Rencana awalnya Ovel tidak ingin berurusan dengan Vina dalam hal apapun mengingat mereka juga teman sekelas. Vina itu sangat pandai bicara, parasnya yang cantik dan juga kemampuannya 'berakting' hingga mampu mengambil hati semua orang membuat Ovel membuat dinding penghalang pertemanan di antara mereka berdua. Ovel tidak ingin terjebak di lingkaran pertemanan pura-pura milik Vina. Ia tidak ingin terjebak di sana, karena itulah gadis dingin itu menjaga jarak sebisa mungkin dari Vina.
"Selamat." Revan datang. Ia menyenderkan tubuhnya pada batang pohon di dekatnya. Ovel yang tengah merapikan peralatan memasak menoleh, bingung dengan ucapan selamat yang diucapkan Revan, tapi ia masih menjabat tangan pemuda itu yang sedang terulur.
"Kamu akan jadi target selanjutnya."
"Target siapa? Bicaranya langsung saja, jangan bertele-tele seperti itu. Aku tidak mengerti!" ucapnya melepaskan jabatan tangan Revan. Ia melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda sebentar.
"Kenapa juga kamu tadi harus bicara seperti itu pada Vina. Kamu tahu kan dia itu seperti apa? kamu tidak ingat siapa yang menyuruh Dylan dan kamu putus?"
Ovel bangkit. Ia mengabaikan, berjalan menjauh dari Revan. Dulu sekali Ovel sudah pernah di bully dan jika harus kembali merasakannya, ia tidak masalah. Ovel mengangkat sebuah kardus dan juga sebuah kantong kresek lumayan besar yang berisi bahan makanan, membawanya kembali ke tempat Revan berdiri.
"Aku tidak mempermasalahkannya. Apakah nanti bakalan di bully atau apapun itu terserah dia saja." Revan menatap Ovel sendu. Gadis itu masih saja sibuk.
"Ovel? Ovel!" keduanya menoleh. Dylan berjalan tergesa-gesa, kemudian menarik paksa lengan Ovel, membuatnya kaget.
"Ayo kita bicara sebentar!" Perintah Dylan dengan nada dingin. Ia masih saja menarik Ovel walaupun gadis itu berusaha melepaskan cengkraman yang lumayan kuat itu.
"Santai dong Dylan. Jangan main tarik seperti itu. Ovel ini perempuan, jangan main kasar." Revan mengejar, melepaskan cengkraman Dylan dari lengan Ovel. Dan benar saja, lengan Ovel sedikit memerah akibat ulah Dylan. Dylan mengacak rambutnya -entah mengapa ia terlihat begitu frustasi. Giginya bergemelatuk menahan amarah, tangannya terkepal seperti hendak meninju sesuatu.
"Bicara apa? Kita kan sudah putus. Tidak ada yang perlu di bicarakan lagi." Dingin Ovel.
"Ada!" kini Dylan meraih pergelangan tangan Ovel, namun dengan refleks langsung di tepis oleh gadis berbaju biru itu. Rasa sukanya pada Dylan mendadak hilang, ia tak menyangka Dylan bisa sekasar ini. Di ujung sana, Ovel dapat melihat Vina yang sedang menikmati pertengkaran mereka. Terlihat dengan jelas senyum picik yang terpatri di bibir merah miliknya.
"Sudah kukatakan jangan kasar bukan? Bagaimana pun juga kamu dan Ovel itu pernah pacaran. Kenapa sekarang kamu tega menariknya seperti itu."
"Diam! Ini bukan urusan kamu. Jadi jangan ikut campur!"
"Oh, aku tidak boleh ikut campur. Tapi kenapa kamu malah ikut campur dengan masalah Ovel dan Vina barusan. Aku tadi mendengar kalian berdua bicara. Kamu ke sini ingin membicarakan hal itu, kan?"
"Maksudnya?" Seolah terpojok, Dylan melotot pada Revan.
"Ancaman putus dari Vina membuat kamu takut ya. Makanya datang ke sini untuk memberi Ovel 'pelajaran' sesuai perintah Vina. Apa tadi katanya? Satu atau dua tamparan saja cukup karena sudah membuatnya malu, Iya? Tapi sorry kawan. Selama aku ada di sini, kamu tidak akan bisa menyentuh Ovel, apalagi menyakitinya." Mata Ovel membulat. Satu atau dua tamparan? Kenapa bukan langsung Vina saja yang melakukannya, kenapa harus menyuruh Dylan yang ternyata sangat menurut dengan apa yang di katakan gadis itu. Memang benar, demi cinta kamu akan melakukan segalanya.
"Dulu kamu udah punya kesempatan untuk melindungi Ovel, tapi kamu yang buang kesempatan itu. Sekarang aku yang akan melindunginya walaupun kesempatan itu belum datang tapi aku akan berusaha mendapatkannya."
"Brengsek! Jadi kalian berdua pacaran ya sekarang, makanya kamu membela dia." Tunjuk Dylan tepat ke wajah Ovel.
"Kamu pintar ya Vel nyari pacar. Setelah menempel padaku, kamu juga menempel padanya seperti lintah. Kamu tahu kan, lintah itu parasit."
Bodoh...bodoh...bodoh... Ovel, Kamu bodoh jika tidak melakukan apapun.
Satu tamparan mendarat di pipi kiri Dylan. Ia emosi sekarang, hatinya berdenyut sakit dan Ovel sudah tidak bisa menahannya lagi. Tamparan kedua Ovel kembali mendarat di pipi kiri Dylan.
"Sudah bicaranya? Atau masih ada yang ingin kamu sampaikan? Lintah? Parasit? Aku menyesal pernah suka sama kamu Dylan, aku menyesal karena dengan bodohnya aku senang atas status pacaran itu. Benar, itu semua memang kesalahanku." Ovel memberi jeda dengan tawa miris.
"Aku sudah menamparmu dua kali. Jadi, silahkan tampar aku empat kali, dua untuk sakit di pipi kirimu, dan dua lagi untuk sakit hati pacar kamu."
Tak ada tindakan yang di lakukan Dylan, ia tetap mendengarkan Ovel. Di sudut mata gadis itu setumpuk linangan sudah terbentuk. Revan menatap Dylan yang seakan terlihat seperti pecundang saat ini. Ia menarik Ovel menjauh, tidak ingin pertengkaran antara gadis yang di sukainya dengan mantan pacarnya itu semakin menjadi. Sekarang ini mereka sudah jadi tontonan, dikerubungi manusia-manusia kepo bak lalat yang hanya sekedar ingin tahu. Revan membencinya.
-Everlyzd-
Ovel melepaskan tangannya dari genggaman Revan. Lagi-lagi ia di selamatkan oleh pemuda itu. Mereka berada di depan api unggun sekarang, masih belum menyala namun tumpukan ban bekas yang tadi di bawa dan juga ranting kayu yang menggunung membuat Ovel yakin nantinya api unggun ini akan sangat besar.
"Makan ini, bisa meredakan stres." Revan menyodorkan sebungkus coklat kecil. Ovel menerimanya dan langsung membuka bungkusnya -mengunyah yang manis-manis memang bisa meredakan stres. Ia memejamkan matanya, tidak menyangka jika semuanya akan seperti ini. Seingatnya ia selalu mendambakan kisah cinta masa SMA yang manis seperti yang selalu dilihatnya di televisi, ia selalu membayangkan duduk di depan api unggun berdua dengan Dylan serta berjalan berdua melewati hutan untuk melakukan jurit malam. Semua yang ia dambakan itu sudah sirna sudah, hancur lebur tak berbekas seperti rasa cintanya pada Dylan. Sepertinya hati Ovel kembali membatu sekarang.
Vina terlihat berlarian menuju ke tempat Dylan. Wajahnya yang cantik itu kini berselimut amarah, memerah. Mereka berdua beranjak dari sana entah pergi ke mana. Yang jelas Vina terlihat begitu marah, mungkin karena Dylan yang tidak bisa melakukan hal yang di minta Vina -menampar Ovel.
"Vel, aku mau minta maaf atas ucapanku yang tadi." Ia paham maksud Revan. Tapi Ovel hanya diam saja.
"Dan ucapanku tadi sebenarnya serius Vel." Revan memberanikan diri. Jika tidak sekarang kapan lagi ia akan punya kesempatan untuk menyatakannya. Ia tidak ingin menyia-nyiakannya lagi. Cukup sakit memendam rasa suka ini selama dua tahun lebih dan ia tidak pernah punya kesempatan untuk menyatakannya.
"Aku...menyukai kamu, Lovelia Anastasia."
-Everlyzd-
KAMU SEDANG MEMBACA
Unnoticed (COMPLETE)
Teen FictionFollow dulu sebelum baca yaa Lovelia Anastasia. Si wajah datar tanpa ekspresi tiba-tiba saja 'nembak' seorang cowok yang ditemuinya didepan sebuah cafe hanya karena saran dari kakaknya Dylan Dirgantara namanya. Bukan Dylan yang selama ini kalian ke...