Seminggu setelah itu, Jennie benar-benar stress memikirkan kebohongannya pada Lim, suaminya. Antara takut kehilangan dan belum siap memiliki anak. Lim yang melihat gelagat aneh dari istrinya itu menatap curiga.
"Kenapa sayang? beberapa hari ini aku perhatiin kamu terlihat bingung?" Lim memeluk serta mencium Jennie dari belakang saat Jennie mengeringkan ramburnya.
"a-aku nggak kenapa-kenapa kok Lim. Kamu nggak ke kantor?" Jennie menghentikan aktifitasnya dan berbalik menatap suaminya dengan rasa bersalah.
"Nini, kamu harus melawan rasa takutmu!! Orang yang kamu sayangi di depanmu ini sudah sangat ingin memiliki anak. sampai ia berfikir kalau ia tak sehat sampai terus-terusan konsultasi ke dokter. Padahal dirimu sendiri yang dengan sengaja menunda. Pandang wajah serta mata yang berbinar saat suamimu ini melihat anak kecil. Ayo ni, lawan rasa takutmu terlebih egomu tentang carrier yang tak akan pernah ada ujungnya!" Nuraninya berujar.
"Lim, aku ingin mengatakan sesuatu hal. Tapi janji kamu jangan marah" pinta Jennie manja dengan sangat berhati-hati.
Lim mengerutkan keningnya, tak paham maksud ucapan istrinya itu. lalu ia merenggangkan pelukan dan membuat jarak di antara mereka.
"Tergantung"
"iih.. pokoknya janji jangan marah" jawab Jennie manja.
Jennie benar-benar takut jika Lim sampai marah padanya. tapi ia juga tak ingin membohongi suaminya itu terlalu lama lagi. padahal Lim tak pernah sekalipun berbohong padanya. meski terkadang kejujuran Lim terkadang mengesalkan.
Sebelum menjawab, Lim menghela nafas. "Hmm... baiklah baiklah. Ada apa sayang?"
"sebelumnya aku minta maaf sama kamu. maaf banget. Setelah kita menikah, aku -" ucap Jennie menjeda icspannya sebelum ia melanjutkannya kembali. Ia benar-benar mengumpulkan keberanian untuk mengatakan ini semua. Lim masih setia menunggu apa yang akan di sampaikan istrinya itu padanya.
"Maaf sayang, pil yang kamu temuin di atas meja itu...., sebenarnya bukan vitamin" alis Lim mengerut.
"Itu sebenarnya Pil KB" Jennie tertunduk tak berani menatap wajah suaminya yang mulai melepas pelukannya.
Belum ada tanggapan dari Lim atas perkataannya. Namun hanya tatapan tak menyangka. Itulah yang Lim yang tunjukkan saat ini.
KECEWA? Lim sangat kecewa pada Jennie, istrinya yang telah membohonginya selama ini.
"Apa karna carriermu? kamu takut carrier kamu berantakan? kamu takut carrier kamu bakalan redup jika kamu hamil dan melahirkan?" ucap Lim terdengar dingin menusuk. Lim masih menatap jennie yang masih tertunduk di depannya. Wajah Lim benar-benar serius kali ini.
"Aku tak menyangka kamu telah membohongiku sampai selama ini. aku sempat berfikir akulah yang sakit dan tak subur, karna kamu belum juga mengandung. Ternyata, dengan sengaja kamu menunda itu semua? Seharusnya dari awal kamu berkata jujur padaku agar aku tak terlalu berharap padamu untuk mewujudkan impianku nini. HasH!!" ucap Lim gusar menahan amarahnya.
Jennie perlahan memberanikan diri menatap suaminya yang sedang marah itu. meski matanya kini sudah di hiasi cairan Kristal yang sudah membasahi pipinya.
"maaf sayang" lirihnya dengan suara bergetar.
Lim masih menatap tak percaya dengan apa yang barusan saja di dengar dari mulut istrinya itu. ia mengusap wajahnya kasar lalu membuang wajahnya. Terdengar suara hembusan kasar darinya. Jennie berusaha meraih tangan Lim, namun dengan cepat Lim menepisnya dan berlalu begitu saja. Jennie tau, jika Lim sedang dalam keadaan marah seperti ini, yang ia butuhkan hanyalah ketenangan dengan menyendiri.