Ovel menyukai Dylan tanpa alasan yang jelas. Ia suka bagaimana lengkung indah tertarik dari bibir tipis Dylan saat pemuda itu tersenyum. Ia menyukai rambut tebal berantakan milik Dylan. Bahkan ia suka aroma parfum bercampur keringat yang menguar dari tubuh Dylan. Ia mulai menyukai semuanya.
Seulas senyum terpatri di bibir Ovel. Matanya tak henti hentinya mengikuti setiap gerak gerik Dylan. Bagaimana pemuda itu mendribble bola, kemudian memasukkannya kedalam ring. Dan Bagaimana pemuda itu menyeka keringatnya setelah bertos ria dengan salah satu rekan di tim basket tersebut. Ovel menyukai semuanya.
Gadis itu menunggu Dylan selesai berlatih di pojok lapangan, seorang diri diantara keramaian siswa lain yang juga tengah menonton latihan basket.Arah pandang Ovel jatuh pada gadis dengan rambut sebahu dengan sorakan paling keras, berdiri tak jauh dari tempatnya berada. Entah kenapa perasaannya mendadak cemas, mengingat sosok gadis itu terlihat sangat akrab dengan Dylan. Lihatlah kini, keduanya saling melemparkan senyum satu sama lain.
Satu jam penantian Ovel akhirnya berakhir sudah. Ia segera berdiri ketika melihat dylan yang sudah selesai latihan membereskan barang miliknya. Tas hitam yang lumayan kecil ia sampirkan di bahu kanannya, kemudian sebuah jaket yang ia lilitkan di pinggang. Ovel berlari kecil menyusul 'pacarnya' yang sudah agak menjauh dari lapangan. Menyamakan langkah dengan pemuda yang kini tengah meneguk air dari botol air mineral yang tadi dibelinya.
"kita pulang sekarang?" tanya Ovel sambil berjalan disamping Dylan. Pemuda itu selesai minum. Ia menendang botol minumannya tadi ke tempat sampah yang berada di samping gerbang sekolah.
"Yes. Masuk." Seru Dylan. Tanpa mengindahkan Ovel disampingnya.
"Hei. Apa kita mau pulang sekarang atau jalan-jalan dulu." Ovel kembali bertanya. Mengekori Dylan menuju ke tempat parkir.
"Hngg? Barusan kamu bilang apa?"
Ovel mendengus kesal. Ia diacuhkan begitu saja padahal sudah sedikit meninggikan suaranya."Kita mau langsung pulang atau bagaimana? Kebetulan aku sedang tidak ada kegiatan hari ini."
Dylan berhenti tepat disamping motornya. Ia nampak berpikir sejenak. Lima detik kemudian ia kembali bersuara."Ah. Maaf. Hari ini aku sudah ada janji. Kapan kapan saja ya aku mengantarkanmu pulang."
"Jadi kapan kapan itu kapan? Besok?" Dylan sudah berada di atas motornya sekarang lengkap dengan helm yang sudah terpasang.
"Ya. Besok besok saja ya." Ia mengibaskan tangannya tampak sama sekali tidak peduli dengan Ovel. Pemuda itu menyalakan mesin motornya. Kemudian melaju meninggalkan Ovel di tempat parkir. Gadis itu merengut. Ini adalah kali keduanya diacuhkan oleh Dylan seperti ini, setelah kejadian kencan mereka yang batal gara-gara Dylan sama sekali tidak datang.
Dylan berhenti di gerbang sekolah, bercakap cakap sebentar dengan kumpulan siswi disana. tak lama kemudian siswi dengan rambut sebahu yang ia ketahui bernama Vina menaiki motor Dylan, bersikap malu-malu dihadapan teman temannya yang saat ini tengah menertawakan.
Ah. Ovel membenci hal itu. Disaat Vina tertawa bahagia duduk berboncengan dengan 'pacarnya'saat ini, ia hanya bisa memandanginya dari kejauhan -masih berdiri di tempat parkir. Kakinya terasa berat untuk sekedar melangkah mengejar Dylan lalu melabrak 'perselingkuhan' yang sedang terjadi. Entahlah. Ovel masih mencoba untuk berpikir positif. Mungkin saja Vina itu sepupunya, atau anak teman ibu Dylan. Tapi jika Vina itu anak dari teman ibunya Dylan, bisa saja mereka sudah dijodohkan.
"Ah. Tidak mungkin." Ovel berbicara sendiri. Ia menggelengkan kepalanya kasar. Mencoba berpikir positif ternyata sangatlah sulit. Nyatanya Ovel tahu kalau Vina itu tak lebih dari sekedar teman Dylan. Bukan sepupunya dan bukan pula anak teman ibunya.
Dylan berlalu, bersamaan dengan denyut jantung Ovel yang memacu. Ia sedikit marah, namun ia juga tidak mau 'statusnya' dengan Dylan rusak hanya karena masalah sepele seperti ini. Untuk sekarang sepertinya Ovel mencoba untuk tidak mengungkit masalah yang baru saja dilihatnya hari ini. Hei, mereka baru saja resmi berpacaran seminggu yang lalu.
Namun Ovel merasa aneh. Ia tidak mengerti maksud dari senyuman Dylan barusan. Pemuda itu tak pernah terlihat sebahagia itu saat bersama dengan Ovel. Bisa saja itu hanya ilusinya. Tapi tetap saja ia tidak suka dengan senyuman Dylan pada Vina barusan.-Everlyzd-
"Menyebalkan."
Ovel menghempaskan tubuhnya di kasur. Saat pulang tadi ia terpaksa harus naik angkutan umum, berdesak-desakan dengan sesama penumpang lainnya karena memang sore adalah jam pulang kerja bagi para pekerja kantoran.
Pintu kamarnya ia biarkan terbuka. Seragam sekolah yang tadi dikenakannya ia biarkan berserakan di lantai, terlalu malas untuk sekedar menggantungnya. Ovel tahu kalau Dylan sama sekali tidak menganggapnya, bahkan ia sangat sadar dengan raut wajah terpaksa yang tersirat dari air muka Dylan setiap kali Ovel mengajaknya pergi.
Sebenarnya Ovel sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu. Namun saat melihat ekspresi sumringah Dylan di gerbang sekolah tadi, nafasnya mendadak sesak, menyumbat tenggorokannya. Sebenarnya apa hubungan Dylan dengan Vina? Toh, yang menjadi pacar Dylan saat ini adalah dirinya, iya kan?
"hei. Cold princess. Jadi apa cerita hari ini?" ovel mendelik. Tanpa mengetuk pintu sedikitpun -Leo, kakak Ovel masuk ke dalam kamarnya, duduk disamping Ovel yang tengah berbaring.
"Berhenti memanggilku cold princess atau apapun yang terlintas di benak kakak, aku sudah lebih sering tersenyum sekarang" gadis bermata cokelat itu mencoba tersenyum.
"kau serius? Jarang-jarang loh kamu yang berwajah datar ini tersenyum" leo mencoba melucu, namun sayangnya ia melihat hal yang janggal dari senyuman adiknya itu, bibir Ovel bergetar.
"Lagi ada masalah, ya?" Leo mencoba mencari tahu, ia menatap manik Ovel yang terlihat sendu.
"kalau aku putus saja, menurut kakak bagaimana?" Leo masih ingat dengan jelas bagaimana semangatnya Ovel saat pertama kali ia mengatakan kepadanya kalau ia sudah jatuh cinta. Dan juga bagaimana bahagianya wajah Ovel saat ia memperlihatkan foto pemuda yang bernama Dylan kepadanya.
"Dylan lagi?" ovel mengangguk, Leo menghela napas dalam.
"hei hei. Cold princess. Baru juga pacaran beberapa minggu. Kakak rasa, Dylan itu masih malu-malu. Kalau sudah satu bulan atau lebih kalian pacaran, nanti pasti Dylan jadi romantis."
"kakak bercanda, kan? Dia tidak pernah menganggapku kak."
Leo menggeleng. " kakak yakin" optimis pemuda 22 tahun itu.
"Dylan pasti berubah kan kak?" Air muka Ovel sudah berubah, ia terlihat kembali bersemangat.
"Bagaimana? Masih ingin putus?"
Kali ini Ovel yang menggeleng,"Tidak, putusnya nanti saja." Ucapnya menelungkup, menyembunyikan wajahnya. membayangkan wajah Dylan sudah cukup membuat wajah Ovel memerah. Hari-hari berikutnya dihabiskan Ovel mengekori Dylan lagi. Berkat kata-kata motivasi dari sang kakak -Leo, yang merupakan orang paling dipercayainya dimuka bumi.
-Everlyzd-
KAMU SEDANG MEMBACA
Unnoticed (COMPLETE)
Teen FictionFollow dulu sebelum baca yaa Lovelia Anastasia. Si wajah datar tanpa ekspresi tiba-tiba saja 'nembak' seorang cowok yang ditemuinya didepan sebuah cafe hanya karena saran dari kakaknya Dylan Dirgantara namanya. Bukan Dylan yang selama ini kalian ke...