"Maaf permisi ya Pak." Devian mulai memeriksa Roni begitu pria paruh baya itu berbaring terlentang di atas brankar pasien. Sementara Adila, wanita itu berdiri di belakang Devian sambil menautkan jari-jarinya dengan perasaan cemas.Devian dengan seksama dan serius mulai memeriksa ayah Adila. Di mulai dari menempelkan stetoskopnya di bagian perut dan jantung.
"Bapak ada pusing?"
Roni mengangguk. "Iya Dok. Kepala saya pusing."
"Sejak kapan Pak?"
"Mulai tadi malam."
Devian beralih membantu Roni dengan posisi duduk lalu memeriksa tekanan darah Roni yang cukup tinggi menggunakan alat tensi.
Devian tersenyum ramah. "Bapak ada makan pantangan lagi ya?"
Roni memasang raut wajah cengir dan memegang tengkuk lehernya. "Em ya habisnya gimana ya dok. Niatnya sih sesekali. Lama gak makan daging."
"Tapi ayah jadi sakitkan? Adila gak suka ayah begitu. Pokoknya gak boleh lagi makan daging." kesal Adila dan Devian menoleh kearahnya sambil tersenyum kecil dan Adila mengalihkan tatapannya kelain. Menghindari senyum Devian yang begitu manis.
"Sabar ya mbak. Orang tua kalau lagi dilarang makan pantangan memang gitu. Kadang sedikit banyaknya melanggar."
"Iya bener apa kata dokter. Dokter aja pengertian. Masa kamu sebagai anak ayah tidak pengertian?" cecar Roni.
Devian terkekeh geli. Ia sudah selesai memeriksa Roni dan Adila beralih membantu ayahnya untuk duduk berhadapan dengan Devian.
"Putri bapak ini sedikit cerewet ya?" goda Devian.
Roni merangkul bahu. "Iya Dok. Gini-gini putri saya satu-satunya."
Adila menghela napasnya. Rasanya ia ingin segera pergi dari sana begitu Devian selesai memeriksa kondisi Ayahnya.
"Tapi putri saya tadi terkejut melihat dokter sewaktu masuk keruangan sini. Kalian saling kenal?"
"Ayah-"
"Bukan saling kenal lagi pak. Tapi saling suka." potong Devian lebih cepat.
Adila panik. "Ayah. Kita harus pulang ya. Ini sudah malam-"
"Kok kamu gak cerita sama bapak kalau selama ini punya kenalan dokter?" Roni merasa tidak terima bahkan tidak memberikan waktu buat putri nya menjelaskan. "Kalian sedang pedekate?"
"Bukan-bukan. Aduh ayaaahhh." Adila menggeleng dengan cepat. "Dila-"
"Saya suka sama putri bapak. Boleh gak saya minta izin menjadi calon menantu bapak sekaligus calon imam untuk untuk putri bapak?"
Adila dan Roni sama terkejut mendengar lontaran Devian yang begitu santai. Devian hanya tersenyum ramah seperti biasanya seolah-olah semua itu adalah hal yang biasa baginya.
"Dokter suka sama putri saya?" tanya Roni berusaha untuk meyakinkan semuanya.
"Bukan suka lagi." Devian membuka laci mejanya dan mengeluarkan kotak kecil dengan bunga mawar pink didalamnya dan tersemat cincin.
"Tapi benar-benar ingin hijrah dengan putri bapak."
Adila menyela lagi. "Mas Dev-"
"Kamu ingat tiga tahun yang lalu saya lamar kamu dengan novel Will You Marry Me?"
"Tapi mas Dev. Aku-"
"Dan aku membeli cincin lamaran ini buat kamu. Niatnya mau aku kasih tapi sebuah musibah terjadi. Kembaranku meninggal karena kecelakaan dan.." tiba-tiba hati Devian begitu sesak. Tapi sekarang bukanlah hal yang tepat untuk berkabung. "Maaf baru bisa beri cincin ini buat kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintaimu Dalam Diam
Roman d'amourKetika dirinya mulai memasuki bangku perkuliahan, disitulah jatuh cinta mulai terukir di hatinya. Aiza Shakila, seorang wanita berusia 18 tahun yang memiliki sifat pendiam dan suka menyendiri namun menyukai Arvino Azka, Seorang Dosen yang tampan, an...