Mungkin manusia didepannya kali ini adalah manusia aneh dan sok cari perhatian bagi Adila. Siapa lagi kalau bukan Devian? See sejak tadi pria itu hanya menatapnya dengan raut wajah santai meskipun Well, Adila akui wajah Devian memang tampan."Kenapa dengan wajah saya? Tampan ya?"
Buru-buru Adila mengalihkan tatapannya kelain karena tidak sengaja menatap Devian dalam waktu beberapa menit.
Adila berdeham. "Em tidak. Yang tampan itu Nabi Yusuf AS. Kamu tidak ada apa-apanya."
"Tidak ada apa-apanya ya? Bagaimana kalau saya dan kamu ada apa-apanya?"
"Ma-maksudmu?" tanya Adila gugup.
"Kamu dan aku, menjadi kita. Supaya terjadi apa-apa."
Untuk kesekian menit lagi, Adila dibuat terbungkam oleh gombalan Devian. Kesedihannya terhadap apa yang ia lihat sejak satu jam yang lalu dan berakhir dengan dirinya yang bertemu dengan Devian adalah hal yang tidak terduga dalam hidup Adila.
Adila mengecek jam di pergelangan tangannya. Sudah waktunya ia balik ke butik mengingat saat ini ia sedang berada didepan Outlet Apotik bersama Devian setelah memberikan plester obat untuk dahinya yang memar dan sedikit luka kecil.
"Sudah mau balik?" tanya Devian.
Adila mengangguk. "Maaf. Saya harus pergi mas." Ia pun segera beranjak dari duduknya yang sejak tadi duduk di kursi yang sudah disediakan didepan outlet Apotik dengan gusar akibat tatapan Devian padanya. Lebih tepatnya tatapan pesona seorang Devian.
"Ah sayang sekali. Baru 20 menit. Gak cukup."
"Maaf ini jam kerja. Saya harus-"
"Iya saya tau mbak." senyum devian.
"Saya juga sama kayak mbak. Em, maksudnya bekerja. Bedanya saya nabung. Buat nikah. Eh tapi mbak kerja di daerah sini kan?"Masuk akal juga. Pria single bekerja lalu menabung untung modal nikah. Adila memilih segera pergi dari sana seolah-olah tidak mendengar ocehaan Devian.
Disisilain, Devian yang memang mengetahui Adila adalah pemilik butik Adila's melalui informasi sosial media dan media cetak, akhirnya kembali membuka suaranya.
"Saya tau kamu bekerja di daerah sini. Kebetulan saya pemilik D'Coffe. Kamu pasti tahu letaknya dan jaraknya yang dekat dari tempat bekerjamu."
Adila sudah melangkah beberapa meter darinya. Hingga suara Devian kembali menghentikan langkahnya lagi.
"Tempat kerja kita memang dekat. Dan saya harap bukan hanya jarak tempat bekerja kita yang dekat, Tapi suatu saat hati kita bisa ikutan dekat."
🖤🖤🖤🖤
Berusaha menahan rasa cemburu, Reva memilih memainkan ponselnya yang ia genggam sejak tadi. Didepannya, Ada Fikri yang sibuk berkutat dengan laptopnya untuk mempersiapkan bahan materi kuliah sebelum ke perpustakaan.
Mata Fikri memang fokus dengan layar laptop yang kini berada didepannya dan menampilkan Microsoft Word oleh ketikan artikel dari jari-jarinya tapi, sesekali kedua mata pria itu menatap Devika dari kejauhan.
Perasaan tidak enak bahkan hati yang sesak membuat Reva pada akhirnya memilih pergi dari sana dengan alasan menuju toilet.
Reva bingung dengan dirinya sendiri. Mengapa ia bisa menyukai seorang pria yang terkesan biasa-biasa saja? Fikri hanyalah pria culun dengan kaca mata tebal yang membingkai di hidung mancungnya. Cinta memang buta. Itulah yang Reva rasakan selama ini, cinta dalam doa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencintaimu Dalam Diam
RomanceKetika dirinya mulai memasuki bangku perkuliahan, disitulah jatuh cinta mulai terukir di hatinya. Aiza Shakila, seorang wanita berusia 18 tahun yang memiliki sifat pendiam dan suka menyendiri namun menyukai Arvino Azka, Seorang Dosen yang tampan, an...