"LISA!"
"Berhenti bertingkah seperti itu! Kamu hanya akan menyakiti dirimu sendiri!" Chaeng membentak keras pada Lisa yang gusar menggigit jari-jarinya hingga mengeluarkan darah.
Chaeng harus memanggil suster untuk membantunya menghadapi Lisa yang sedang tidak stabil. Penampilan gadis itu sangat berantakan. Lingkaran matanya gelap terlihat sangat mencolok. Beberapa hari ia tak dapat tidur nyenyak.
"Ji....Ji...Jisoo. Dia marah padaku, Chaeng.." Ucap Lisa terbata-bata. Meringkuk di sandaran kepala ranjang sambil meremas-remas kepalanya.
"A...a--apa yang harus ku lakukan Chaeng? aku ti..tidak sengaja menyakitinya" gumamnya lagi seraya meneteskan air matanya.
"Berhenti berfikiran kamu menyakitinya Lisa. Kamu tidak melakukan apa yang ku tuduhkan"
"Tap...tapi dia..dia sakit karena aku, Chaeng" gumam Lisa terisak lemah.
Chaeng membuang nafasnya gusar. Mengusap-usap wajahnya sampai memerah.
"Lisa, kamu tidak menyakiti siapapun! Itu kecelakaan! Jangan terus-menerus menyalahkan dirimu sendiri. Jisoo tidak akan marah padamu. Aku tau dia. Dia sangat menyayangimu"
"Tapi.. Tatapannya sulit ku artikan Chaeng. Aku takut dia marah" cicit Lisa merasa takut.
"Lisa.. Kamu tidak salah dan Jisoo tidak marah padamu. Semua itu hanya mimpi. Mimpi itu hanya bunga tidur yang kebetulan buruk kamu terima. Inilah efek jika kesehatanmu terganggu"
"Sekarang, kamu istirahat. Jangan memikirkan hal itu lagi. Aku akan menyuntikmu agar kamu tenang" gadis itu segera menyuntik sahabatnya itu sebelum kembali merasakan kecemasan yang akut.
"Chaeng?" Gumam Lisa pelan
"Hm?" Chaeng mendekat dan duduk di pinggir ranjang menghadap Lisa yang sedang memeluk kedua lututnya dengan tatapan kosong.
"Aku sudah bertemu dengannya" dahi Chaeng mengkerut mencerna ucapan sahabatnya itu.
"Dia semakin cantik" senyuman Lisa terukir kala bercerita "dia banyak berubah. Lebih banyak diam dari yang ku kenal sebelumnya"
Kedua alis Chaeng terangkat dan sedikit memajukan wajahnya pada sahabatnya itu lalu mengusap bahunya.
"Kamu bertemu dia dimana? Apa kamu yang mencarinya?" Tanya Chaeng lembut.
"Tidak. Aku tidak sengaja bertemu dengannya di tempat itu. Aku berusaha sembunyi, namun hari itu, tepat sore hari saat gerimis, aku dan dia bertemu" Lisa diam
"Lalu? Apa dia marah padamu?"
Lisa menggeleng pelan "Aku ingin menyapanya, namun dia tidak mengenaliku" gumam Lisa memberitahu.
Chaeng menghembuskan nafasnya. Membantu sahabatnya itu yang mulai merebahkan tubuhnya di ranjang, tidur menyamping menghadap padanya.
"Meskipun dia tidak mengenaliku, setidaknya kami bisa kembali dekat. Dia semakin dekat padaku seperti dulu. Sikap dinginnya mulai melunak"
"Kamu tau jawaban mengapa dia bisa mudah melunak padamu Lis.." Chaeng tersenyum sambil mengusap-usap rambut sahabatnya yang mulai mengantuk.
"Hmm.. Aku mencintainya Chaeng. Sangat. Terlepas apa yang terjadi, aku masih sangat mencintainya. Meski dia tidak" bisik Lisa pelan. Matanya terpejam menjemput mimpi.
Sepeninggal dirinya yang di tinggal tidur, Chaeng menaikkan selimut agar menutupi tubuh sahabatnya itu. Air matanya akhirnya tumpah. Ia menutup mulutnya. Gadis itu terlalu menyayangi Lisa yang sudah di anggap seperti adiknya sendiri.