36 - Mencintaimu Dalam Diam

78.7K 4.6K 66
                                    


Aiza menuju rumah sakit setelah menyelesaikan satu jilid skripsinya ketika tanpa sadar ia menjatuhkan skripsinya diruang Arvino seminggu yang lalu kemudian memilih mengeprint semua file skripsinya yang ia simpan disebuah folder di laptopnya.

Ah, soal insiden diruangan Arvino. Lagi-lagi Aiza hanya tersenyum miris dan mendapati jika pria itu sudah bersama wanita lain. Lebih tepatnya dengan kakak tingkat yang lebih pantas untuk pria itu.

Namun, mendapati pria itu sedang koma akibat kecelakaan saat menuju rumahnya, Raut wajah kesedihan kembali terukir diwajah Aiza. Tak hanya itu saja, ucapan Alex saat di pemakaman kedua orang tuanya kemarin sore membuatnya tidak bisa tidur semalaman karena memikirkannya.

Alex benar, penyelesalan akan datang  belakangan.  Semua sudah terjadi. Ia belum sempat meminta maaf pada Arvino atas semuanya ketika mendapati pria itu sedang koma. Hanya Allah yang Maha Tau kapan Arvino sadar.

Sambil memegang beberapa tangkai bunga ditangannya, Aiza pun menuju sebuah lorong tempat ruangan Arvino berada. Ruangan Arvino sudah terlihat didepan matanya dengan  pintu yang sedikit terbuka.

Namun sebelum ia benar-benar memasukinya, Aiza menghentikan langkahnya sambil berdiri didepan pintu dan terdiam saat kedua matanya menangkap sosok Adila yang  sedang mengganti beberapa tangkai bunga di atas meja tepat disamping brankar Arvino.

Ah, sepertinya niat Aiza yang hendak menjenguk Arvino yang kedua kalinya lagi-lagi gagal begitu saja. Ada Adila didalam sana. Aiza pun menatap beberapa tangkai bunga yang baru saja ia beli ditangannya dan tersenyum miris.

"Mungkin belum waktunya. Aku tidak ingin menganggu kesedihan wanita lain yang pernah menyukai Arvino meskipun aku tidak tau dia masih suka atau tidak."  lirih Aiza dalam hati.

Aiza pun memundurkan langkahnya. Dengan langkah lesu, ia pun memilih kembali pulang dengan kecewa. Adila adalah satu-satunya sosok wanita yang paling ia cemburui dari sekian banyak wanita yang mendekati Arvino. Wajar saja. Adila cantik, baik, Solehah, bertubuh tinggi yang kurang lebih sepantaran dengan Arvino jika mereka bersanding. Berwajah cantik, cerdas, bahkan pengusaha muda yang sangat sukses. Tidak seperti dirinya yang hanya gadis sederhana dan terkesan biasa-biasa saja.

Selang beberapa menit kemudian, pintu terbuka lebar dan Adila menoleh keambang pintu ketika mendapati Devian baru saja memasuki ruang rawat inap Arvino.

"Mas Dev?"

"Hai, Asalamualaikum."

"Em, Wa'alaikumussalam."

"Sudah lama disini?" tanya Devian yang kini menatap Adila

"Sekitar lima belas menit yang lalu. Mas Dev dinas dirumah sakit sini?"

Devian tersenyum. "Mau tau aja atau mau tau banget?"

Dan Adila menyesal telah menanyakan hal itu. Oh ayolah, sudah tiga tahun saling mengenal meskipun ia tidak pernah merespon seorang Devian yang mapan dan tampan padanya. Tapi tetap saja, dibalik itu semua Devian memang suka menggoda dirinya dengan berbagai macam candaan.

Suara Devian terkekeh geli dan membuat Adila bertambah kesal. "Sudah ah jangan ngambek. Kalau ngambek ntar cantiknya nambah. Kasihani saya mbak sebagai laki-laki. Cobaannya berat apalagi kelemahan saya sebagai laki-laki itu di pandangan." Devian menyugar rambutnya dengan santai. "Kalau belum halal gini susah. Susahnya kalau Mbak belum jadi istri saya, kalau sudah jadi istri kan enak. Mau dipandang, mau di lihatin terus setiap waktu, mau di senyuman terus ya halal saja."

Seperti yang sudah-sudah, Adila hanya menghela napasnya meskipun sebenarnya hatinya sangat dag-dig-dug mendengar ucapan Devian. Astaga, wanita mana yang tidak suka jika ada pria tampan, mapan, baik, dan seorang dokter jika mengatakan hal itu tadi?

"Saya gak dinas disini mbak." ucap Devian lagi. "Seminggu yang lalu saya ada pelatihan bersama rekan-rekan dokter di kota sini. Bertepatan dengan kejadian insiden kecelakaan Arvino." 

Adila yang sejak tadi menatap Arvino yang sedang koma kini beralih menatap Devian dengan curiga. "Tapi Mas Dev gak bohong kan?"

"Maksud mbak?"

"Ya kali aja mas Dev bohong dan kesini karena datangin saya dan ngikutin saya. Stop mas, jangan deketin saya terus." kesal Adila. Adila tidak perduli jika ia dianggap seorang wanita yang percaya diri meskipun memang begitulah kenyataannya.

Devian hanya tersenyum tipis menimpali omongan Adila. "Saya jujur kok dan tidak bohong sama mbak. Untuk apa saya ikutin mbak kesini?" kini, Devian pun menatap Adila dengan serius. "Bukan aku yang ikutin kamu. Tapi kamu yang akan ikutin aku suatu saat kemanapun aku pergi jika kamu adalah wanita yang di takdirkan oleh Allah untukku dan menjadi jodohku."

Adila beranjak dari duduknya, ia pun segera berdiri dihadapan Devian. "Maaf mas Dev. Saya mau pulang. Permisi Asalamualaikum."

Hal yang tersulit adalah ketika saat ini Devian mendapati sebuah ujian untuk berusaha mendekati Adila selama tiga tahun ini. Takdir memang kehendak Allah, tapi kita diwajibkan untuk berusaha dengan segala doa. Apalagi mengenai calon pasangan hidup meskipun saat ini masih menjadi simpang siur antara hubungannya bersama Adila.

"Wa'alaikumussalam." jawab Devian.

"Maaf sudah membuatmu kecewa terus Mas Dev. Saya memang tidak menyukai Mas. Saya harap mas tidak berharap lebih dengan saya."

Adila melenggang pergi meninggalkan Devian yang terdiam dan sebelum Adila benar-benar menghilang dari pandangannya, Devian pun berucap sesuatu hingga membuat Adila kembali menghentikan langkahnya.

"Saya tidak pernah kecewa dengan kamu. Saya juga tidak sedih kalau kamu tidak menyukai saya. Dan saya tidak berharap lebih dengan kamu selama ini. Kalau saya berharap sama kamu, sudah pasti akan mengecewakan. Tapi, selama ini saya berharap sama Allah. Karena jika berharap sama Allah, semuanya tidak akan mengecewakan. Termasuk doa saya selama ini yang ingin hijrah bersama kamu."

🖤🖤🖤🖤

Masya Allah Devian😍😍😍

Ada yang pengen jodoh macam Devian 🤣😄??

Makasih ya sudah baca.
Sehat selalu buat kalian.

With Love
LiaRezaVahlefi

Instagram
lia_rezaa_vahlefii

Mencintaimu Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang