Setelah menangis karena tidak bisa menahan rasa sedih akibat penolakan yang Arvino katakan padanya, Devika memilih duduk di bangku panjang sebuah taman rumah sakit yang berada di belakang bangunan tersebut.
Sambil duduk menundukan wajahnya dan mengusap kasar air matanya menggunakan punggung tangannya, ia menangis dengan perasaan yang terpukul ketika penolakan cinta yang selama ini ia ukir dengan nama Arvino di hatinya.
Devika memilih menyendiri sejenak untuk menghilangkan rasa sedihnya dengan duduk di bangku taman daripada ia mengemudikan mobilnya dalam keadaan kalut dan berakhir dengan kecelakaan.
Sebuah uluran sapu tangan berada di samping wajahnya. Devika menoleh dan mendapatkan Fikri disana. Devika tidak menerima dan memilih memalingkan wajahnya karena tidak suka dengan keberadaan Fikri.
"Jangan sedih."
"Untuk apa kamu kemari? Pergi sana." usir Devika dengan senggukan.
Fikri terlihat salah tingkah. Oh ayolah, ia sangat-sangat jarang berinteraksi dengan seorang wanita selain bunda Ayu dan Reva.
"Em. Aku-"
"Sudah sana pergi! Aku gak butuh siapapun apalagi kamu. Dasar culun!" ketus Devika.
Fikri menghela napasnya. Ia bingung harus bagaimana dan menghadapi Devika yang sedang sensitif akibat patah hati setelah di tolak kakaknya. Ia pun sedikit membenarkan kaca mata tebalnya dan memaksakan senyumnya.
"Maaf. Aku-"
"Kamu tuli ya? Aku bilang pergi ya pergi!"
Mungkin bukan saatnya untuk mendatangi Devika, Fikri pun meletakan sebuah sapu tangan tepat di samping Devika.
"Aku kesini cuma ingin memberikan sapu tangan ini padamu. Kalau aku belum bisa menyentuhmu dengan menghapus air matamu, setidaknya sapu tanganku ini bisa menghapus air matamu. Aku gak suka liat kamu menangis."
Devika tetap diam dalam posisinya. Fikri hanya tersenyum masam karena ia tau jika Devika tidak menyukainya. Well, siapa yang mau dengannya? Pria si kutu buku yang selalu memakai kaca mata tebal dan berkutat dengan buku-buku bahkan tidak pernah berkutat dengan urusan cinta?
Fikri pun berbalik badan dan meninggalkan Devika namun, sebelum benar-benar pergi dari sana. Fikri kembali berucap.
"Kamu cantik kalau sekarang berhijrah. Ternyata Allah membuka hatimu untuk berhijrah melalui perantara dengan menyukai kakakku ya. Jangan sedih, jodoh tidak akan kemana kok. Yang penting jangan kamu lakukan lagi jika hal itu salah. Jangan lepas hijabmu. Aku suka karena kamu cantik."
Setelah mengatakan itu, Fikri melenggang pergi meninggalkan Devika yang terdiam seribu bahasa. Apa benar dengan dikatakan Fikri bahwa Allah menyuruhnya berhijrah melalui dirinya yang menyukai Arvino?
Devika pun memaksakan senyumnya. Setidaknya jika Arvino bukan jodohnya, ia tidak akan melepaskan hijabnya sampai kapanpun.
Devika meraih sapu tangan pemberian Fikri yang berada disampingnya kemudian membukanya dan seketika Devika terkejut ternyata sapu tangan tersebut berukiran jahitan rapi yang bertuliskan. "For you, Princess Devika. Don't Sad and always smile."
Dari kejauhan, Reva tersenyum masam yang diam-diam melihatnya dari kejauhan. Selama berteman dengan Fikri, pria itu tidak pernah sekalipun memberinya sapu tangan atau benda lainnya yang seperti itu. Mungkin, banyak wanita yang menganggap Fikri adalah pria culun yang tidak memiliki hal istimewa apapun dibalik kepintaran dan buku-buku tebalnya tapi, tidak dengan Reva sendiri. Sekalipun Fikri sosok pria yang culun, tapi sebuah kebersamaan yang terbiasa bersama itulah yang membuat Reva jatuh cinta dalam diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintaimu Dalam Diam
RomanceKetika dirinya mulai memasuki bangku perkuliahan, disitulah jatuh cinta mulai terukir di hatinya. Aiza Shakila, seorang wanita berusia 18 tahun yang memiliki sifat pendiam dan suka menyendiri namun menyukai Arvino Azka, Seorang Dosen yang tampan, an...