Keesokan harinya Ovel sudah berdiri di depan rumahnya menunggu Revan. Jeans hitam dipadukan dengan atasan biru muda dan sebuah tas kecil menggantung di bahu gadis itu. Ovel tidak tahu Revan akan mengajaknya kemana hari ini. Pemuda itu mengatakan akan menjemputnya jam sembilan pagi di depan rumahnya.
Dan benar saja, tepat pukul sembilan pagi Revan sudah berada di depan rumah Ovel. Pemuda itu keluar dari mobilnya, kemudian menyuruh Ovel untuk segera masuk -dengan membukakan pintu tentunya. Gadis itu tersenyum malu. Diperlakukan bak putri seperti ini ternyata cukup memalukan. Mobil Revan menembus ramainya jalanan Bandung pagi ini.
"Kita mau ke mana?" Ovel cukup penasaran. Pasalnya ia hanyalah anak rumahan dan Revan melewati jalanan yang sama sekali tidak ia ketahui.
"Ke kebun bunga di Lembang bagaimana?"
"Kebun bunga?"
"Iya. Aku dengar kebun bunga di sana sangat cantik, seperti kamu," ucapnya mencicit di kalimat terakhir. Sebisa mungkin pemuda itu mengalihkan pandangannya -masih malu-malu walaupun mereka sudah terang-terangan mengatakan perasaan satu sama lain.
Setengah jam berkendara dan tiba-tiba saja mobil Revan dicegat oleh sebuah mobil putih yang berhenti begitu saja di depannya, memblokade jalan. Refleks Revan menginjak rem. Napasnya tersengal, terasa sangat berat. Jantungnya seolah melompat keluar dari rongganya. Revan melirik Ovel sejenak, gadis itu juga terlihat shock.
"Kamu tidak apa-apa?" Ovel mengangguk. Jujur saja ia sangat terkejut saat ini. "Dasar sinting. Kenapa ia berhenti seperti itu." Pemuda itu kemudian turun dari mobilnya. Berjalan dengan sedikit marah pada pemilik mobil putih yang enggan untuk keluar. Berkali-kali Revan mengetuk kaca mobilnya hingga akhirnya seorang gadis yang terlihat sedikit lusuh pun keluar.
Itu Vina.
Tanpa berkata apa pun dia melewati Revan begitu saja menuju arah mobil pemuda itu berada. Matanya berkilat marah. Memaksa Ovel keluar dari mobil Revan. Gadis itu menarik lengan Ovel kasar kemudian menutup pintu kembali mobil Revan dengan keras.
"Aku sudah cukup sabar menghadapi gadis brengsek sepertimu," ucap Vina menyudutkan Ovel ke mobil Revan, mencengkeram kerah baju gadis itu.
"Dari awal kamu tidak punya teman, aku yang mengajakmu bicara. Kamu terlihat begitu menyedihkan duduk sendiri di pojok kantin memakan makan siangmu." Ia semakin mengeratkan cengkramannya membuat Ovel agak kesulitan bernapas sekarang. Revan yang melihat itu berniat memisahkan mereka, namun ia dihalangi oleh dua orang pemuda yang juga turun dari mobil Vina.
Bola mata Vina nyaris melompat keluar dari rongganya sekarang. Memelototi Ovel seolah berniat untuk menguliti gadis itu hidup-hidup. Ovel berusaha melepaskan tangan Vina dari lehernya dan ia berhasil. Kakinya merosot lemah, ia terbatuk sekarang. Dan dengan kasar Vina kembali menyuruh gadis itu berdiri.
"Kamu menyedihkan. Aku tahu dari awal kamu hanya berpura-pura baik di hadapan semua orang. Aku tidak menyangka akan melihat sifat aslimu sekarang," ucap Ovel. Matanya berair sekarang dan itu bukanlah karena menangis.
"Ah, aku lupa. Bukankan kamu sudah menjadi monster beberapa bulan yang lalu?"
Vina tiba-tiba saja berteriak. Menampat Ovel membabi buta dengan kuku-kuku panjangnya.
"Aku? Monster? Aku ini gadis paling sempurna di SMA Harapan Bangsa. Dan kamu..."
Napas Vina semakin menggebu. Mengguncang tubuh Ovel beberapa kali.
"Dan kamu tiba-tiba saja datang dan menghancurkan semuanya."
"Kenapa malah menyalahkan aku?"
