Unnoticed - 08

464 135 58
                                    

Sudah hampir dua bulan lamanya Ovel berstatus sebagai 'pacar' Dylan. Sebulan lamanya jugalah pemuda itu selalu dihantui oleh bayang-bayang Ovel. Kemanapun ia pergi, Ovel juga akan mengekorinya ke sana. Saat di kantin pun Ovel juga akan makan bersamanya. Satu-satunya tempat teraman bagi Dylan dari teror Ovel adalah di kelasnya, itupun saat jam pelajaran dimulai.

Saat ini Dylan berada di lapangan basket. Rutinitas yang selalu ia lakukan setelah pulang sekolah biasanya memang latihan basket, mengingat ia juga salah satu anggota tim. Tapi sejak kemarin, pak Rudi -guru olahraga di sekolah Dylan dengan baik hati memperpanjang durasi latihan mereka hingga jam setengah enam sore, satu setengah jam lebih lama dari biasanya, mengingat seminggu lagi pertandingan basket antar SMA akan diadakan.

Bola mata Dylan hampir melompat keluar. Ia kaget, benar-benar kaget. Seolah jantung yang merupakan organ vital kehidupannya itu keluar dari rongganya. Seakan tak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh pak Rudi, Miko mengangkat tangannya -bertanya.

"Maksudnya bagaimana ya pak? Pertandingannya kan hari sabtu pak, tinggal empat hari lagi." ia berucap masih dengan mengangkat tangan.

"Ya? Terus?" Pak Rudi melipat tangannya di dada, setelah terlebih dahulu membenarkan letak jam tangannya.

"Kenapa manager tim basketnya di ganti lagi, pak? biasanya kan Ulfi yang jadi manager pak." Miko melanjutkan.

"Ulfi mengundurkan diri. Katanya tidak sanggup menangani kalian semua yang banyak tingkahnya. Ini sudah yang keempat kalinya manager tim basket diganti." Pak Rudi memandangi anak didiknya satu persatu sebelum ia membuka suara lagi.

"Kalian contoh lah tim sepak bola. Setiap tahun manager-nya hanya satu dan bertahan terus sampai akhir tahun.. Hampir tidak ada siswi yang mau menjadi manager tim basket ini. Nah, untung saja Ovel mau menggantikan Ulfi." Pak Rudi menepuk pundak Ovel dua kali, mempersilahkan gadis itu memperkenalkan diri.
Ovel menarik napas dalam. Memperkenalkan diri seperti ini cukup membuatnya gugup. Masih dengan ekspresi wajah datar, ia mulai bersuara.

"Perkenalkan namaku Lovelia Anastasia. Biasa dipanggil Ovel. Umur 16 tahun sebentar lagi mau 17. Hobi tidur kadang juga suka jalan-jalan. Kadang juga suka baca buku. Tinggi 158 cm, berat badan 48 kg." Ucapan Ovel terhenti sebentar. Matanya menerawang keatas, memikirkan kelanjutan perkenalannya.

"Satu hal lagi." matanya menatap tajam kearah paling belakang. Tempat dimana seorang pemuda tengah berusaha menyembunyikan dirinya. Gadis itu mengangkat telunjuknya lurus kedepan.

"Dia" ia mengambil jeda sebentar kemudian berucap lagi. "Dia pacarku, namanya Dylan Dirgantara."

Oke. bunuh saja Dylan saat ini. Telinganya memerah, wajahnya memanas. Orang yang paling tidak ingin ditemuinya di muka bumi ini malah berdiri dihadapan semua orang -mengumumkan dengan suara besarnya kalau mereka berdua tengah ber'pacaran'. Oh, lihat saja tingkah malu-malunya dibalik ekspresi datar itu, persis seperti saat pertama kali Ovel menyatakan perasaan padanya.

"Ciee. Aku salut padamu. Kau memiliki istri yang berani." dengan dua jempol yang teracung, Miko menggoda Dylan. Ia hanya bisa menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

"Ya sudah. Apa ada pertanyaan lagi? Kalau tidak ada kalian bisa lanjutkan latihannya." Pak Rudi berjalan keluar dari lapangan menuju kantor guru meninggalkan Ovel dan seluruh tim basket yang tengah menatapnya.

"l-lanjutkan latihannya." Ovel berbalik. Ia berlari kecil kearah pinggir lapangan tempat dimana semua barang-barang milik tim basket bertumpukan. Ia mengambil tempat di sebelah kiri, disamping sebuah tas hitam berukuran sedang tergeletak bertumpukan dengan seragam bertuliskan 'Dylan Dirgantara' pada nametag-nya. Dihadapannya kini seluruh tim basket tengah fokus latihan. Barusan Ovel sudah mencari informasi dari internet mengenai permainan basket. Dan ia sudah mulai mengerti walaupun beberapa penjelasan dari artikel yang dibacanya seolah menguap ke udara.

