Sekarang hari terakhir mereka di perkemahan. Jika Ovel melihat dari rangkaian acara maka malam ini akan diadakan api unggun serta jurit malam. Bulu kuduk Ovel langsung meremang saat mendengar kata 'jurit malam' yang sekarang sedang digaung-gaungkan oleh semua orang -tidak sabar menunggu acara penutupan nanti malam. Semua persiapan sedang di lakukan, mulai dari mengumpulkan kayu bakar, menyusunnya menjadi berbentuk piramida. Di bagian bawah dan tengah kayu bakar tersebut di selipkan ban bekas yang kemarin mereka bawa sehingga nanti api unggunnya akan bertahan lama.
Cuaca yang cerah dengan matahari menyengat ubun-ubun tak membuat semua orang kehilangan semangat mempersiapkan acara nanti malam. Mereka terlihat sangat antusias membuat Ovel mau tidak mau juga harus ikut andil membantu, walaupun sebenarnya ia sama sekali tidak ingin mengikuti acara nanti malam.
Umur Ovel enam belas tahun sekarang, bulan depan ia akan merayakan ulang tahunnya yang ke tujuh belas, dan ia takut dengan hantu. Ovel tidak menyukai film horor, tidak berani pergi keluar sendirian saat malam hari dan tidak ingin mengikuti jurit malam atau apapun namanya -terserah saja.
Persiapan yang di lakukan sudah hampir selesai. Kayu bakar sudah di tumpuk sedemikian rupa hingga menjulang tinggi. Jalanan yang akan dilewati untuk jurit malam ini juga sudah dipasangi lampu minyak sebagai penerangan. Sekarang hanya tinggal menyiapkan bahan-bahan yang akan di pakai untuk pesta barbeque nanti malam.
"Lepasin gak. Kalau kamu gak lepasin, aku bakalan teriak." Ancam Ovel. Saat ini tangannya tengah dicengkram dengan kuat oleh Dylan. Pemuda itu mendadak bertindak aneh sejak kemarin hingga membuat gadis itu cukup risih.
"Kita balikan lagi!" Tegas Dylan masih tetap mencengkeram lengan Ovel. Gadis itu berusaha melepaskannya namun tetap saja tangan itu menempel kuat di lengannya -tidak mau dilepaskan.
"Jangan seperti anak kecil. Lepasin."
"Kamu benar-benar lebih memilih si brengsek itu di bandingkan aku? Padahal kita sudah pacaran enam bulan."
"Tapi setidaknya orang yang kamu bilang brengsek itu lebih bisa menghargai aku," ucap Ovel dingin. Tak ada rasa kagum lagi yang tersirat dari mata Ovel saat ia berbicara dengan Dylan. Ia sudah menutup hati seutuhnya.
"Menyedihkan." Sambung gadis itu sambil menghentakkan tangannya marah. Namun lagi-lagi tidak berhasil dilepaskannya.
Mata Dylan mendadak terfokus pada bibir Ovel. Berbentuk seperti buah peach dengan tekstur tebal dan semerah cherry. Cukup lama ia memandanginya sampai suara seorang paruh baya menginterupsinya.
"Sedang apa kalian di sana. Semua orang tengah bekerja saat ini dan kalian malah pacaran di sini." Selidik pak Rudi sambil melipat tangannya di dada.
"Ck! Saya tau kalian berdua itu pacaran. Tapi jangan mencari-cari kesempatan seperti ini juga. Kalian mau nilai olahraga kalian saya kurangi?" keduanya menggeleng serempak. Dylan dengan segera melepaskan pegangan tangannya pada lengan Ovel. Gadis itu segera melengos pergi, setelah berterimakasih tentunya pada pak Rudi menuju ke tempat Revan dan Lilan berada. Tetapi tidak bagi Dylan. Di benaknya kini hanya ada gambaran bibir Ovel yang semerah cherry itu. Mendadak ia penasaran, bagaimana rasanya jika ia mencium Ovel.
Ovel bergidik ngeri. Tadi ia sempat melihat arah pandang Dylan yang menatap bibirnya lama. Entah hal macam apa yang ada di pikiran pemuda itu sekarang. Gadis itu menoleh, menatap Dylan yang masih berdiri mematung di tempatnya. Pemuda itu mungkin sekarang tengah berpikiran jorok -setidaknya itu yang ada di benak Ovel. Ia tidak mau lagi berada di dekat Dylan.
"Eh, jangan disentuh. Nanti tangan kamu kotor." Ovel terlonjak kaget. Suara Revan yang menginterupsinya membuat jantung gadis itu berdetak sangat cepat. Ia menarik kembali tangannya pada setumpuk arang yang berserakan di tanah -awalnya berniat untuk memasukkannya kembali ke dalam karung. Revan berlari santai, Memungut satu persatu arang dan memasukkannya kembali ke dalam karung putih yang tadinya terjatuh -memperbaiki letaknya.
"Sudah selesai," ucapnya sambil menampilkan senyuman lima jari. Sejak ia tahu bagaimana perasaan Ovel padanya, Revan sudah tidak canggung lagi saat berbicara dengan Ovel. Walaupun jantungnya masih berdetak tidak karuan dan telinganya masih memerah, setidaknya ia sudah cukup berani berbicara normal dengan Ovel lagi.
"Oh iya. Tadi kamu sedang apa dengan Dylan?" Revan melap tangannya yang terkena arang pada bagian belakang celananya, persis seperti anak kecil. Pemuda itu cukup penasaran dengan pembicaraan mereka.
"Bukan hal penting kok." Balas Ovel. Revan mengangguk. Tapi ia sedikit tidak mempercayai ucapan Ovel. Hal tidak penting seperti apakah yang membuat Dylan sampai menarik-narik tangan gadis itu. hal tidak penting seperti apakah sampai membuat lengan Ovel memerah seperti sekarang ini.
"Tadi, dia tidak menyakitimu kan?" Revan mencoba bertanya, matanya menatap lengan Ovel yang memerah yang kemudian berusaha ditutupi oleh Gadis itu. ia kemudian menggeleng sebagai balasan atas pertanyaan Revan -tanpa menatap mata pemuda itu.
Revan menghela napas. Ovel sepertinya masih belum bisa terbuka kepadanya. Tapi setidaknya untuk beberapa hal gadis itu sudah mencoba bersikap jujur.
"Ya sudah. Ayo bantu aku mempersiapkan bahan-bahan untuk barbequ. Setelah itu kita bisa bersiap-siap untuk acara nanti malam."
-Everlyzd-
KAMU SEDANG MEMBACA
Unnoticed (COMPLETE)
Roman pour AdolescentsFollow dulu sebelum baca yaa Lovelia Anastasia. Si wajah datar tanpa ekspresi tiba-tiba saja 'nembak' seorang cowok yang ditemuinya didepan sebuah cafe hanya karena saran dari kakaknya Dylan Dirgantara namanya. Bukan Dylan yang selama ini kalian ke...