Jangan lupa vote and comment nya ya guys🌹🌹🌹
Hope you all enjoy this part🤗🤗
°
°
°Ovel mengunci gudang olahraga secepat yang ia bisa dan segera berlari dari belakang sekolah. Gudang olahraga sekolah Ovel berada dibagian belakang sekolah, berdampingan dengan tempat pembakaran sampah. Suasananya sedikit menyeramkan, ditambah lagi cahaya jingga yang sudah hampir menutupi cakrawala membuat tempat ini lebih terlihat seperti kuburan. Ia berlari menuju gerbang sekolah. Tempat dimana anggota tim basket lainnya menunggu. Ia menyesal menolak ajakan Revan untuk menemaninya ke gudang sekolah. Bodohnya lagi kenapa juga ia mengatakan sanggup untuk mengangkat keranjang yang menampung bola basket itu sendirian. Dan ia juga terlalu gengsi untuk menerima kembali tawaran dari Revan.
Sial.
"Dylan." Ovel memekik girang. Di antara tim basket yang menunggunya di gerbang depan. Dylan berdiri diantara salah satunya. Ovel mempercepat larinya -tidak ingin Dylan menunggu terlalu lama. Begitu sampai di gerbang sekolah, ia langsung memeluk lengan Dylan. Pemuda itu masih terlihat risih namun Ovel mengabaikannya.
"Ayo pulang." Tak ada wajah datar yang biasanya Ovel pamerkan pada semua orang. Kini sebuah senyuman dengan mata membentuk lengkung bulan sabit sempurna terukir di wajah Ovel. Bahkan Dylan saja sempat tertegun sesaat sebelum pemuda itu menjawabnya.
"B-baiklah. Ayo pulang." Ovel segera naik ke atas motor Dylan setelah pemuda itu menyalakan mesin motornya. Ovel lebih memilih menggenggam erat jaket Dylan alih alih memeluk pemuda itu dari belakang ala ala drama korea.
"Hati hati dijalan ya Dylan, manager." Ovel mengangguk. Terlebih dahulu keduanya melambai pada Miko dan anggota basket lainnya.
Motor Dylan melaju perlahan menembus dinginnya petang disaat matahari sudah hampir tenggelam sempurna. Tidak ada percakapan yang terjadi. Baik Ovel maupun Dylan, keduanya membisu. Dylan tahu Ovel memang tipe orang yang sangat sulit untuk bicara. Teman saja gadis ini sepertinya tidak punya. Mungkin karena wajah datar yang selalu ia pasang serta kebiasaannya yang jarang bicara itu membuat hampir semua orang menjadi sedikit malas untuk berurusan dengannya.
Dylan harus mencari topik pembicaraan. Walaupun ia juga agak sedikit risih saat bersama dengan Ovel.
"Vel. Bagaimana hari pertama kamu jadi manager tim basket?" Dylan mencoba bertanya.
"Biasa saja. Tidak ada yang spesial kok." Ovel menjawab.
"Benarkan? Kami semua tidak menyusahkan, bukan? Pak Rudi saja yang terlalu lebay, menurut kamu bagaimana?"
"Iya. Tapi kalian agak sedikit menyusahkan." ungkapnya. Tadi saat selesai memunguti bola basket yang berserakan. Ia harus berlarian ke warung yang ada di pinggir jalan di dekat sekolah, membeli air mineral. Ia membawa sekardus air itu sendirian, tanpa ada yang mau membantunya. Alasannya klise -mereka terlalu lelah karena latihan tadi. Karena itulah Ovel jadi tidak mau menerima bantuan Revan saat pemuda itu menawarinya untuk membawa keranjang berisi bola itu.
Dylan tersenyum. Mungkin tim basket yang sudah hampir menjadi bagian dari hidupnya selama dua tahun ini memang lumayan menyusahkan seperti yang baru saja Ovel katakan. Tapi paling tidak mereka itu menyenangkan dan setia kawan.
