Pemandangan malam hari milik Bayu sedikit berbeda ternyata. Oke, ini sudah jam sembilan malam, dan dia melihat gadis emmm... Siapa namanya? Lula? Lila? Akh, Lala!
Gadis itu sedang duduk di balkon seberang kamarnya yang bahkan bisa dilompati Bayu dengan mudah karena jaraknya begitu dekat. Tapi lupakan! Bayu tidak akan melakukan hal bodoh itu. Lagipula apa gunanya melompati pagar balkon. Kenal saja tidak dengan gadis itu.
Bayu menutup selambu jendela kamarnya dan berjalan menuju ranjang empuk. Saatnya dia tidur. Orang tuanya tidak-
Prang!!!
Suara nyaring dari luar membuat Bayu melonjak dari ranjang. Dia berlari keluar kamar dan turun ke lantai bawah.
Matanya membulat saat melihat vas besar pecah dengan Mamanya menangis di samping pecahan vas. Refleknya bergerak dengan cepat memeluk Mamanya dari Papanya yang siap menjatuhkan tamparan.
Bayu tahu harus melindungi siapa. Tubuhku ikut merespon ketakutan Mamanya. Jantungnya berdetak sangat cepat dan napasnya memburu melihat Papanya kembali memecahkan barang.
Hantaman kenangan akan seluruh pertengkaran orang tuanya kembali mengisi ingatan Bayu. Perih. Hanya itu yang dirasakan Bayu sekarang. Dia bosan dengan pertengkaran tiada henti seperti ini. Bukankah lebih baik orang tuanya berpisah saja? Bayu lelah melihat semua ini!
"Dasar jalang!"
Teriakan Papanya membuat Bayu makin erat memeluk Mamanya. Tangis Mamanya semakin pecah, tubuhnya bergetar di dalam pelukan Bayu.
Bayu benci ini. Sangat benci.
"Berhenti, Pa!" Bayu bergumam dengan mengeratkan pelukannya pada Mamanya.
Papanya melihat Bayu mengangkat kepala dan menatap dirinya tajam. Ini pertama kali anaknya itu berani melihatnya dengan gamblang.
"Bayu, kamu ke kamar sekarang!" nada suara Papanya sudah menurun. Tatapannya melembut pada anaknya. Bukan Bayu yang bersalah disini. Bukan.
Tapi Bayu enggan bergerak dari Mamanya. Oh, siapa yang menginginkan pertengakaran terjadi? Bayu hanya remaja biasa yang ingin kehidupannya normal dengan orang tua yang akur. Bukan seperti ini.
"Pa, Bayu mohon jangan seperti ini," Bayu berusaha menahan air matanya yang siap jatuh. Oh tidak! Bayu tidak akan menangis.
Laki-laki harus kuat! Bayu tidak boleh lemah! Harus bisa melindungi Mama dan Papa juga.
Kalimat Papanya terngiang di kepalanya. Kalimat itu diajarkan padanya saat dia masih berumur 6 tahun. Sebelum seorang Tiffany merusak keluarganya. Bayu tidak menyalahkan wanita itu, hanya saja, wanita itu datang di saat yang tidak tepat.
"Bay, kamu masuk ke kamar," kata Papanya dengan suara lebih stabil. Terlihat jika Papanya berusaha keras menahan emosinya. "Ma, kita butuh bicara. Papa jelasin semuanya. Jangan menghindar, kasihan Bayu!"
Bayu melihat mamanya, lebih lekat. Dia mengangguk pelan, melepas pelukan pada mamanya, dan naik ke kamarnya.
Langkah Bayu makin berat saat tangga menuju kamarnya hampir habis. Dia berharap orang tuanya segera berbaikan. Bayu yakin jika orang tuanya hanya emosi, mereka masih memiliki kasih sayang satu sama lain.
Tapi bagaimana jika orang tuanya malah memutuskan untuk berpisah? Apa kabar nasibnya?
Aku butuh udara segar.
Bayu membuka pintu kamar, mengambil gitar, membuka pintu balkon, dan duduk. Dia mengambil ponselnya dan mencari nomor Mbak Nani. Jika Bayu turun ke bawah sekarang, orang tuanya akan menghukumnya. Lebih baik menghubungi Mbak Nani lewat ponsel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayu Dan Lala (Completed)
Novela JuvenilGadis itu sangat mengagumkan. Suaranya, senyumnya, tatapannya, tingkahnya, semuanya membuat Bayu jatuh terpesona. Tentang Bayu yang mencinta, dan Lala yang merelakan... Mell, Oktober...