"Karena kamu merebut Dylan. Dylan yang dari awal menjadi milikku kamu rebut begitu saja. Dengan seenaknya kamu mengatakan dihadapan semua orang kalau Dylan itu pacarmu. Dylan itu pacarku. Dari awal Dylan itu milikku!" Vina berteriak keras saat mengucapkan kalimat itu. Ia tidak mempedulikan kalau sekarang mereka menjadi bahan tontonan setiap orang yang lalu lalang di jalanan ini. Mereka berdebat cukup lama. Bahkan sekarang di pipi Ovel sudah ada bekas cakaran kuku Vina, tidak terlalu dalam namun rasanya cukup perih.
"Vina!"
Vina tersentak, begitu juga dengan Ovel. Dengan tergesa-gesa Dylan segera memarkirkan motornya asal dan bergegas menghampiri kedua gadis yang sudah terlihat sangat kacau itu. Ia langsung melepaskan tangan Vina yang sedari tadi berada di bahu Ovel.
"Apa-apan ini?" ucap Dylan pada Vina dengan tatapan tajam. Belum sempat gadis itu menjawab, Dylan kembali buka suara. Ia berbicara pada Ovel dengan sangat lembut -menanyakan kondisi Ovel dan mengabaikan Vina seolah gadis itu tidak pernah berada di sana. Sebuah sunggingan kesal terlukis dari bibir Vina. Ia kesal menatap perlakuan Dylan pada Ovel.
"Sial! Aku benci kalian bertiga." Dylan, Ovel dan Revan menatap Vina. Gadis itu sudah kerasukan sekarang. Ia mulai memukul Ovel. Menjambak rambutnya dan memukulinya. Ovel melawan. Setidaknya ia juga bisa membela diri atau paling tidak ia harus menghindari pukulan-pukulan yang dilayangkan Vina. Tapi gadis itu cukup kuat, hingga membuat tenaga Ovel terkuras. Dylan dan Revan juga sedang berurusan dengan kedua orang tema Vina sekarang. Jadi mereka juga tidak bisa berbuat banyak untuk menolong Ovel.
"Kemari kamu. Gadis brengsek tidak tahu diri!" Vina menarik Ovel lagi dan lagi saat gadis itu berusaha lari menuju trotoar. Semua orang hanya membuka jalan tanpa berniat untuk menolong. Kaki Ovel sudah cukup lemah. Tubuh mungilnya seolah tertiup angin saat Vina mendorongnya begitu saja ke tengah jalan.
"OVEL!!!"
Oke. Ovel mendengar teriakan sekarang. Bukan satu atau dua orang, tapi rasanya begitu banyak orang tengah mengelilinginya kini. Entah kenapa tubuhnya terasa sangat tidak bertenaga. Kepalanya juga mendadak sakit. Hampir seluruh tubuhnya terasa sangat ngilu. Mungkin ini akibat pukulan Vina padanya.
"...Vel...ber...lah. ...Ambulan...sini." Ovel berusaha menajamkan pendengarannya. Tapi suara Dylan benar-benar tidak bisa di dengarnya dengan jelas. Terlalu berisik sekarang.
"...NGGIL ...LAN!!"
Ah, teriakan lagi. Benar-benar mengganggu Ovel hingga kepalanya terasa berputar sekarang. Kenapa bajunya terasa sangat basah? Apa hujan? Samar samar Ovel masih bisa mendengar teriakan teriakan disekitarnya namun sudah tidak seberisik tadi. Pedih disekujur tubuhnya kini sudah tidak dirasakannya lagi. Teriakan pun sudah tidak terdengar lagi. Perlahan pandangan Ovel mengabur,
dan sepersekian detik kemudian semuanya gelap.
-Everlyzd-
TAMAT
Hehehe udah tamat ajaaa. Makasih yaa yang udah sempetin baca, vote dan komen Unnoticed selama 4 bulan ini.
Tanpa kalian semua aku bukanlah apa apa 😍😍😍See you in my next project epribadeh 😁😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Unnoticed (COMPLETE)
Teen FictionFollow dulu sebelum baca yaa Lovelia Anastasia. Si wajah datar tanpa ekspresi tiba-tiba saja 'nembak' seorang cowok yang ditemuinya didepan sebuah cafe hanya karena saran dari kakaknya Dylan Dirgantara namanya. Bukan Dylan yang selama ini kalian ke...