"Iya. Mereka memang sedikit menyusahkan. Tapi kan aku tidak begitu. Tadi saja bukan aku yang menyuruhmu membeli air mineralnya, iya kan?"
Mereka berdua berhenti di persimpangan jalan. Ovel menatap sebuah box telepon tua yang masih berdiri ditepi jalan. Ia semakin mengeratkan genggaman tangannya pada jaket Dylan -menganggukkan kepalanya sebagai balasan untuk jawaban atas pertanyaan yang baru saja dilontarkan pemuda itu.
"Revan itu memang tukang suruh. Tapi sebenarnya dia anaknya baik. Karena jabatan kapten tim itulah membuatnya merasa bertanggung jawab. Pasti kedepannya dia bakalan lebih sering menyuruh kamu, maaf ya."
"iya. Aku mengerti."
Traffic light sudah kembali berwarna hijau dan Dylan kembali melajukan motornya. Ia berbelok ke arah kanan. Masuk ke sebuah kompleks perumahan yang hampir semua rumah disana lumayan besar bergaya minimalis. Dylan sudah pernah mengantarkan Ovel sebelumnya. Namun sialnya ia lupa rumah Ovel yang mana karena dimata Dylan semua rumah ini terlihat mirip."Di gang depan belok kiri. Nanti kalau lihat rumah bercat cokelat pagar warna hitam itu rumahku." Beruntung Ovel paham dengan kebingungan Dylan, mengingat motornya berjalan sangat pelan sebelum gadis itu memberikan instruksi. Didepan rumah berwarna cokelat dengan pagar bercat hitam seorang pemuda sedang berdiri disana.
"Oh, cold princess Sudah pulang. Kenapa lama sekali? Kamu tahu kan kalau papa dan mama sekarang sedang tidak di rumah, jadi kakak yang bertanggung jawab. Kamu habis dari mana?" Leo yang cemas memberikan pertanyaan bertubi-tubi pada Ovel yang baru saja turun dari motor Dylan. Ia mendelik tajam.
"Jangan pernah panggil aku dengan sebutan itu." Ia bicara untuk yang keseribu kalinya. Entah Leo mendengarkan atau tidak dengan apa yang baru saja dikatakan adiknya. Ia kembali bersuara.
"Baiklah. Jadi cold princess kenapa pulangnya telat?" Ovel hanya memutar bola matanya malas. Ia memberikan helm yang tadi dipakainya pada Dean.
"Terimakasih ya, Dylan. Sudah mengantarkan Ovel pulang. Pasti dia ini menyusahkankanmu ya." Leo terkekeh. Ia mencubit pelan pipi Ovel. Yang dicubit malah menggerutu kesal.
"Tidak kok, kak. Lagian kita juga searah. Ovel aku pulang dulu ya."
Ovel melambai pelan, tersenyum pada 'pacar' yang sepertinya sudah mulai sedikit membuka hati padanya. Selama dua bulan ini, Dylan sangat jarang memulai pembicaraan dengan Ovel. Selalu saja gadis itu yang memulai terlebih dahulu. Namun semuanya terasa berbeda bagi Ovel saat tadi pemuda itu mengantarnya pulang. Sepertinya Dylan sudah mau menerimanya sebagai 'pacar'."Hmm. Kamu pintar juga ya mencari pacarnya. Dia Tampan jika dilihat langsung."
"Tentu saja, kak. Dia itu kan pacarku. Jadi memang harus tampan."
"Iya. Terserah cold princess saja."
-Everlyzd-

KAMU SEDANG MEMBACA
Unnoticed (COMPLETE)
Genç KurguFollow dulu sebelum baca yaa Lovelia Anastasia. Si wajah datar tanpa ekspresi tiba-tiba saja 'nembak' seorang cowok yang ditemuinya didepan sebuah cafe hanya karena saran dari kakaknya Dylan Dirgantara namanya. Bukan Dylan yang selama ini kalian ke...