Arvino tak menyangka bila keramaian di toilet wanita yang ada di kampusnya itu disebabkan oleh Aiza yang pingsan. Arvino benar-benar syok. Aiza ditemukan dalam keadaan tak sadarkan diri dengan darah yang banyak mengalir di kedua pahanya.
Arvino benar-benar terpukul setelah dokter memeriksa kondisi Aiza di UGD beberapa jam yang lalu. Yang bisa ia lakukan hanyalah mengepalkan kedua tangannya sambil menahan kekesalan yang terpendam didalam saku celananya selagi menunggu informasi lebih lanjut dari Randi dan Leni.
Pintu terbuka. Arvino menoleh kebelakang ketika Leni masuk dengan raut wajah seriusnya. "Tuan Arvino."
"Apa yang kamu dapatkan?"
"Kumala adalah penyebab dibalik semua ini. Wanita itu yang sudah membuat istri Anda keguguran. Dia kabur keluar kota dan mengundurkan diri sebagai mahasiswi."
Arvino berusaha menahan kekesalan, kebencian dan amarahnya. Pria mana yang tidak marah jika istrinya sedang hamil dan keguguran lalu itu semua disebabkan oleh si Kumala-kumala itu. Ck, bahkan hanya karena masalah ini wanita bodoh itu rela tidak menyelesaikan kuliahnya.
"Saat ini Randi sedang menyamar dan mengikutinya. Randi juga memasang alat peretas dan pelacak padanya agar memudahkan kamu untuk segera menangkapnya.
Leni masih menjelaskan secara detail. Bahkan Arvino menyerahkan semuanya pada Leni dan Randi tanpa harus menyakitinya. Bagi Arvino, mengurusi Kumala hanya akan membuang-buang waktu saja. Biar Allah yang akan membalas perbuatannya nanti beserta hukum yang menindak lanjuti.
"Kalau begitu urus saja dia." ketus Arvino sambil memunggungi Leni dan berucap dengan raut wajah datarnya. "Aku serahkan semuanya pada kalian."
Arvino tau Leni akan menjawab lagi karena itu ia memotong pembicaraan Leni dengan cepat.
"Dan aku tidak ingin membuang-buang tenaga hanya untuk melampiaskan amarahku padanya. Kerjakan saja apa yang aku perintahkan pada kalian."
Leni hanya mengangguk dan pamit undur diri dengan sopan kemudian keluar ruangan. Arvino segera berbalik. Ia mendekati Aiza yang belum sadar sambil menggenggam sebelah punggung tangannya yang tidak terpasang jarum infus.
"Maafkan aku." bisik Arvino. Bahkan ia tidak bisa mengelak bila setetes air mata mengalir di pipinya. Ia pun menundukkan wajahnya sambil mencium kening Aiza.
Perlahan Aiza membuka kedua matanya. Sudah hampir dua jam ia tidak sadarkan diri dan begitu bangun, hanya kesakitan hebat yang begitu terasa di bagian perutnya.
"M-mas.."
Arvino membuka kedua matanya. Ia tidak menyangka bila Aiza akan sadar saat ini juga. Ia pun kembali merunduk mencium kening Aiza. "Alhamdulillah kamu sudah sadar."
"Aku dimana?"
"Kamu dirumah sakit." Arvino mengelus pipi Aiza. Kemudian mencium keningnya lagi. "Apapun yang terjadi, kamu dan aku harus tetap bersabar."
Aiza merasa panik. Ia mulai was-was mendengar semua ucapan Arvino. Bahkan kedua matanya mulai berkaca-kaca. Ia belum siap mendengar hal-hal buruk yang akan menimpanya sekarang.
"Mas.."
Aiza berusaha untuk bangun, Arvino pun membantunya bahkan memilih ikut bergabung di atas brankar pasien sambil membawanya kedalam pelukan dengan hati-hati.
"Aku tau hal ini akan membuatmu terkejut sekaligus sedih."
"A-apa yang sebenarnya terjadi?"
"Kamu.."
Arvino memejamkan kedua matanya. Ia memeluk Aiza begitu erat. Perasaanya juga hancur karena kehamilan yang ia tunggu bersama Aiza kini sirna lah sudah. Tapi apa mau dikata bila sudah menjadi takdir dari Allah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintaimu Dalam Diam
RomanceKetika dirinya mulai memasuki bangku perkuliahan, disitulah jatuh cinta mulai terukir di hatinya. Aiza Shakila, seorang wanita berusia 18 tahun yang memiliki sifat pendiam dan suka menyendiri namun menyukai Arvino Azka, Seorang Dosen yang tampan, an...