Unnoticed - 24

313 44 22
                                    

Berita mengenai perilaku Dylan pada Ovel saat penutupan acara camping tim basket menyebar begitu cepat. Tidak hanya dari mulut ke mulut. Bahkan groupchat kelas dan juga angkatan mereka sangat ramai membahas mengenai hal ini. Beberapa foto dan video yang di ambil secara amatir semakin membuat masalah ini memanas. Setelah pulang dari perkemahan, Ovel menerima pesan yang begitu banyak pesan dalam selang waktu lima belas hari. Hampir semua orang lebih memberikan semangat dan motivasi padanya, ada juga yang mengiriminya pesan sarkasme yang menjatuhkan, sebut saja Vina.

Rasanya Ovel tak sanggup untuk pergi ke sekolah saat ini. Ia malu. Semua orang sudah melihat foto-foto saat ia di tenangkan oleh Revan, dan juga video berdurasi pendek saat Dylan meminta maaf.

Sekarang semester baru dengan perubahan cuaca yang sudah mulai melembab. Ovel merapatkan jaket kebesaran milik Leo. Ia mengambil napas sekuat tenaga lalu menghembuskannya kasar. Biasanya ia sama sekali tidak cemas saat semester baru seperti ini. Namun dengan insiden yang baru-baru ini terjadi membuat Ovel harus sedikit merasakan kecemasan itu, mengingat ia sudah menjadi trending topic selama dua minggu belakangan ini.

Lima menit perjalanan dari gerbang sekolah menuju ke kelas barunya terasa seperti neraka, seakan tertusuk oleh setiap pasang mata yang menatapnya. Bagi Ovel, menjadi pusat perhatian sama sekali tidak menyenangkan seperti yang di pikirkannya selama ini. Gadis itu mempercepat langkahnya. Sedikit merasa risih dengan tatapan dan juga bisikan-bisikan yang sengaja mereka perdengarkan untuk Ovel, terlalu keras.

Kelas XII IPA1 kembali menjadi tempat Ovel untuk setahun ke depan. Tidak ada pengacakan kelas untuk kelas IPA, menandakan kalau Ovel akan kembali sekelas dengan Revan. Jujur saja ia sedikit senang, apalagi ia tidak perlu khawatir akan sekelas dengan Dylan karena pemuda itu akan tetap berada di kelas XII IPA 3.

Ovel mulai masuk ke dalam kelas dengan perasaan canggung. Sesuai dengan yang ia pikirkan sebelumnya, saat ini seluruh penghuni kelas XII IPA 1 menatap ke arahnya, membuat gadis itu langsung tertunduk. Ia segera menuju bangkunya yang memang terletak di urutan paling depan -meletakkan tasnya di atas meja kemudian membenamkan kepalanya di antara lipatan siku. Ia tahu semua orang tengah berbisik sekarang, mengatakan betapa kasihannya gadis tanpa teman ini.

"Dia ini emang gak tahu diri." Seseorang menyeletuk dengan suara keras yang nyaris merusak pendengaran Ovel. Gadis itu mendongak, mendapati Vina sudah berdiri dihadapannya dengan dua temannya dai tim cheerleader -seingat Ovel salah satu gadis pernah bertanya mengenai Revan padanya saat camping kemarin. Sebuah senyuman miring sangat jelas terlukis di bibir Vina. Tak ada lagi Vina si gadis cantik berhati malaikat yang selama ini orang kenal, yang ada hanyalah gadis kejam yang mungkin akan melakukan apa saja karena obsesinya pada pemuda bernama Dylan.

"Kamu sangat menyukai Dylan, ya. Sampai mau melakukan hal murahan seperti itu."

"Apa maksudmu?"

"Ya jelas. Semua orang juga tahu apa yang kamu lakukan pada Dylan di hutan malam itu. Buktinya pun juga sudah ada." Vina mencoba untuk mengintimidasi Ovel, menyudutkan gadis itu seolah ia yang bersalah.

"Kamu sudah rabun ya. Lihatlah videonya baik-baik. Di sana siapa yang meminta maaf. Aku? Atau Dylan?" Tanya Ovel.

"Kamu juga memeluk Revan seperti itu. memangnya kamu siapa? Pacar Revan?" Gadis lain yang berbicara dan Ovel yakin kalau namanya itu adalah Rani, tertulis dari nametag yang ada di bajunya.

"Dia memang murahan sih, makanya mau-mau saja dipeluk seperti itu." Ovel meremas tangannya. Telinganya sudah cukup panas mendengar bisikan-bisikan tentang dirinya, dan sekarang Vina malah menambah kekacauan dalam hidup Ovel di semester pertamanya ini.

