"Mereka masih belum pacaran, masih belum."
Dylan menggigiti ujung kuku tangannya, mondar-mandir sedari tadi di sekitar dapur perkemahan setelah makan malam usai. Sekarang perasaannya campur aduk, tak tahu harus berbuat apa. Saat Vina sudah berdiri dihadapannya, mulut Dylan sudah gatal untuk mengatakan apa yang ada dalam pikirannya.
Vina terdiam. Mencoba mencerna kata-kata yang baru saja keluar dari mulut Dylan.
"Maaf Vin. Tapi sepertinya kita sudah tidak bisa bersama lagi. " Dylan menjeda kalimatnya, memperhatikan raut wajah Vina yang sudah berubah sendu dengan linangan air mata.
"Aku pikir, aku beneran suka sama kamu. Tapi nyatanya tidak Vin. Setelah kita pacaran beberapa minggu ini akhirnya aku sadar kalau aku dan kamu itu sama sekali tidak cocok. Lagian aku sepertinya suka sama orang lain." Jelas Dylan dengan suara yang mencicit di kalimat terakhir.
"Jadi kamu mau kita putus? Iya?" Dan Dylan mengangguk. Perasaannya gelisah. Ia ingin segera menyelesaikan urusannya dengan Vina dan pergi dari sana. Vina mulai menangis membuat Dylan menjadi agak panik. Pasalnya saat ia minta putus dengan Ovel dulu, gadis itu sama sekali tidak menangis. Entah kenapa tiba-tiba saja Dylan merindukan wajah dingin Ovel.
"Aku gak mau," ucap Vina menggeleng keras. Ia menggapai tangan Dylan, menggenggamnya erat.
"Pokoknya aku gak mau putus. Aku gak mau putus. Aku gak mau putus." Teriak Vina frustasi. "Nanti apa kata orang-orang kalau aku putus sama kamu. Kita baru mau jalan 3 minggu, Dylan." Gadis itu terisak. Dylan melepaskan genggaman erat tangan Vina darinya, walau agak sedikit memaksa.
"Tapi ini sudah menjadi keputusanku, Vin. Maaf, sepertinya hubungan kita sampai di sini saja. Aku juga sudah cukup lelah menjadi tukang suruh-suruh kamu, jadi boneka kamu, jadi babu."
"Aku melakukannya karna aku sayang sama kamu, Dylan. Aku ingin semua orang tau kalau kita itu pacaran. Aku suka nyuruh-nyuruh kamu itu ya karena aku maunya cuman bergantung sama kamu, bukan orang lain."
"Kamu itu ego, Vin. Aku tidak sanggup." Dylan hendak melangkah pergi dari tempatnya saat ini namun kembali ditahan oleh Vina.
"Aku janji gak akan kayak gitu lagi. Aku janji bakalan berubah buat kamu. Please jangan putus ya." Pemuda itu tersenyum simpul. Ia kembali melepaskan tangan Vina dari lengannya.
"Kita putus."
-Everlyzd-
"Pokoknya aku gak mau putus! Aku gak mau putus! Aku gak mau putus!"
Semua orang menoleh saat suara teriakan itu terdengar. Mereka mencoba mencari tahu apa yang terjadi, mendekat ke arah sumber suara termasuk Ovel. Gadis itu juga sedikit penasaran dengan suara ribut yang berasal dari belakang dapur perkemahan. Saat ia tiba di sana, sebuah pemandangan yang familiar tersaji di hadapan Ovel. Ia tertegun, cukup lama sampai akhirnya sebuah kalimat yang dulu pernah di ucapkan Dylan padanya dulu keluar lagi dari mulut pemuda itu.
"Kita putus."
Darah Ovel terasa menggelegak, ia marah sekarang. Sebegitu mudahnya bagi Dylan mengucapkan kata-kata putus tanpa memikirkan perasaan orang lain. Apa lagi melihat Vina yang tengah meraung-raung seperti itu, membuat hatinya menjadi tambah sakit. Ovel mengepalkan tangannya kuat, ia ingin sekali menampar Dylan sekarang. Ia ingin sekali melampiaskan kekesalannya itu pada Dylan. Tapi Ovel masih sadar, ia dan Dylan sudah putus, jadi ia tidak berhak lagi untuk ikut campur dengan masalah Dylan. Setidaknya itulah yang di pikirkan Ovel sampai Vina kembali membuka suara.
"Pasti karena Ovel. Ayo jawab jujur!" Telinga Ovel nyaring seketika mendengar namanya disebut. Di tambah lagi dengan anggukan kepala Dylan yang hampir membuat jantungnya melompat dari sarangnya seketika.
"Karena aku? Apa maksudnya?" lirih Ovel.
"Aku menyesal mengakhiri hubunganku dengan Ovel. Seharusnya aku tidak melakukan hal bodoh itu. maaf Vin."
Vina kembali meraung. Menampar pemuda itu dengan ganasnya. Dylan bahkan tidak bergeming sedikitpun bahkan setelah keduanya di lerai oleh Revan. Ia bahkan tidak berniat untuk menghentikan tangisan Vina dan malah terfokus pada sosok Ovel yang menatapnya di kejauhan. Ovel pergi. Ia cukup risih di tatap seperti itu oleh Dylan, apalagi setelah mendengar pengakuannya pada Vina beberapa detik yang lalu. Jujur saja Ovel sudah tidak mengharapkan hal ini terjadi. Ia sudah berusaha melupakan Dylan selama ini serta mencoba membuka hati untuk Revan dan itu berhasil. Ovel sudah mulai menyukai Revan, jadi ia sudah benar-benar menutup hatinya untuk Dylan.
"Vel. Ovel!" Panggil Dylan. Gadis itu masih terus berjalan tanpa mengindahkan panggilan tersebut.
"Vel, aku minta maaf soal ucapanku beberapa hari yang lalu. " Dylan mengejar dan berhasil menahan Ovel.
"Sekarang aku sadar kalau selama ini aku cuman suka sama kamu Vel, bukan Vina. Aku memang bodoh Vel. Tapi aku mohon kasih aku kesempatan kedua. Aku janji gak akan mengecewakan kamu lagi. Aku janji gak akan nyakitin kamu lagi."
"Jangan seenaknya seperti itu, Dylan." Revan menyanggah, ia berniat menghampiri Ovel dan Dylan. Tapi Vina menghalanginya. Gadis itu terisak di dada Revan sekarang.
"Memangnya kenapa? Aku tahu Ovel masih menyukaiku dan aku juga suka sama Ovel. Jadi, kamu tidak usah ikut campur lagi urusan kami berdua."
"Dari awal kamu yang sudah menyia-nyiakan Ovel. Apa pernah kamu menganggap Ovel itu pacar kamu sewaktu kalian pacaran? Kurasa tidak."
"Terus kenapa kamu tiba-tiba saja datang dan mengganggu hubungan kami?"
Revan tertawa sinis. Ia melepaskan pelukan Vina kemudian menghampiri Dylan.
"Jika kamu tidak suka Ovel dari awal kenapa kamu mau menerima dia jadi pacarmu? Dan kenapa setelah kalian berdua pacaran kamu menyakitinya seolah dia tidak berharga sama sekali? Matamu selalu menatap ke arah Vina, setiap kali berbicara kamu selalu menyinggung soal Vina. Kamu sadar tidak saat kamu membicarakan soal Vina, Ovel selalu ada di sana? Mendengarkan ucapan omong kosongmu!" Revan mengangkat kerah baju Dylan. Matanya melotot menunjukkan kalau ia sangat marah sekarang. Napasnya terdengar berat, giginya bergemelatuk beradu satu sama lain.
"Dan kamu menyakiti orang yang aku sayangi selama ini. Aku tidak akan menyerahkannya padamu, aku akan melindunginya." Sambung Revan. Kedua mata pemuda itu saling beradu pandang penuh dengan kemarahan. Dylan berusaha melepaskan genggaman tangan Revan dari kerah kemejanya. Ia tidak menyangka kalau selama ini Revan sudah menyukai Ovel bahkan sebelum ia dan gadis itu berpacaran.
"Jadi sekarang apa maumu?" Ovel yang berbicara. Ia sama sekali tidak menyukai pertengkaran apalagi saat ini merekalah yang menjadi pusat perhatian.
"Kamu pilih aku atau dia!" Ovel mengangguk. Dylan memberi pilihan dan tentu saja ia harus memilih.
Ovel berjalan ke arah Revan, berdiri di samping pemuda tinggi itu. Ada rasa lega yang di rasakan Oleh Revan saat tau Ovel memilihnya.
"Kenapa Vel? Bukankah kamu bilang kamu menyukaiku? Bukankah aku ini pacar pertamamu? Kita masih bisa memulainya dari awal, Vel."
Ovel menggeleng. "Aku sudah pernah jadi pacar kamu, Dylan. Dan sudah tahu juga bagaimana akhir dari hubungan kita." Ovel memperhatikan raut wajah Dylan yang terlihat marah.
"Aku suka sama Revan."
Dylan mengacak rambutnya frustasi entah ia malu karena ditolak atau marah karena tengah di permalukan.
"Terserah. Kamu jangan senang dulu," ucapnya mendorong tubuh Revan.
"Aku bakalan mendapatkan kamu lagi, Vel. Apapun caranya, ingat itu!" Ancam Dylan.
-Everlyzd-
KAMU SEDANG MEMBACA
Unnoticed (COMPLETE)
Teen FictionFollow dulu sebelum baca yaa Lovelia Anastasia. Si wajah datar tanpa ekspresi tiba-tiba saja 'nembak' seorang cowok yang ditemuinya didepan sebuah cafe hanya karena saran dari kakaknya Dylan Dirgantara namanya. Bukan Dylan yang selama ini kalian ke...