Sepanjang perjalanan menuju lokasi pemotretan Jennie selalu saja mengomel tak jelas. Moodnya yang sering naik turun membuat ia sering kali mendapat teguran dari lim. Belakangan ini jennie memang mudah sekali terpancing emosinya hanya karna komentar netizen. Padahal biasanya ia tak terlalu peduli dengan komentar netizen apalagi membacanya. Hoby Jennie kini bertambah menjadi suka sekali membaca komentar-komentar netizen yang tak memiliki rem sebelum berkomentar. tak jarang juga ia down dengan bullyan yang ia terima. Lim sudah sering mengatakan untuk mengabaikan dan jangan membaca komentar-komentar itu. tapi Jennie tetap saja keras kepala. "Sakit di cari sendiri""sudah setahun belum juga ada tanda-tanda? Mungkin kau perlu periksa . jangan-jangan kau punya penyakit"
"Hah, pasti Lim menyesal menikahimu. Kau mandul!"
"Goyanganmu mungkin kurang Hot nini. Jadi kau juga belum mengandung!"
"Kalau aku jadi lim, aku akan mencari wanita lain. untuk apa mempertahankan wanita yang tak bisa memberi keturunan"
"Lim mungkin kurang mahir mengolahmu nini. Sini aku saja yang menggaulimu"
Marah, kesal, sakit hati Jennie membaca komentar-komentar kejam itu. mereka tak mengetahui fakta sebenarnya, tapi dengan mudahnya memvonis. Ingin rasanya Jennie menuntut netizen yang sok tau itu. kalau bukan karena suaminya yang melarang, ia mungkin sudah melihat wajah netizen itu.
"Untuk apa menanggapi komentar para pembenci? 1000 kebaikan yang kita lakukan akan percuma, jika 1 kesalahan saja pernah kita perbuat. Mereka tak melihat itu. Jadi untuk apa menanggapi mereka? Bungkam mereka dengan prestasi dan balas dengan menunjukkan, kalau kamu tak seperti yang mereka katakan. Simple" kata Lim menenangkan istrinya yang menyimpan kekesalan.
Entah terbuat dari apa hati suaminya itu. ia juga sebenarnya ingin seperti itu. Namun, emosinya selalu saja lebih dominan, ketimbang hatinya.
***"Lim, kamu pakai parfum baru? Kok baunya nggak enak? Aku mual" Tanya Jennie mengendus tubuh suaminya yang juga ikut mengendus tubuhnya sendiri.
"Enggak sayang. parfum yang biasanya kok. Yang kamu beliin itu.." tunjuk lim botol parfum yang terletak di meja rias istrinya itu. Jennie masih saja mengusap hidungnya yang seakan tak suka dengan bau parfum pemberiannya sendiri.
"Masa sih? Sudah sana ganti. Aku mual menghirupnya" perintah Jennie pada Lim yang terlihat menghembuskan nafasnya kasar. "SABAR"
Lim membuka kemeja yang ia pakai dan mengganti dengan kemeja baru yang sudah Jennie ambilkan dari lemari mereka. Tak lupa menyemprotkan parfum yang lain. lim pasrah mengikuti. ia menyerah kalau berdebat dengan istrinya, yang memang belakangan memiliki indra penciuman super tajam.
"Nah kalau yang inikan enak baunya. Aku jadi tak mual lagi. tapi maunya dekat kamu terus" Jennie bergelayut manja di lengan suaminya. lagi-lagi Lim harus ekstra sabar menghadapi mood istrinya yang belakangan sering naik turun itu. hal kecil saja bisa membuat istri kesayangannya itu tiba-tiba marah atau bahkan menangis seperti anak kecil.
"Aku kan harus berangkat kerja sayang. ini juga sudah telat" ucap lim berhati-hati
"Jangan kerja yah hari ini. temani aku seharian. Aku kangen kamu.." Lim mengernyitkan wajahnya. Ini sudah ke 5 kalinya, dalam sebulan ini, Jennie bertingkah aneh. Termasuk dirinya yang belakangan suka meminta istrinya itu menemaninya makan di tengah malam. Kalau kemauannya di tolak Jennie, ia juga akan merasa kesal dan marah.
"Hmmh sayang..lagi? minggu kemaren juga kamu larang aku berangkat ke kantor" ucap Lim mengingatkan. "Apa kamu tidak ada jadwal?"
"Enggak. kalaupun ada, aku akan membatalkannya demi bisa berduaan dengan kamu!" Tegasnya namun terdengar manja. Ia juga tak tau ada apa dengan dirinya yang belakangan sangat ingin berduaan dengan suaminya itu. namun terkadang ia bisa sangat kesal bahkan benci pada Lim, suaminya. Aneh memang.