11

468 38 0
                                        

Hari ini sepertinya akan menjadi hari ter-RAMAI di kamar Lala. Keempat temannya berkumpul di kos miliknya yang katanya jadi tempat berkumpul paling aman dan seru.

Jelas saja. Orang tua Lala hampir tidak pernah memantau, tantenya akan datang ketika tidak sibuk, selain itu? Tidak ada.

Ooh, bukan tidak ada. Ada Mbak Nani yang sekarang rutin menyapanya lewat balkon kamar Bayu. Mengajaknya makan malam bersama atau sekedar memberikan camilan hasil karya Mbak Nani dan Mama Bayu.

"La, Bayu kok nggak keliatan sih?"

Pertanyaan Jenny membuatnya juga bertanya-tanya. Bayu mulai jarang kelihatan. Setelah mengantarnya pulang, Bayu juga akan pulang, tapi saat sore laki-laki itu akan menghilang sampai malam. Bahkan tak jarang melewatkan makan malam atau mengobrol dengannya di balkon.
Lala tidak berani bertanya pada Mamanya ataupun Mbak Nani.

Ayolah, Lala bukan siapa-siapanya Bayu. Baiklah, mungkin menurut Lala dirinya spesial, tapi belum tentu menurut Bayu.

"Nggak tau," jawab Lala seadanya.

"Lah elu 'kan gebetannya."

Lala menatap sangsi pada Laura. Itu yang diinginkan Lala. Tapi Bayu bahkan tidak memberikan nomer ponsel atau meminta nomernya. Mereka sekadar bicara ketika bertemu, jika tidak, maka tidak akan ada yang bisa Lala lakukan untuk berhubungan dengan Bayu.

Baru saja Lala akan mengambil minuman di kulkas, Vera berteriak girang dan berlari ke balkonnya.

"Sayang!"

Dengan sekuat tenaga Lala menahan kakinya untuk tidak berlari melihat Bayu. Jika ada David, maka otomatis Bayu juga di rumah.

Lala meneruskan niatnya mengambil minum di kulkas. Teman-temannya membawa banyak camilan, kebetulan cola miliknya masih dua botol besar. Tantenya yang baik hati membelikan semua kebutuhannya, termasuk sayur, buah, susu, mi instan, bahkan minuman bersoda.

"Aku udah bilang nggak bisa minum cola," suara di belakangnya membuat Lala berjingkat kaget. Suara milik Bayu yang terasa dekat di belakangnya tepat.

Lala menolak berbalik, tetap mengambil cola dan sekotak susu vanila. Tapi kemudian dia memaksa dirinya berbalik, berjalan melewati Bayu dan menetralkan ekspresi maupun debar jantungnya.

"La, kok tumben rame gini?" Lala tidak menjawab pertanyaan Bayu.

Teman-temannya sudah di balkon, bercerita dengan teman-teman Bayu yang menurut pengelihatan Lala minus Devon.

Lala merasa tangannya disentuh di pergelangan tangan. Itu menciptakan efek dasyat di jantungnya. Ugh! Bagaimana bisa dia luluh hanya dengan sentuhan tangan.

"Sini deh," suara Bayu benar-benar dalam dan lembut. Menarik tangan Lala pelan hingga dirinya berbalik.

"Aku sama anak-anak lagi jadi sales beberapa minggu ini. Bantuin Julian cari murid buat les privatnya. Sama cari job buat manggung."

Lala tahu jika itu yang ia butuhkan. Penjelasan. Tapi rasanya masih tidak puas, dia menginginkan penjelasan lebih. Misalnya, kenapa tidak meminta nomer ponselnya? Kenapa tidak menjelaskan saat mereka berangkat bersama atau pulang bersama? Dan kenapa dia bersikap seolah protektif? Lala bukan seorang spesial bagi Bayu.

Dan kenyataan dari pemikiran itu menyakiti Lala terlalu dalam. Dia melepaskan tangan Bayu dan tersenyum kecil.

"Iya."

Hanya satu kata itu yang sanggup ia ucapkan.

"Kamu marah?" tanya Bayu dengan tersenyum jahil. Lala ingin sekali berteriak, tapi apa daya.

Bayu Dan Lala (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang