Aiza membuka kedua matanya secara perlahan dan merasa silau oleh cahaya lampu di plafon ketika dirinya mulai mengumpulkan kesadarannya. Aiza pun mengusap salah satu matanya dan meringis ketika merasakan kesakitan di punggung tangannya.
Aiza meringis saat mengetahui ada jarum infus terpasang disana. Sekarang Aiza mulai sadar. Dia berada di ruang rawat inap rumah sakit yang sunyi dan dingin ditambah dengan aroma obat-obatan yang menyeruak di penciumannya.
"Jangan terlalu banyak bergerak." cegah seorang wanita yang ternyata adalah Reva.
"Reva?"
"Kamu pasti bertanya apa yang sebenarnya terjadi sehingga kamu berada disinikan?" tebak Reva lagi sambil membantu Aiza untuk duduk kemudian menaruh bantal di punggungnya untuk bersandar di bed head brankar pasien.
Aiza menatap Reva yang kini berada di sampingnya dengan kebingungan sementara rasa pusing dan perutnya terasa melilit. Reva menghela napasnya.
"Tadi siang kamu pingsan. Tepatnya setelah mata kuliahmu berakhir."
"Pingsan?"
Reva mengangguk. "Pasti karena semalam kamu pulang telat. Jangan ditanya kenapa aku tahu, karena semalam aku melewati kamarmu dan lampunya tidak menyala hingga pukul 22.00 malam. Semalam kamu kemana Za?"
Aiza tidak ingin menjawab. Ia tidak ingin sesuatu yang tidak terlalu penting untuk dibicarakan bahkan membuat Aiza membuka mulut.
Aiza memilih untuk kembali merebahkan tubuhnya dengan pelan sebagai alasan yang tepat saat ini.
Reva yang sudah mengetahui karakter teman sebelah kostnya yang pendiam itu memilih pasrah dan tidak ingin menanyakan lagi."Aku akan memanggil Suster diluar untuk memeriksa keadaanmu sekarang."
Aiza hanya diam dan menurut ketika Reva kembali membantunya untuk berbaring terlentang sambil menyelimutinya sebatas perut.
Rasa lelah ditubuhnya membuat Aiza ingin segera kembali memejamkan kedua matanya dan berharap setidaknya rasa lelah itu akan hilang dengan sendirinya.
"Kamu harus bersyukur. Pak Arvino yang membawamu kemari."
Seketika Aiza membuka kedua matanya dan jantung Aiza berdebar hanya karena mendengar nama Arvino, Dosen beriris biru yang sudah mengalihkan perhatiannya. Hal yang tidak terpikirkan olehnya sejak tadi bahkan menanyakannya pada Reva siapa yang sudah menolongnya dan membawanya kemari.
"Awalnya aku tidak tahu sama sekali dan memilih keluar kelas begitu Dosenku tidak hadir. Tapi karena tadi siang aku melihatnya menggendong tubuhmu dengan tatapan khawatir. Aku mengikutinya sampai kemari dan dia menyuruhku menjagamu."
Kepala Aiza mendadak pening. Padahal ia harus mengistirahatkan tubuhnya yang lelah. Kepalanya saja masih terasa pusing begitupun dengan rasa sakit di perutnya, lalu sekarang? jantungnya kembali berdebar tidak karuan.
"Jangan bilang saat ini kamu gugup?" suara Reva kembali terdengar.
"Itu tidak benar." sangkal Aiza dan memilih berbaring kesamping memunggungi Reva. Reva sudah berdiri diambang pintu. Sedangkan Aiza kini berusaha menutupi kebohongannya.
"Hanya perasaanmu saja."
"Benarkah?" Reva mengerutkan dahinya seolah-olah tidak percaya. "Terserah deh. Barusan aku liat pipimu merona merah. Tidak mungkinkan saat ini kamu memakai blush on dibalik wajahmu yang pucat karena sakit?"
Hanya keheningan beberapa detik sampai akhirnya terdengar suara pintu yang tertutup ketika Reva memilih pergi dari sana untuk memanggil suster.
"Ya Allah, kenapa nama Dosen Arvino terus membayang di pikiranku? Hamba takut Allah tidak meridhoinya." Lirih Aiza pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintaimu Dalam Diam
RomanceKetika dirinya mulai memasuki bangku perkuliahan, disitulah jatuh cinta mulai terukir di hatinya. Aiza Shakila, seorang wanita berusia 18 tahun yang memiliki sifat pendiam dan suka menyendiri namun menyukai Arvino Azka, Seorang Dosen yang tampan, an...