, Yura mengelus rambut Kia yang panjang itu.
"Tak perlu minta maaf, kau tau sendiri aku tak mencintai nya. Kau sudah melakukan hal yang benar Ki, karena mengatakan hal ini lebih awal." Yura menirukan Kia yang sering mengeluarkan kata-kata bijaknya saat ia diposisi Kia.
Kia semakin memeluk Yura dengan erat sambil mengembangkan senyum di bibirnya, hingga kantuk mereka pun datang lalu mereka tertidur lelap.