Part 1

686 25 4
                                    

   Jam di tanganku telah menunjukkan pukul 16.00 , aku berada di jalan menuju rumah ku, yang masih sangat jauh. Udara di luar sudah sangat dingin, maklum saja ini sudah awal bulan desember, ini membuat perutku yang belum mendapat asupan makanan sejak pagi, semakin keroncongan.

   Aku pun segera masuk ke caffe kecil yang biasanya ku datangi, untuk menyantap makanan yang akan menjadi sarapan, makan siang, dan mungkin makan malam ku sekaligus. Hah, sungguh menyedihkan.

"Ah, Jisoo. Selamat sore. Sudah lama kau tidak datang kesini." Tegur seorang pria berumur 20'an, seketika setelah aku memasuki caffe.
"Selamat sore juga. Ya, Aku memang sedikit sibuk belakangan ini." Jawabku.
"Ya, aku mengerti, tentang masa training mu kan? Jadi kapan kau akan debut? Aku sudah tidak sabar melihatmu tampil di televisi dan membanggakan mu kepada semua orang."
"Haha, doakan saja yang terbaik untukku. Aku juga tidak tau pasti kapan itu akan terjadi." Jawabku lirih.
"Tentu saja, aku pasti mendoakan mu. Jadi kau mau pesan apa?" Tanyanya.
"Aku..."
"Tunggu dulu, aku tahu apa yang akan kau pesan. Satu porsi ayam goreng, dengan coke kan?"
"Ya, kau sangat mengenal ku." Jawab ku dengan sedikit tertawa.
"Tentu saja, apa gunanya pertemanan kita bertahun-tahun ini, jika aku bahkan tidak tahu apa makanan favorite mu. Kalau begitu tunggu sebentar aku akan segera kembali, sekaligus membawa pesanan mu. Duduk lah di tempat biasa, agar aku tidak sulit mencarimu." Katanya sebelum meninggalkan ku.

   Setelah mendengar kata-katanya, aku pun berjalan menuju tempat favorite ku, tempat itu tepat berada di ujung ruangan, dan menghadap keluar caffe. Tempat yang sangat menenangkan.

  Ah, iya. Aku belum memperkenalkan diriku. Namaku adalah Kim Jisoo, kalian bisa memanggilku jisoo, aku tinggal sendirian disini, di seoul. Orang tuaku? Entah lah, aku tidak tahu mereka ada dimana, sejak kecil aku hanya tinggal dengan nenek ku, dan dengan menyedihkannya nenek ku meninggal beberapa bulan lalu. 5 atau mungkin 6 bulan yang lalu. Aku tidak pernah menghitungnya, karena aku tau itu akan semakin membuatku sedih. Keluargaku yang lainnya? Aku tidak mengenal siapapun selain nenekku yang sudah tiada. Tidak ada adik atau kakak. Tidak ada sepupu atau keponakan. Tidak ada. Tidak ada siapapun.

   Tunggu, aku punya. Ada satu. Dia selalu mendengarkan semua curhatku, entah itu berisi kesedihan atau kebahagiaan. Dia itu adalah orang yang menyapaku tadi, sahabatku sekaligus pemilik caffe ini. Jung Jae-won. Di umurnya yang baru menginjak 24 tahun, aku merasa dia sudah sangat berhasil di kehidupannya. Bisa membangun caffe miliknya sendiri, mengelolanya, hingga sekarang bisa menjadi salah satu caffe yang paling terkenal di daerah ini. Hmm, ya, walaupun terkadang aku berfikir bahwa itu semua bisa ia dapatkan karena pengaruh besar orang tuanya di korea selatan ini.

   Lee jae-won, terlahir sebagai anak tunggal dari keluarga kaya raya di seoul ini, ayahnya adalah pemilik perusahaan tekstil terbesar di negara ini, bahkan beliau pun sudah mengeskpor hasil-hasil perusahaannya hampir ke seluruh dunia. Dan tentu saja sebagai penyeimbang usaha dari sang suami, istrinya alias ibu dari jae-won, bekerja sebagai desainer baju terkenal, sekaligus model busana yang sangat terkenal pada zamannya, dan bahkan sampai sekarang. Ya walaupun sekarang ibunya lebih memfokuskan diri sebagai desainer, tapi tetap saja, terkadang beliau masih sering tampil di berbagai acara fashion.

   Ya, keluarga yang sangat luar biasa. Keluarga yang bisa membuat semua orang iri ketika melihat mereka. Termasuk aku.

"Ini pesanan mu." Kata jae-won mengagetkanku.
"Astaga, tidak bisakah kau datang dengan tidak mengagetkanku?" tanya ku.
"Memangnya apa yang kulakukan? Aku hanya menghantarkan pesanan mu." katanya binggung.
"Hah, iya. Kau benar oppa ini bukan salahmu." Jawabku.

   Jae-won pun meletakkan pesanan ku di atas meja, dan duduk di kursi yang terletak tepat di sebelahku.

"Ada apa?" tanyanya dengan nada yang sangat lembut
"Bukan apa-apa, oppa. Aku hanya sedikit lelah." jawabku
"Ingatlah, kau bisa menceritakan masalah mu kepadaku."
"Ya, aku tahu. Tapi sungguh, tidak ada apa-apa, aku hanya benar-benar lelah dengan rutinitas ku. Aku hanya terus menjalani kegiatan yang sama setiap hari dan di waktu yang sama." jawabku dengan nada yang sangat lemah
"Aku sudah sering mengatakannya padamu, keluar lah dari agensi mu itu, mereka menyianyiakan bakat mu. Mereka terus mendebutkan penyanyi baru yang bahkan suaranya lebih buruk dari pada keledai. Jika kau sangat ingin menjadi seorang penyanyi aku bisa meminta ibuku untuk mencarikan agensi yang bagus untukmu, dan kau bisa segera debut. Atau jika perlu, ibuku bisa membuat sebuah agensi sendiri, dan kau akan menjadi artis pertamanya, tanpa masa training lagi." katanya marah
"Hey, apa itu? Aku juga sudah berulang kali mengatakan padamu, bahwa aku tidak membutuhkan semua itu. Aku senang kau memiliki niat untuk membantuku, tapi aku tidak perlu itu. Aku akan bersinar dengan kemampuan ku sendiri."
"Ya, seperti biasa. Kau terus berkutat dengan motto bodoh mu itu."

Remember MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang