Unnoticed - 28

321 39 11
                                    

Dua hari yang lalu Ovel bertemu dengan Dylan. Dua hari yang lalu mereka berdua menangis bersama ditemani remang cahaya lampu jalanan. Dua hari yang lalu untuk pertama kalinya Ovel memeluk Dylan dan begitupun sebaliknya. Dua hari yang lalu mereka sudah memutuskan untuk menjadi teman.

"Ovel. Ayo, aku antar pulang."

Mereka berdua mungkin sekarang menjadi teman. Tapi sepertinya Dylan ingin menebus kesalahannya di masa lalu. Pemuda itu sudah berada di depan gerbang sekolah -duduk di atas motornya. ia berlari menghampiri Ovel begitu gadis itu menampakkan diri di gerbang.

"Dylan? Kenapa di sini. Bukannya kamu masih di skors."

Dylan mengendikkan bahunya -tidak peduli sama sekali. Ia kemudian menyodorkan sebuah helm ke wajah Ovel.

"Tidak usah. Aku mau naik kendaraan umum saja." Dylan mengejar, menyamakan langkahnya dengan Ovel.

"Kenapa? Kamu masih marah padaku ya? Kamu masih belum bisa menerimaku sebagai temanmu? Benarkan, ternyata kamu masih belum memaafkanku." Gadis itu menghela napasnya. Ia tidak percaya dengan pemikiran kekanakkan Dylan.

"Kamu yakin mau mengantarkanku pulang? Tidak takut dengan kak Leo?"

Dylan tiba-tiba saja meneguk salivanya. Rasa sakit tinju Leo yang mendarat di wajahnya dua hari yang lalu masih bisa ia rasakan hingga saat ini, walaupun memar di wajahnya perlahan memudar. Jika ia bertemu dengan Leo nanti, pasti pemuda itu akan memenggal kepalanya.

"Tidak. Aku tidak takut dengan kakakmu." Ovel mencibir Dylan. Gadis itu kembali berjalan, melewati Dylan tanpa berniat untuk naik ke atas motornya.

Ovel tidak menyangka Dylan akan sekeras kepala ini. Pemuda itu masih mengikutinya menuju halte bus, melajukan motornya pelan agar sama dengan langkah kaki Ovel. Gadis itu mengabaikan, setelah berkali-kali mencoba menolak ajakan Dylan -dengan ramah. namun keesokan harinya Dylan lagi-lagi berdiri di depan gerbang sekolah, lengkap dengan motor yang terparkir di tengah jalan dan dua helm di tangannya. Menyodorkan helm tersebut kepada Ovel dengan senyuman sumringah seolah Ovel mau menerimanya. Lagi-lagi gadis itu melakukan hal yang sama, menolak Dylan dan berjalan menuju ke halte bus. Dan lagi-lagi Dylan juga melakukan hal yang sama, mengekori Ovel hingga halte bus kemudian menatap gadis itu menaiki bus dan pulang.

"Ayo kita pulang." Ovel menarik napas kasar. Dylan benar-benar keras kepala sekarang. Sebuah helm kembali tersodor ke wajah Ovel. Ini sudah hari keenam dan Dylan masih saja datang ke sekolah dan mengajaknya pulang bersama. Ovel terlihat berpikir sejenak.

"Sejak jam berapa kamu menunggu di sini?"

"Jam sebelas." Ovel kemudian mengecek jam tangannya saat Dylan mulai memasangkan helm itu di kepala Ovel, gadis itu juga tidak melawan. Sekarang pukul setengah tiga sore, berarti Dylan sudah menunggu di sini selama tiga setengah jam.

"Selama itu? Kenapa kamu mau menunggu di sini selama itu? Dan kamu melakukannya selama enam hari?"

Pemuda itu hanya memberikan cengiran pada Ovel. "Hei. Lagi pula tidak ada hal lain juga yang bisa aku kerjakan di rumah. Ayo naik!"

Kali ini Ovel mengikuti keinginan Dylan, gadis itu naik ke atas motor pemuda itu untuk kali pertama semenjak mereka putus. Ovel sedikit cemas sekarang, sekilas tadi ia melihat Vina berdiri di seberang jalan menatap tajam kearahnya dan Dylan. Dan Ovel tahu gadis itu pasti akan semakin membencinya mengingat kalau ia sangat menyukai Dylan. Hanya saja Ovel tidak tahu hal apa yang akan dilakukan oleh gadis itu padanya.

Dylan mulai melajukan motornya girang. Sepanjang perjalanan pemuda itu tidak henti-hentinya berbicara. Padahal sepengetahuan Ovel dulu saat mereka berpacaran, Dylan sangat irit bicara dengannya. Pemuda itu tidak akan mulai bicara jika Ovel tidak bertanya. Sangat berbeda dengan Dylan yang saat ini tengah membelakanginya.

-Everlyzd-

Vel, tadi kamu pulang sama Dylan ya?

Ovel tengah mengeringkan rambutnya saat ini begitu pesan singkat dari Revan masuk ke ponselnya. Masih dengan handuk yang ada di kepala ia mulai mengetikkan balasan pada Revan.

Iya. Tadi Dylan menunggu di depan gerbang

Hanya berselang beberapa detik notifikasi pesan masuk di ponsel Ovel kembali berbunyi, menandakan Revan kembali membalas pesannya.

Kamu masih menyukainya?

Gadis itu mengernyit. Ia bukannya bingung dengan pertanyaan Revan. Tapi ia bingung dengan perasaannya sendiri. Cukup lama Ovel berpikir hingga kemudian tangannya mulai mengetikkan satu persatu huruf di benda persegi panjang yang sedang di pegangnya itu.

Tidak.

Dan tidak ada balasan lagi dari Revan walaupun pemuda itu sudah membaca pesannya. Ovel mengendikkan bahu. Setengah jam kemudian ponsel Ovel kembali berbunyi menandakan ada sebuah panggilan masuk. Nama Revan tertera di layar ponsel Ovel begitu gadis itu mengeceknya.

"Besok mau pergi jalan-jalan?" sebuah suara dengan nada yang sangat bersemangat terdengar dari seberang sana. Ovel tidak bisa menyembunyikan garis lengkung tipis yang tiba-tiba saja terlukis di bibinya.

"Boleh," jawabnya kemudian dengan pipi yang bersemu merah. Lagi pula besok memang hari minggu, jadi ini mungkin pilihan yang terbaik untuk Ove melepaskan semua beban di kepalanya.

-Everlyzd-


huhuuu.... maaf ya lama update. lagi sibuk soalnya.


monggo di baca, kalo suka jangan lupa vote dan komen yaa

Unnoticed (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang