9

468 35 0
                                    

Saat ini Bayu sangat tahu jika dirinya sedang bahagia. Orang-orang yang ia sayangi berkumpul. Mama, Mbak Nani, dan Lala. Mereka adalah perempuan berharga bagi Bayu, meskipun sikap mereka bertiga tidak sama, tapi justru itu yang Bayu sukai.

Seperti sekarang saat mereka berbicara tentang artis yang melakukan operasi plastik, Mbak Nani mengatakan tidak setuju, Mama sangat setuju, dan Lala? Oh, gadis itu seringkali membuat Bayu enggan menikmati makanannya. Wajah Lala, suaranya, dan ekspresinya saat mengatakan sesuatu jauh lebih nikmat.

Lalu Bayu teringat jika dia belum minta ijin Mamanya tentang Julian. Sebaiknya sekarang.

"Ma, Bayu mau ngobrol.  Ini tentang teman Bayu, Julian."

Kalimat pembuka Bayu membuat obrolan wanita terhenti. Mereka bertiga kompak melihat Bayu.

Mamanya terlihat tersenyum tertarik. "Oh, teman kamu yang katanya pintar matematika?" Aneh. Darimana Mamanya tahu tentang itu? Mamanya tidak pernah bertanya, tidak pernah mau tahu. Dan...

Bayu melihat Mbak Nani tersenyum penuh arti. Hah, sudah pasti Mbak Nani.

"Iya. Dia mau privat ngajarin anak-anak kecil, tapi rumahnya jauh. Jadi, Bayu suruh di sini," baiklah, Bayu bukan meminta ijin, tapi mengutarakan keputusannya.

Mamanya mengangguk semangat. "Bagus dong. Nanti rumah rame," katanya menggeser kursi lebih dekat dengan Bayu. "Jadi besok Mama dan Mbak Nani siapkan ruangan untuk Julian ngajar. Mama juga bisa bantu ngajar yoga."

"Mama nggak pergi? Ke luar negeri kayak biasanya," kata Bayu. Bisa dia yakini jika kalimat itu keluar dengan dingin. Membuat ruangan seketika canggung.

Bayu memilih menghabiskan minumnya. Melihat Mamanya yang mengalihkan pandangan pada Mbak Nani.

"Mbak Nani, Lala bantu cuci piring yuk!"

Bagus. Gadis kesayangannya membuatnya hanya berdua dengan Mama. Canggung.

Bayu merasa tangannya di genggam oleh Mama. Memaksa Bayu melihat ke arah wanita paruh baya itu. Di sana, Bayu bisa melihat kesedihan terpancar, menyakiti Bayu secara langsung.

"Maafin Mama, sayang."

Hanya satu kalimat dan mata Bayu berair. Jika ada satu hal yang harus Bayu pertahankan, itu adalah kebahagiaan Mamanya. Bukan perkara mudah untuk menguatkan hati dan dirinya melihat Mamanya harus menangis tiap sendirian. Itu menyakitkan.

Bayu sangat paham jika Mamanya selama ini pergi ke luar negeri untuk mengalihkan rasa sakitnya. Bukan masalah bagi Bayu jika dirinya harus berkorban sedikit demi melihat Mamanya bahagia.

"Mama tau selama ini Mama salah. Mama hanya berusaha untuk sembuh. Demi kamu juga," dan Bayu menangis. Dia mendekat pada Mamanya, memeluk tubuh wanita tercintanya, demi mencari ketenangan.

"Mama nggak mau kamu jadi korban. Mama takut Bayu nanti sakit kalau Mama marahin. Itu sebabnya Mama pergi untuk mengikhlaskan apa yang terjadi di keluarga kita, sayang."

Tidak ada kalimat bantahan dari Bayu. Dia hanya ingin mencari ketenangan dari Mamanya. Tapi tidak, sekarang justru sebaliknya yang ia dapatkan. Dia marah pada siapapun yang merusak keluarganya. Papa dan Tiffany.

"Sekarang, Mama janji akan selalu ada di sisi Bayu."

Bayu melepas pelukannya. Menghapus air matanya dan air mata Mamanya. "Sekarang, Bayu yang akan melindungi Mama. Bayu janji."

***


Ada banyak kasih sayang yang Lala lihat dari keluarga ini. Meskipun tidak lengkap, tapi jauh lebih baik dari apa yang ia punya. Lala juga bisa merasakan jika perasaan hangat yang dirasakan Bayu tertular padanya.

"Udah minum obatnya?"

Lala melihat Bayu sekilas sebelum mengangguk lalu bangun dari duduknya. Tadi, dia diberi obat oleh tante Diva. Untuk meredahkan nyeri di perutnya yang mulai menggila, bahkan punggungnya merasa sangat sakit untuk digerakkan.

Hal biasa yang sering ia rasakan ketika awal datang bulan. Mungkin keturunan.

Dia dan Bayu berjalan menaiki tangga menuju kamar Bayu. Tante Diva dan Mbak Nani berada di ruang keluarga, sedang menonton acara televisi. Lala sudah harus kembali ke kamar untuk mengerjakan tugas sekolahnya.

"Maaf ya, kamu jadi harus nonton drama korea tadi," kata Bayu pelan sambil membuka pintu kamar, yang diikuti Lala dari belakang.

Drama korea? Lala tidak merasa menonton itu tadi. Dia menonton acara talkshow yang biasa dibawakan dua orang komedian.

"Enggak kok. Aku tadi nonton Sule, 'kan nggak mirip Lee Minho itu orang," kata Lala kini mengikuti Bayu menuju balkon.

Bayu terkekeh. "Bukan itu. Aku tau kalau Sule beda sama Lee Minho," entah kenapa Lala cukup lega melihat Bayu bisa tersenyum lagi. Sejak obrolannya dengan tante Diva, Bayu mulai diam seakan berpikir keras.

"Maaf kalau kamu harus liat aku sama Mama kayak tadi," kata Bayu pelan sambil berbalik ke arahnya.

Lala tersenyum kecil sambil mengangguk. "Nggak masalah kok," katanya menumpuhkan tangan ke pagar balkon kamar Bayu. Dia sudah bersiap naik ke pagar namun pergelangan tangannya di sentuh oleh Bayu.

"La, besok ke sekolah sama aku ya," kata Bayu pelan menjauhkan tangannya dan naik ke pagar balkon. Bayu mengulurkan tangan pada Lala untuk membantu gadis itu naik.

Setelah naik, Bayu melangkah dulu ke pagar besi balkon Lala kemudian turun. Tangannya masih menggenggam tangan Lala, membimbing gadis itu untuk berhati-hati agar tidak jatuh.

"Boleh. Tapi aku nggak mau lompat balkon tiap pagi," celetuknya melepaskan genggaman Bayu.

Bayu duduk di kursi kayu. "Iyalah, mana mungkin aku biarin gadis kayak kamu lompat-lompat," katanya memutar punggung ke belakang hingga mengeluarkan bunyi.

"Capek ya?"

"Enggak, cuma agak pegel aja," Bayu tersenyum dan memutar punggung ke arah lain.

"Sama aja," Lala mengambil tempat duduk di samping Bayu. Tidak diungkapkan, tapi Lala tahu jika Bayu sedang berpikir tentang banyak hal. Dia ingin sekali mendengar semua itu dari Bayu, setidaknya hingga laki-laki itu membaik.

Cerita aja, Kak. Nggak pa-pa kok, aku bakal dengerin.

Kalimat itu yang ingin ia ucapkan, tapi justru tertahan di pangkal lidahnya.

"Mau nonton film di dalam?" tanya Lala memberi penawaran pada Bayu. Setidaknya laki-laki itu akan sedikiy terhibur.

Tanpa memberi jawaban, Bayu bangun dan melompati balkon ke kamarnya. Tangannya melambai pada Lala. "Istirahat aja, besok aku jemput," kata Bayu masih berjalan menjauh dan masuk ke kamar.

Lala masih diam, tidak menjawab, tidak melakukan apapun. Hanya melihat Bayu menghilang di balik pintu balkon.

Satu hal yang dia ketahui saat menyukai seseorang adalah kehidupan orang itu di luar dirinya sendiri. Keluarga. Tidak semua orang memiliki masalah seperti apa yang Bayu punya. Dia harus bisa menjaga agar laki-laki itu tetap bahagia.

Lala bangun dari kursi dan masuk ke dalam kos. Dia masuk ke kamar, naik ke ranjang, menutupi tubuhnya dengan selimut, dan menutup mata.

Gagal.

Lala tidak suka dengan perasaan aneh ini. Seolah dia ikut merasakan perih dari luka yang tidak terlihat olehnya, dan tidak ia miliki. Itu milik Bayu, dan dia merasakan semuanya.

Bersambung...

Woyo woyo...
Mell kambek... Eh, tapi nggak ada yang nungguin deng... Aduuuch...

Nggak mau banyak bacod deh diriku ini.

Semoga suka dengan ceritanya. Jangan lupa like, komen, dan pollow diriku ini.

See you later guys...

Mell,
The Night Fury's Rider.

Bayu Dan Lala (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang