Tidak ada yang memulai pembicaraan setelah beberapa menit kemudian. Suasana begitu sunyi dan hanya suara detakan jarum jam yang mengisi keheningan diantara Arvino dan Aiza.
Aiza masih terdiam dalam kebisuannya sedangkan Arvino, pria beriris biru itu tetap menatap dan menunggu Aiza membuka suaranya. Dalam helaan napasnya, Arvino mengecek jam di pergelangan tangannya ketika waktu semakin berjalan namun situasi tetap saja tidak ada perubahan sejak tadi.
Disisilain, jantung Aiza berdegup sangat kencang ketika situasi saat ini benar-benar membuatnya canggung apalagi bersama Dosennya sendiri yang ia suka. Dan jangan lupakan rona merah di pipinya sejak tadi.
Arvino merogoh sesuatu didalam dompetnya kemudian mengeluarkannya dan menyodorkannya kepangkuan Aiza yang menunduk sejak tadi. Aiza tersentak dan mendapati selembar kertas yang ada dipangkuannya dan kembali menatap Arvino.
"Baca saja." perintah Arvino pada Aiza yang sedang kebingungan. Perlahan, Aiza menatap lekat dan membaca tulisan yang tertera disana. Sebuah rincian biaya rawat inap rumah sakit atas nama Aiza Shakila.
Kedua mata Aiza membulat seketika menatap nominal angka yang berderet disana dengan jumlah yang lumayan banyak baginya. Kepala Aiza mendadak pening ketika mulai memikirkannya.
"Ini." Suara Arvino kembali terdengar ketika pria itu menyodorkan ponsel kearahnya dan membuat Aiza kembali menatap Arvino.
"Silahkan ketik nomor ponsel orang tuamu untuk menghubungi mereka dan membicarakan biaya rawat inapmu. Disisilain mereka juga harus tahu bahwa putrinya sedang di dirawat."
Aiza menatap Arvino lagi lalu menundukkan wajahnya. "Maaf. orang tua saya sudah meninggal."
"Saudara kandung atau keluarga?"
Aiza terdiam sambil memainkan jarinya dan menatap jarum infus yang terpasang di punggung tangannya. Sebenarnya, ia bisa saja memberikan nomor ponsel Naura tapi sesuai niatnya sejak kemarin, ia tidak ingin kembali merepotkan keluarganya mengingat sudah cukup selama ini Naura banyak membantunya.
Dan hal yang lebih menyebalkan lagi, Aiza tidak memiliki kartu jaminan kesehatan. Merasa tidak ada respon, Arvino kembali mengantongi ponselnya yang diabaikan oleh Aiza.
"Kalau tidak ada saya juga tidak memaksanya." ucapnya santai. "Padahal biaya rawat inapmu lumayan banyak dan mahal apalagi saat ini kamu berada di ruang kelas satu."
Dan ya, Aiza memang sadar diri jika saat ini, diruang rawat inapnya hanya ada satu pasien yaitu dirinya sendiri dengan tersedia fasilitas lengkap seperti kulkas mini, Lcd yang terpasang di dinding dan AC yang sejuk.
"Saya hanya ingin mempermudah jika kamu tidak bisa mengganti ataupun membayarnya. Kamu tahu sendirikan jika semua ini tidaklah gratis?"
Kali ini Aiza kembali menatap Arvino yang terlihat santai meskipun saat ini Aiza menatapnya dengan waspada apalagi setelah mendengar kata 'mempermudah'
"M-maksud Bapak?" ucap Aiza sambil terbata-bata.
Arvino menampilkan senyuman smirknya sambil melipat kedua tangannya didada dan semakin membuat Aiza dilanda kekhawatiran mengingat reputasinya yang suka bergonta-ganti wanita.
"Cukup mudah. Jadi calon istri saya."
Mungkin jika sekarang Aiza sedang minum, saat itu juga Aiza akan tersedak mendengar lontaran Arvino secara spontan. Oh ayolah ini kesempatan emas. Siapapun pasti akan menginginkan posisi itu terlebih Arvino adalah Dosen tampan yang menjadi pria favorit di kampusnya.
Mendadak lidah Aiza menjadi kelu. Pikirannya buntu dan tidak fokus. Apakah Arvino baru saja melamarnya? Oh astaga, rasanya begitu mengejutkan.
"Bagaimana? Mau atau tidak?" suara Arvino kembali terdengar. Dengan kegelisahan ditubuhnya, Aiza berusaha bersikap santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintaimu Dalam Diam
RomanceKetika dirinya mulai memasuki bangku perkuliahan, disitulah jatuh cinta mulai terukir di hatinya. Aiza Shakila, seorang wanita berusia 18 tahun yang memiliki sifat pendiam dan suka menyendiri namun menyukai Arvino Azka, Seorang Dosen yang tampan, an...