Setelah Ajay selesai mandi, terdengar suara ketukan pintu dari luar dengan suara wanita yang memberitahukan makan malam sudah siap.
"Baiklah, sebentar lagi saya selesai," sahut Ajay dari dalam sambil memakai pakaiannya.
Ajay membuka pintu kamarnya dan nampak seorang pelayan wanita menunggunya.
Tanpa basa-basi Ajay mengikuti pelayanan tersebut yang memasuki lift. Ajay diam di belakangnya sambil melihat kearah langit-langit lift, terlihat cctv di empat sudut langit lift tersebut.
Lift pun terbuka, kini Ajay diajak ke lantai tiga. Terlihat ruangan ini penuh dengan nuansa hijau, dinding kaca tebal tanpa tirai menampakkan pemandangan luar yang indah.
Halaman rumah yang penuh dengan pencahayaan lampu, sisi samping kiri rumah terdapat taman luas yang indah dipenuhi bunga warna-warni.
Di samping kanan terdapat teras luas dengan kolam renang yang besar. Ajay mempercepat langkahnya mengikuti pelayan tersebut.
Hingga sampai di suatu ruangan yang tampak klasik, itu adalah ruang makan. Lampu berwarna oren menerangi ruangan itu, dan dua orang telah menanti di meja makan yang penuh dengan makanan yang terbilang mahal.
"Duduklah," suruh lelaki yang menolong Ajay tadi.
Ajay pun duduk sambil memberi senyum serta hormat kepada lelaki itu dan kepada wanita yang menurut Ajay adalah istri lelaki tersebut.
"Makanlah, anggap saja rumah sendiri." Lelaki itu mendorong sedikit beberapa makanan kearah Ajay.
Ajay dengan sungkan mulai mengaut makanan secara perlahan-lahan, bagaimanapun ia berusaha menolak di dalam hatinya, tetap saja rasa lapar mengalahkannya.
"Jadi, apa tujuan mu kesini?" tanya lelaki itu.
"Tidak ada," jawab Ajay singkat dengan penuh kesedihan.
"Hey bung, kau tampak sedih. Ada apa?" tanya lelaku itu lagi membuat Ajay sedikit kaget.
"Kenapa? Apa aku terlalu tua untuk memanggilmu bung?" tanya lelaki itu lagi yang sadar kalau Ajay kaget dengan panggilannya.
Ajay menggeleng cepat. "Tidak, aku hanya ... Aku tidak tau harus memanggil mu apa jika kamu memanggilku bung."
"Hahaha ... Kau berpikir bahwa tidak sopan jika kau membalas panggilanku dengan bung juga?" lelaki itu tertawa membuat beberapa beberapa kerut di ujung matanya.
Sementara Ajay tersenyum dan mengangguk sambil memperhatikan wajah lelaki itu.
"Kalau begitu kau boleh memanggilku Ayah. Bagiku hanya itu panggilan yang sopan untukku," katanya dengan senyum kecil. Istrinya pun ikut tersenyum.
"Ohya, perkenalkan dia istriku. Davia Willson. Wanita dengan senyum manis yang langka, kau tau kenapa senyum manisnya langka?" tanya lelaki itu.
Ajay menggeleng perlahan. "Karena kami tidak punya anak dan itu membuatnya sulit tersenyum. Jadi apakah kau bersedia membuat dia selalu tersenyum?" tanya lelaki itu, terlihat di matanya terpancar harapan mendalam.
Ajay terdiam menatap mata lelaki itu. "Tidak perlu dijawab sekarang, aku tau ini terlalu cepat. Oh ya, perkenalkan aku David Willson." Lelaki itu mengulurkan tangan untuk berjabat.
"Saya Ajay Saputra," balas Ajay sambil menjabat tangan Tuan Willson.
•
•
•
•