Undangan Pernikahan

22 0 0
                                    

Raut wajah ayah Kia dan Yura benar-benar serius. Ia menatap Sega dengan penuh keseriusan, seakan-akan ia tengah bertanya 'mampu kah kau membahagiakan anakku? Sanggupkah kau menjaga kepercayaannya? Bisa kah kau tak membuatnya menangis sama sekali?'.

Sega berdehem sambil membenarkan posisi duduknya, membalas tatapan ayah Kia lalu bertanya, "bolehkah om?".

Kali kedua Sega bertanya, ayah Kia masih dengan ekspresi yang sama dan tak bergerak sedikitpun.

Ibu memecahkan ketegangan dengan tawa kecilnya. "Sabar ya, om lagi berpikir. Kamu ini sepertinya ngebet ya ingin menikahi Kia," canda ibu.

Sega tersenyum malu, pipi nya memerah. Ia tak bisa menyembunyikan itu. Betapa ia sangat ingin memiliki kia sepenuhnya.

"Apa yang bisa kamu berikan?" Tanya ayah tiba-tiba. Kia sedikit syok dengan pertanyaan ayah yang matre.

"Segalanya yang om minta," jawab Sega dengan cepat dan yakin, seolah menantang ayah Kia bahwa ia tak kan kalah dalam tawar menawar ini.

"Saya minta seratus miliar ... Tidak, tidak ... Lebih dari itu."

"Ayah itu terlalu ... " Ucapan Kia terputus.

"Jika dia tak bisa menyanggupinya maka lupakanlah keinginan kalian," tegas ayah.

Sega mengulurkan tangannya dengan cepat dan yakin. "Apapun itu, saya setuju."

"Berikan kebahagiaan kepada putri saya. Tidak miliaran, lebih dari itu. Sepenuh dunia ini, beserta langitnya." Senyum ayah mengembang.

Sega terkekeh. "Ayolah ayah. Aku pikir aku akan bangkrut dalam sekejap."

"Jika kamu bangkrut kenapa kamu menerimanya nak?" Tanya ayah dengan tawa kecil.

"Tak apa jika aku bangkrut, asalkan bersama Kia, Aku pasti bisa berjaya lagi. Dia adalah kekuatan dan semangat ku." Sega mengucapkannya dengan tulus, sangat-sangat tulus.

"Oh ayolah ... Hargai aku," canda Yura.

"Carilah kekasih, Yura. Ayah menantikannya," ucap ayah dengan tawa.

"Baiklah! Tunggu saja. Setelah ini ayah tidak bisa meledek ku lagi, oke!" Ujar Yura membuat seisi ruangan tertawa.

Begitulah, hari menegangkan yang cair dengan gelak tawa, manusia-manusia bahagia.

Sega terus menggandeng tangan Kia, seakan-akan enggan untuk lepas barang sekejap. Mereka menelusuri jalan yang ramai dengan membawa beberapa undangan pertunangan mereka.

Lalu, Sega mengiring Kia untuk berjalan ke perusahaan yang berada di sekitar situ.

"Kenan!" Panggil Sega, ketika melihat security kaku itu hendak memasuki perusahaan. Hanya dengan melihat punggung Kenan saja, Sega sudah mengenalinya.

Kenan membalik badannya dan tersenyum Pepsodent menampakkan gigi putih bersih miliknya.

"Wah, wah ... Lihat, siapa ini!?" Ucap Kenan sambil berjalan kearah Sega, teman baiknya.

Sega mengangkat undangan itu sebahu dan menampakkan bagian depan dari undangan itu.

"Terimakasih sudah mengingatku, kawan." Kenan tersenyum lalu memeluk Sega yang juga menampakkan senyum paling bahagia di dunia.

"Jangan sampai kau tidak datang ya! Aku akan benar-benar memusuhimu," kata Sega sambil menepuk bahu Kenan.

Teman dekatnya itu sangat jarang bertemu dengannya, Kenan sering kali tidak menepati janji kala mereka akan bertemu. Kenan si manusia yang sangat bertanggung jawab tidak punya hal yang lebih penting selain pekerjaan.

Tak lama Ajay dan Faris pun datang, mobil hitam perusahaan itu parkir tepat di belakang Sega dan Kia.

Kenan pun segera menghampiri mobil tersebut dan membukakan pintu. Sementara itu Kia dan Sega ikut berbalik melihat Kenan yang cekatan.

"Hey ... Tidak perlu membukakan pintu untukku, aku punya tangan. Santai saja," ucap Ajay sambil keluar dari mobil.

Melihat laki-laki tampan itu, Sega dan Kia sedikit syok, begitu juga Ajay yang menyadari keberadaan Kia dan Sega yang sedari tadi memperhatikannya.

Ajay membenarkan posisi berdirinya yang tadinya kaku, ia mencoba serileks mungkin. Kedua tangannya masuk ke dalam kantong celana nya, mencoba mengisyaratkan betapa santainya ia.

Tatapan mata yang sedikit sendu namun tajam dan senyum tipis yang sebenarnya sangat kaku untuk dilengkungkan, sangat menggambarkan suasana hati Ajay yang sebenarnya.

Sedih, kekecawaan dan sedikit kaget dengan pertemuan ini. Itulah yang Ajay rasakan.

"Lama tak bertemu. Apa kabar?" Tanya Kia dengan suara yang penuh keraguan tapi ingin.

"Seperti yang kamu liat," jawab Ajay dengan senyum palsunya.

Ajay berjalan ke arah Kia, sementara itu Kia tersenyum menanti Ajay. Entah mengapa rasanya ini membahagiakan sekali, sosok yang ditunggu kedatangannya oleh Kia untuk kakak nya telah tiba.

"Selamat datang kembali Ajay," kita mengulurkan tangannya saat Ajay selangkah lagi tepat dihadapannya.

"Terimakasih." Ajay tersenyum kecil.

"Jadi, apa yang membuat kalian kesini? Ada yang bisa saya bantu?" Tanya aja sambil melihat sekilas ke arah Sega yang sedari tadi bungkam.

"Kami kesini untuk bertemu Kenan, kami mengundangnya untuk datang ke acara pernikahan kami Minggu depan." Kia tersenyum sambil mengucapkannya, raut wajah bahagia itu tak dapat ia sembunyikan.

"Oh! Kalau begitu, selamat ya," Ajay mengulurkan tangannya kepada Kia.

Kia menyambut tangan Ajay dengan suka cita, lalu tangan Ajay beralih kepada Sega namun Sega menolak uluran tangan Ajay.

"Simpan uluran dan ucapan selamat itu untuk nanti. Aku mengharapkan kedatanganmu," ucap Sega yang berusaha santai menutupi kecanggungannya.

Ajay tersenyum sambil menghela nafas berat.

"Aku tak yakin akan hal itu," ucap Ajay dengan senyum yang dipendam.

"Jangan kecewakan aku," Sega melirih. Ucapan itu keluar dengan segenap jiwa dan raga.

"Sampai jumpa di hari pernikahan ku, Kenan, Ajay!" Ucap Sega sambil menarik tangan Kia dengan cepat ke arah mobil. Sega buru-buru kabur sebelum mendengar penolakan Ajay lagi.

Ajay tertawa kecil, sedikit senang, lebih banyak sedih dan sebagian besar adalah rasa takut bertemu Yura.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

In a Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang