"Wah! Hari ini mengerikan sekali," kata Yura dengan antusias. Sementara itu, Kia yang berada di sampingnya hanya diam, matanya menatap langit-langit kamar mereka.
"Aku belum pernah bertemu orang seperti itu. Kamu tau, ibu Sega seperti memiliki kepribadian ganda." Yura bangkit dari baringnya.
"Disatu sisi dia sangat lembut dan anggun, disisi lain dia memiliki ketegasan yang melebihi laki-laki." Yura masih dengan antusias membicarakan ibu Sega meskipun Kia tak menjawab.
"Bulu ku langsung berdiri setiap kali aku membahas tentang dia. Wanita yang luar biasa, she is my idol!" Yura membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Kia yang menatapnya dengan datar.
"Aku harus bagaimana?" Tanya Kia dengan putus asa.
"Aku pikir ibu Sega, akan berbicara santai padaku mengenai itu. Ternyata dia begitu mendesak ku." Kia menutup matanya dengan kedua telapak tangannya. Seakan ia tak mampu lagi melihat terangnya dunia.
"Kau mencintainya?" Tanya Yura dengan nada bicara yang sudah lama tak Kia dengar. Nada bicara yang siapapun mendengarnya, tau bahwa yang mengatakan kalimat itu sedang berbicara dengan ketulusan.
"Tentu saja aku mencintainya," jawab Kia sedikit lama.
"Kau ingin menua dengannya?" Tanya Yura lagi masih dengan nada bicara yang sama.
"Iya, lebih dari ingin." Kia memberikan seutas senyum kecil penuh ketulusan.
"Kalau begitu lakukanlah. Tidak ada alasan untuk tidak melakukannya. Mintalah restu pada orang tua kita." Yura tersenyum.
Kata-kata yang ia ucapkan tadi sedikit menyesakkan dadanya. Kata-kata yang tak seharusnya ia ucapkan kepada orang lain. Karena, dirinya pun sedang bingung dengan percintaannya sendiri.
' ia mencintainya. Ia ingin menua dengannya, lebih dari ingin. Namun keadaan menahan dirinya, mengikat tangan dan kakinya, Menutup mulutnya, namun membiarkan matanya terus terbuka. Agar matanya melihat apa-apa yang mampu membuat dirinya terluka dan menangis. Keadaan sekejam itu padanya. '
"Baiklah, tapi aku harus bicarakan ini dengan Sega." Kia langsung merogoh ponselnya dan menghubungi Sega via WhatsApp.
•
•
•
Waktu menunjukkan pukul empat sore, sudah saatnya Ajay merenggangkan otot-otot punggung nya. Ajay merapikan dasinya sebelum ia keluar ruangan.
Suara langkah kakinya yg menggema diruangan sepi itu, membuat sekertaris dan security nya ikut melangkah keluar pintu.
Kala Ajay keluar dari ruangan, kedua manusia yang menjadi teman kerja nya itu sudah berdiri dengan rapi di depan pintu, membungkuk memberi hormat.
"Ya, ayok kita pulang." Ajay melangkah duluan dengan santai, tak ada keangkuhan sedikit pun pada dirinya bahkan di depan bawahannya sekalipun.
Kenan dan Mei Lie saling menatap, lalu buyar kala Mei Lie mengeluarkan cengiran imutnya lalu berjalan lebih dulu meninggalkan Kenan yang terpana.
Ntah Mei Lie benar-benar tidak peka atau ia hanya pura-pura tidak tau bahwa Kenan begitu mengagumi kecantikannya. Bahkan, mungkin mencintainya.
*
Pintu lift menutup, suasana hening padahal ada tiga ciptaan tuhan di dalam lift tersebut. Semuanya adalah patung. Patung manusia yang sibuk dengan pikiran dan masalahnya masing-masing.