"Jadi, Dylan itu posisinya sebagai Point Guard. Oh, ini sih tukang oper bola ya."
Matanya kemudian beralih pada Miko "Dia posisinya shooting guard. Kalau tidak salah namanya Miko. Kalau dia itu sepertinya kapten tim" Ovel masih bicara sendiri, sesekali melihat ponselnya. Mengamati posisi masing-masing anggota tim.

Sekarang jam setengah lima sore. Biasanya Ovel sudah berada dirumah saat ini, menikmati segelas teh es sambil berbaring didalam kamarnya -melepas lelah. Sejak keputusannya bergabung sebagai manager tim basket tadi siang, Ovel harus merelakan waktu istirahatnya yang berharga. Dan seminggu kedepan ia harus menahan diri untuk tidak pergi 'berkencan' dengan Dylan. Yah, paling tidak Dylan akan mengantarkannya pulang kerumah setelah selesai latihan.

Lapangan basket disekolah Ovel ada dua, satu yang berada di luar ruangan dan satu lagi didalam ruangan gedung olahraga yang biasanya hanya dipakai saat jam olahraga -yah biasanya disebut indoor dan outdoor. Dan kalian semua pasti tahu dimana Ovel berada saat ini. Tim basket hanya diperbolehkan latihan menggunakan lapangan basket outdoor dikarenakan alasan kebersihan. Sudah puluhan kali mereka mengeluhkan hal ini kepada kepala sekolah untuk membolehkan latihannya didalam ruangan dengan mengkambinghitamkan cuaca, namun kepala sekolah tetap menolak. Alhasil mereka harus pasrah dengan keadaan saat ini.

Setengah jam kemudian Dylan dan anggota tim lainnya kembali ke tepi lapangan, mengistirahatkan diri. Sepertinya mereka semua sudah selesai latihan. Ovel yang tidak tahu apapun mengenai tugas dari manager tim basket malah berlarian ke arah Dylan, menyambut kekasihnya itu dengan sebotol air mineral miliknya yang sengaja tidak diminum.

"Manager, sedang apa?" Revan -kapten tim basket yang bicara. Ia duduk disamping Ovel, membuatnya diapit oleh dua orang pemuda sekarang.

"Duduk. Memangnya kenapa?" ia menjawab.

"Kau tidak mau mengumpulkan bolanya? Itu juga salah satu tugas manager tim basket loh." Ovel hanya diam, enggan beranjak dari duduknya.

"Kalau tidak mau mengumpulkan bolanya, kenapa mau jadi manager tim, harus profesional dong." Dylan yang kini bicara, setelah terlebih dahulu membasahi wajahnya dengan air pemberian Ovel.

Mata Ovel tertuju pada belasan bola basket yang berserakan diseluruh lapangan. Jika ia tahu pekerjaan manager tim basket seperti ini, ia juga ogah untuk mendaftar tadi siang.

"Ini perbudakan ya." Revan sontak tertawa. Lihatlah betapa datarnya wajah Ovel sejak tadi.

"Ayolah, akan aku bantu. Tapi hanya sekali ini saja ya" Ovel mengangguk. Ia mengikuti Raven dari belakang menuju ke tengah lapangan. Memunguti satu persatu bola basket yang berserakan.

"Kalau dikerjakan bersama maka akan cepat selesai, bukan?" Ovel mengangguk. Untuk sesaat kegiatan memungut bola itu hanya diisi oleh suara Revan, sedangkan Ovel hanya sesekali menanggapi ocehan pemuda itu. Mata Ovel masih saja melirik kearah pinggir lapangan dimana Dylan tengah bermain dengan ponselnya sambil cekikikan. Jujur saja sebenarnya ia ingin Dylan yang membantunya saat ini, namun pemuda itu masih saja sama seperti sebulan yang lalu.

"Ck. Menyebalkan."

-Everlyzd-

°
°
°
°
°

Hai semua, Unnoticed udah update lagi nih. Tapi maaf ya kalau nanti updatenya sering telat 😭😭

Jadi buat teman teman semua yang suka sama cerita ini, vote dan comment-nya ditunggu banget loh. 🤗🤗🤗

Jangan lupa pantengin terus ya kisah Ovel sama Dylan. ☺☺☺

Bye byee minna-san
Have a nice day all🌹🌹

Unnoticed (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang