Part 2

170 15 0
                                    

   Ini sudah hampir tengah malam, ketika aku baru saja selesai menonton acara musik itu. Aku berjalan menuju kamar ku, tapi terhenti di tengah jalan ketika aku mendengar suara perut ku yang keroncongan.

   Ah, aku kelaparan lagi.

   Aku memutar haluan ku, yang tadinya menuju ke kamar, sekarang malah menuju dapur. Sebenarnya aku tidak tahu, apakah masih ada bahan makanan yang layak di makan di dapur ku, karena semenjak nenek meninggal, aku tidak pernah sekalipun menginjakkan kaki ke dapur untuk memasak.

   Memasak adalah kegiatan yang sering ku lakukan dengan nenek. Jadi kalian pasti tahu kenapa aku tidak pernah memasak lagi. Ya, tentu saja. Itu mengingatkan ku pada nenek ku dan itu membuat ku sedih.

   Aku berdiri di depan kulkas saat ini, berharap setidaknya ada satu saja bahan makanan yang bisa ku makan. Tapi nyatanya. Setelah aku membuka kulkas, bukanlah bahan makanan yang ku temukan tapi kulkas yang hampir kosong, dan hanya berisikan botol air minum.

   Aku tidak ingat kapan aku membersihkan segala yang ada di kulkas ini, seingat ku aku masih memiliki beberapa buah-buahan. Apakah secara tidak sadar ketika aku tidur aku membuang semuanya? Ya sudahlah, mau tidak mau aku harus menahan lapar ku sampai besok pagi. Karena saat ini, aku sudah sangat lelah untuk pergi keluar membeli makanan.

***

   Tidak tahan lagi. Aku sangat lapar. Kali ini aku harus memendam rasa lelah, demi menenangkan perutku ini.
Aku pun segera beranjak dari tempat tidur, mengambil ponsel dan dompet lalu berjalan menuju pintu rumahku, dan tentu saja aku tidak lupa menggunakan jaket panjang yang sangat tebal, karena aku yakin cuaca malam ini pastilah sangat dingin.
Ada sebuah minimarket 24 jam yang terletak 4 blok dari apartemen ku. Jika tidak sedang lapar sekali seperti ini, pasti aku akan menunggu sampai besok agar bisa mendapat sarapan gratis di caffe Jae-won. Wajar saja, tinggal sendirian seperti ini, dan tidak mendapat pemasukan, kecuali jika aku membantu di caffe Jae-won pada akhir pekan, membuat ku sangat menghargai uang yang keluar dari dompet ku.

   Sebenarnya pada dasarnya, aku bukan lah sepenuhnya miskin. Seperti yang ku beritahu pada awal cerita. Aku tidak tahu dimana ayah dan ibuku, mereka menyerahkan ku kepada nenek ketika aku masih sangat kecil. Jika aku menceritakan hanya sampai disitu, pasti mereka terdengar seperti orang tua yang tega menelantarkan anaknya kan.

   Tapi, sebenarnya bukan begitu. Mereka hanya tidak mau mengurusku, tapi segala keperluan ku, sekolah ku, dan hal lainnya. Mereka mengurusnya dengan baik, tentu saja dengan uang. Masing-masing dari mereka selalu mengirim ku uang setiap bulannya, di waktu yang hampir bersamaan, bahkan terkadang diakhir bulan mereka mengirimkan ku uang tambahan. Mungkin mereka takut aku kekurangan uang atau apalah.
Sejujurnya aku sedikit senang setiap kali aku melihat pemberitahuan adanya uang masuk ke rekening ku. Ini bukan karena aku mata duitan atau apa. Selama aku hidup, aku dan nenek selalu berusaha untuk tidak menggunakan uang mereka, kami berusaha sekuat tenaga mengumpulkan uang sendiri, nenek bekerja menjadi seorang koki di sebuah rumah makan kecil di dekat apartemen kami, dan ketika aku mulai berumur 17 tahun, selain pergi ke sekolah di pagi hari, lalu pergi training mulai siang sampai sore hari, aku pun mulai membantu nenek dengan bekerja sambilan, menjaga sebuah minimarket, dan terkadang di akhir pekan aku mencari uang tambahan dengan membantu Jae-won mengurus caffee nya. Begitulah, aku tidak perduli dengan uang mereka, tapi yang membuatku senang adalah karena aku merasa setidaknya mereka perduli dengan ku, walaupun mereka tidak pernah mau bertemu dengan ku sedetikpun.

   Ya, aku juga tahu. Aku ini sangat menyedihkan.

***

   Aku memeluk tubuh ku sendiri demi mendapat kehangatan yang setidaknya bisa membuatku tetap berjalan di udara yang terasa sangat menusuk. Ini memang sudah hampir tengah malam, tapi syukurnya jalanan masih lumayan ramai. Membuat ku tidak takut berjalan di kegelapan malam seperti ini.
Kalau diingat lagi, ini adalah kali pertama aku berjalan di malam hari sendirian. Aku selalu ingin mencoba keluar di malam hari, tapi nenek ku selalu melarang, dengan alasan takut sesuatu akan terjadi padaku jika aku sendirian, ditambah lagi ocehan jae-won yang terus membuat kepalaku pusing.

   Tanpa sadar aku sudah sampai di minimarket 24 jam ini, aku pun segera masuk ke dalam dan membeli semua kebutuhan ku. Aku terus memasukkan semua hal yang ku butuhkan ke dalam keranjang belanjaan ku, sampai akhirnya langkah ku terhenti di depan rak yang berisikan berbagai macam yoghurt. Aku berhenti bukan karena aku sangat menyukainya dan ingin membeli nya, tapi karena yoghurt ini mengingatkan ku pada seseorang, orang yang sangat ku sukai.

~~
"Ayo pilih, kau mau rasa apa?" Tanya seorang anak laki-laki padaku.
"Ah, tidak oppa, terimakasih. Aku tidak terlalu menyukai yoghurt." Jawab ku.
"Kau tidak menyukainya? Bagaimana bisa?? Yoghurt itu baik untuk kesehatanmu, lagi pula rasanya tidak seburuk itu." Dia terdiam sejenak, dengan pandangan yang tidak terlepas dari rak minimarket yang memajang varian yoghurt di atasnya. Lalu ia melanjutkan.
"Ini coba rasa strawberry ini. Aku sudah pernah mencobanya, dan rasanya tidak seasam yang kau pikirkan. Kau pasti suka. Jadi cobalah. Aku akan membelikannya untukmu, ibuku baru saja memberikanku uang jajan." Katanya sambil memberikan ku satu botol yoghurt pilihannya.
"Tapi oppa.."
"Ku mohon, dengarkan aku kali ini." katanya kepadaku.
~~

"Maaf, aku ingin mengambil yoghurt ini." kata seorang gadis yang berada di samping ku. Membuat ku seketika kembali tersadar.
"Ah iya, maafkan aku." kataku sembari berjalan mundur sedikit, memberinya ruang.

   Tanpa ku sadari air mata sudah menumpuk di depan mata ku, sudah tidak sabar untuk menetes. Aku langsung menundukkan kepalaku, tidak ingin gadis di depanku melihatnya. Kejadian itu sudah berlalu sangat lama. Sudah bertahun tahun yang lalu. Tapi aku terus mengingat nya, memori lama itu, membuat ku semakin merindukannya. Seperti baru terjadi kemarin.

   Aku kembali mengangkat kepalaku, ketika aku sudah benar-benar yakin bahwa gadis tadi sudah pergi, dan tanpa sengaja, mataku menatap minuman itu. Yoghurt kesukaannya, yang ia berikan untukku 13 tahun lalu.

"Yoghurt itu baik untuk kesehatanmu."

   Kata-katanya kembali terngiang di kepalaku. Membuat ku tanpa sadar sudah mengambil dan memasukkan yoghurt itu ke dalam keranjang belanjaan ku.

***

   Aku terbangun dengan suara merdu dari idol yang paling ku cintai, Jinyoung, yang ku pasang sebagai ringtone untuk alarm ku. Dia pernah merekam semacam 'morning call' untuk para fans nya di suatu acara televisi beberapa waktu lalu, aku merekamnya, lalu memasangnya sebagai ringtone alarm ku. Dan jadilah seperti ini, setiap pagi aku merasa jadi lebih bersemangat di banding hari sebelumnya, karena aku merasa seperti dia membangunkan ku secara nyata. Ya, memang terdengar aneh. Aku tahu.

   Ponsel ku berbunyi menandakan ada seseorang yang menelfon, memotong suara alarm yang masih kudengar dengan penuh penghayatan. Dengan sangat bermalas-malasan aku menggerakkan badanku ke ujung tempat tidur, agar bisa meraih ponsel ku yang ku letakkan tepat di atas meja yang terletak di samping tempat tidurku.
Aku melihat layar ponsel ku dan disitu tertulis. Jae-won oppa. Aku mengerutkan dahi ku, merasa bingung kenapa dia menelfon ku di pagi hari seperti ini. Aku pun langsung menjawab telfon itu, di karenakan rasa penasaran yang menghantui ku.

"Hallo? Oppa?? Ada apa?" Tanya ku.
"Hallo, Jisoo, apa kau sudah bangun?"
"Sudah, aku baru saja bangun. Sekarang jawab pertanyaan ku, ada apa kau menelfon ku di pagi hari seperti ini?" Tanya ku dengan nada yang dipenuhi rasa penasaran.
"Tidak ada apa-apa. Ibuku menyuruh untuk menelfon mu. Dia ingin mengajakmu sarapan bersama. Dia bilang dia mengawatirkan mu, jadi bagaimana apa kau mau?" Tanya nya.
"Benarkah? Tentu saja aku mau, bagaimana bisa aku menolak ajakan ibumu?" Kataku dengan sangat senang.
"Kalau begitu aku akan memberitahu nya, kau bersiap-siap lah, aku akan menjemputmu, aku tidak mau kau kelelahan berjalan ke rumah ku." katanya dengan penuh rasa perhatian.
"Terima kasih oppa, kalau begitu jemput aku 15 menit lagi. Bagaimana?"
"Ya tidak masalah, aku akan menjemputmu 15 menit lagi. kalau begitu sampai nanti jisoo."
"Sampai nanti oppa." Kata ku, lalu mematikan telfonnya.

°°°

Remember MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang