8 - Mencintaimu Dalam Diam

123K 7.1K 99
                                    

Arvino tidak bisa menyembunyikan senyumnya setelah mematikan ponselnya dan kembali mengantonginya.

Aiza baru saja mematikan ponselnya secara sepihak dan samar-samar mendengar bahwa gadis itu sedang malu. Mungkin hal ini sangat biasa bagi Arvino sejak dulu ketika melihat hampir semua kaum hawa tersipu-sipu malu setelah berinteraksi dengannya. Tapi kali ini benar-benar berbeda.

Baginya, Aiza hanya gadis biasa dan terbilang sederhana yang memiliki pendirian kuat bahkan dia adalah satu-satunya gadis yang menolak dirinya.

Arvino masih tidak mengerti mengapa hatinya menunjuk seorang Aiza untuk dijadikan sebagai calon istri meskipun hanya sekedar pura-pura bahkan jika dilihat, Aiza lebih cocok menjadi seorang adik untuknya.

Dari kejauhan, seorang pria yang seumuran dengannya menatapnya sebal karena melihat Arvino senyum-senyum sendiri dan segera mendatanginya.

"Mainan baru?"

Arvino mendongakkan wajahnya yang sedari tadi duduk sambil menyeruput Coffenya dan menatap seorang pria yang merupakan sahabatnya sejak jaman sekolah menengah atas bernama Devian.

"Apa maksudmu?"

"Ck!"Devian mendecakkan lidahnya karena mengetahui kebiasaan Arvino yang sejak dulu suka bermain wanita kemudian menarik kursi dan duduk dihadapannya.

"Masih bertanya? Kamu Jangan pura-pura tidak tahu jika saat ini wajahmu terlihat sedang bersemangat mendapat mainan baru."

Sekarang Arvino paham apa yang di maksud Devian. Ia pun berdeham "Bukan mainan baru. Hanya wanita biasa yang berbeda dari lainnya."

"Berbeda?"

"Hm, begitulah."

"Jangan bilang kamu tertarik dengannya? Lebih baik hentikan saja niatmu jika pada akhirnya kamu menyakitinya seperti yang sudah-sudah."

Seorang Waiterss pria muda menghentikan obrolan mereka sambil menyajikan secangkir Hot Amerricano untuk Devian. Sebenarnya, Devian bisa saja membuat secangkir Hot Amerricano mengingat Cafe ini adalah miliknya namun, kedatangan Arvino malam ini membuat Devian memilih menyuruh seorang Waiterss untuk membuatkannya.

"Aku tidak berniat menyakitinya. Malah aku berniat menjadikannya calon istriku."

"Uhukkk!"

Tiba-tiba Devian tersedak oleh Coffenya sendiri dan hampir saja mengenai Arvino yang kini sahabatnya itu menampakkan raut wajahnya yang terlihat santai karena ia tahu, Devian pasti akan terkejut mendengar omongannya.

"What? Apa katamu? Sebentar." Dengan cepat Devian meraih tisu untuk mengelap bibirnya. "Aku yakin saat ini telingaku baik-baik saja atau aku harus ke dokter THT untuk memastikannya."

Dengan santai Arvino menyugar rambut ikalnya kebelakang. "Kamu berlebihan sekali. Sebenarnya ini tidak serius Dev. Hanya berpura-pura dan disisilain dia memiliki hutang padaku."

"Hutang?"

Arvino mengangguk. "Beberapa hari yang lalu dia pingsan dan aku membawanya kerumah sakit. Dia tidak bisa membayar seluruh tagihan biaya rawat inap-"

"Aku sudah menduga kamu akan mengambil kesempatan dalam hal ini dengan cara bernegosiasi oleh urusan pribadi yang kamu miliki. Apakah aku benar?"

Tidak ada jawaban dari pria beriris biru itu. Hanya smirk seorang Arvino yang lagi-lagi membuat Devian semakin muak.

"Mengenai gadis itu, ini pertama kalinya kamu membutuhkan seorang wanita untuk diajak bekerjasama dalam urusan pribadimu. Apakah dia wanita yang terlihat istimewa?"

Mencintaimu Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang