Berminggu-mingu sudah Lim lalui dengan kesabaran mencari alamat Dr.Tea, psikolong istrinya dulu. Lim terlihat kacau, merasa frustasi karena Dr.Tea tak berada di tempat. Penjaga rumahnya hanya berkata kalau Dr. Tea sedang berada di luar kota kerena urusan pekerjaanya. Ia akan di hubungi bila Dr. Tea telah kembali. Ini sudah minggu kedua setelah Lim menemukan alamat Dr.Tea itu, dan ia belum juga mendapat angin segar dari penjaga rumah Dr.Tea tersebut.
Kondisi psikis Jennie yang naik turun terkadang mampu membuat Lim lepas kendali. Fikiran buruk yang selalu di alamatkan padanya membuat Lim tak bisa berkonsentrasi bekerja serta marah pada jennie yang menuduhnya yang tidak-tidak. Seperti sekarang.
"Kamu dari mana aja hmm?! Main gila di luar sana sampai pulang selarut ini? mungkin kamu tak aka pulang bila aku tak terus-terusan menelfonmukan?" tuduh Jennie tanpa bukti.
Memojokan Lim dan tak membiarkan Lim membela dirinya. Lelah beban kantor yang ia pikul kini bertambah karena tuduhan yang tak benar dari istrinya. Bukan hanya sekali, lim menerima tuduhan itu berkali-kali. Tuduhan yang jika dirinya pulang larut karena pekerjaan. Bukan tanpa alasan lim pulang selarut itu. ia harus pulang pergi ke busan untuk mengecek proyeknya yang sebentar lagi akan selesai. Tapi jennie tak pernah mau percaya dan malah menuduh Lim telah bermain gila di luaran sana.
"aku baru pulang dari busan nini. Proyekku di sana sebentar lagi akan rampung-" melonggarkan ikatan dasi dan membuka kancing jasnya dan di letakkan di atas kasur sembarang.
Lim bersabar memberi pengertin yang nyatanya percuma. Istrinya itu akan selalu netink padanya. namun ia juga tak ingin menyerah memberitahu kebenarannya pada jennie
"Bagus benar alibi kamu" sanggah jennie memincing tajam
"Terserah kamu percaya atau tidak" pasrah lim tak lagi menghiraukan tuduhan-tuduhan buruk padanya. ia berlalu menuju kamar mandi membersihkan diri untuk segera bertemu buah hatinya, yang selalu membuatnya kembali semangat.
"Dan selalu seperti ini reaksi kamu jika sudah tersudutkan. LIM!!"
Guyuran air membasahi sekujur tubuh lim. Mendinginkan kepala yang panas menahan emosi, mendinginkan hati yang terbakar karena amarah karena tuduhan demi tuduhan buruk terhadapnya. Ia mengerang frustasi di bawah guyuran. Mempertanyakan pada Tuhan sampai kapan keluarganya mengalami ujian ini. rasa ingin nyerah sering kali singgah merasukinya jika ia tak mengingat janji suci yang ia ucapkan dulu saat meminang belahan jiwanya itu. selalu berdoa meminta kekuatan menghadapi ujian yang keluarganya hadapi saat ini. semua adalah proses pembentukan diri sebagai kepala keluarga baru. Proses menjadi kepala keluarga yang kuat membentengi keluarganya. Semua berawal dari bagian dalam, baru menyebarkan keberhasilannya setelahnya.
Lim keluar dari kamar mandi dengan lilitan handuk di pinggang yang menutup kebawah. Bau aroma sabun khas menyebar ke hidung jennie yang masih diam duduk bersender di tempat tidurnya. Ia diam memperhatikan pergerakan lim yang seperti tak menganggapnya ada. Rasa nyeri di dada dan takut kehilangan kembali hinggap saat Lim bersikap dingin padanya. ketakutan yang tak beralasan selalu membuatnya berfikiran yang tidak-tidak pada suami tampannya itu.
Jennie menundukkan kepalanya menahan tangis. Hati kecilnya meraung keras meminta perhatian lebih pada Lim, yang kini jarang ia dapatkan. Itu yang ia rasakan.
Seperti kehilangan. Perlahan ia menaikkan kepalanya memperhatikan kembali suaminya yang sudah berpakaian rapi dengan baju tidurnya, yang ia tau pasti akan tidur bersama Larissa di kamar putrinya itu dan meninggalkan dirinya sendiri. Kembali meninggalkannya tidur seorang diri di kamar mereka.
Jennie meremas sprei yang tergerai rapi itu sampai mengusut. Rasa terabaikan lagi ia rasakan dalam hati. Tak lagi mampu ia tahan rasa sakit yang ia tahan, dengan sesak ia tumpahkan segalanya dengan tangisan.