"Hati-hati Vin, sepertinya pelet si Ovel cukup kuat. Buktinya dia bisa membuat Revan dan Dylan menyukainya." Oh Rani, kenapa kamu harus menyangkutkan ahl ini dengan pelet. Semua ini tidak ada hubungannya dengan hal itu. Gadis itu berbisik pada Vina, namun Ovel masih bisa mendengarnya dengan sangat jelas.

"Dasar tukang pelet." Hardik Vina. Ovel sama sekali tidak tahu apa mau gadis ini. Setelah berteriak memaki dengan tidak jelas, dia malah menarik rambut Ovel kuat, kemudian menariknya menuju ke depan kelas.

Ovel mengaduh. Kepalanya perih sekarang karena bekas tarikan Vina pada rambutnya. Jelas sekali, Vina memang berniat mempermalukannya sekarang. Infocus yang terpasang di langit-langit kelas mendadak hidup. Berselang lima menit, sebuah video yang berisi kumpulan foto tentang kejadian malam itu diputar. Ovel padahal sudah melihat seluruh foto yang tersebar. Namun di sini hanya ada foto Ovel yang terlihat sedang histeris, dikerumuni oleh semua orang seolah menyiratkan kalau memang dia lah yang bersalah.

"Kalian lihat kan. Dia ini memang suka menggoda pacar orang, lihat saja di video ini," ucap Vina lantang di hadapan kelas.

"Tapi kamu juga sudah melihat semua foto yang disebar, Vin. Kamu hanya memilih bagian dimana Ovel terlihat bersalah. Lagian kenapa kamu membenci Ovel sampai seperti itu sih." Suara di sudut ruangan membuat Vina berjalan dengan marah ke arah sana. Ia menarik kerah baju pemuda yang baru saja berbicara,

"Diam dan lihat saja videonya," ucapnya dengan gigi yang terkatup rapat. Ovel cukup bernapas lega karena setidaknya ada beberapa siswa yang tahu kebenarannya.

"Dia sudah merebut Dylan dariku. Dia membuat Dylan mencampakkan aku begitu saja saat di perkemahan. Dia juga merasa paling cantik di sini, padahal bukan. Memangnya kenapa kalau Revan suka sama kamu?"

"Memangnya apa urusanmu?" Semua orang terkejut, begitu juga Vina. Ia menoleh secepat kilat saat suara Revan terdengar. Pemuda itu berdiri di ambang pintu, masih dengan tas yang tersampir di bahu kirinya.

"Aku sudah mencoba berbicara baik-baik padamu mengingat kamu itu wanita. Tapi semakin hari kelakuan kamu itu semakin parah." Revan berjalan ke tempat Ovel.

"Vel, kamu disuruh pak Rudi menghadap bu Ani di ruangan BK," ucap Revan lembut, sangat lembut sampai membuat jantung Ovel kembali berdegup keras. Revan menjeda ucapannya sejenak, kemudian beralih menatap Vina sangar.

"dan kamu dipanggil ke ruangan kepala sekolah tuh," ucap Revan dengan intonasi dingin. Sangat berbeda saat ia berbicara dengan Ovel.

"Loh, kenapa aku juga dipanggil. Yang membuat masalah kan si murahan ini." Hampir saja Revan membalikkan meja yang ada di hadapannya jika Ovel tidak menghalanginya sekarang.

"Tanyakan pada dirimu sendiri, pantaskan kamu menyebarkan foto-foto seperti itu tanpa izin? Menempelkannya di seluruh sudut sekolah? Memutar videonya di tiap kelas? Jadi sekarang silahkan menghadap kepala sekolah."

Sekarang bukan Ovel lagi yang dipermalukan, melainkan Vina. Gadis itu pergi dari kelas entah menuju ke ruangan kepala sekolah ataupun ke tempat lain, Ovel tidak peduli.

"Kamu juga ke ruangan BK ya." Ovel mengangguk, menurut dengan ucapan Revan. Pemuda lembut itu meletakkan tasnya kemudian menyusul Ovel segera, padahal ia tidak meminta untuk di temani ke ruangan BK sama sekali.

"Kamu tenang saja. Pak Rudi pasti sudah menceritakan kejadiannya pada bu Ani." Revan mencoba menenangkan Ovel walaupun itu sebenarnya tidak perlu. Ia juga tidak tahu kenapa ia menemani Ovel ke ruangan BK sekarang. Yang jelas ia selalu ingin berada di samping Ovel, bahkan disaat tersulit yang dirasakan gadis itu, seperti sekarang.


-Everlyzd-

Unnoticed (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang