Part 42

41 3 2
                                    

   Takut.

   Aku takut. 

   Dia sudah pergi, tapi aku tetap merasa takut. Sangat takut. 

   Ketika dia mencoba mendekatiku, aku  berteriak dengan sangat kencang. Untungnya ada beberapa orang yang berada di depan apartemen ku sehingga mereka dapat mendengarnya. Tapi yang tetap membuatku tidak nyaman adalah orang itu berhasil melarikan diri sebelum tetangga ku datang.

   Bagaimana jika dia datang lagi dan melakukan hal yang lebih dari sekedar menyentuh tangan ku. Bagaimana jika dia melakukan hal yang sangat buruk, yang bahkan aku sendiri pun tidak  bisa membayangkannya. 

   Air mata terus mengalir dari kedua mataku, tubuhku yang saat ini diselimuti oleh selimut tebal terus bergetar, menandakan betapa terkejutnya aku atas kejadian yang terjadi beberapa saat lalu.

"Tidak apa nak, tenanglah dia sudah pergi." kata seorang ibu yang tinggal disamping rumahku

   Dulu ketika aku masih tinggal disini bersama nenek, ibu ini bisa dibilang ikut mengambil andil dalam pertumbuhan ku. Dia adalah salah satu orang yang tahu mengenai hidupku sebelum aku terkenal seperti sekarang. Walaupun secara pribadi aku berfikir bahwa aku tidak terlalu dekat dengannya, tapi dulu ketika nenek ku masih hidup dan dia harus berpegian ke suatu tempat, ibu ini adalah orang yang akan menjaga ku sampai nenek pulang.

"Ini minumlah dulu teh nya, dia sudah pergi, kau sudah aman." katanya lagi sembari memberikan segelas teh hangat kepadaku

"T-te-terimakasih." kataku terbata-bata

"Ya, minumlah." katanya lembut sembari mengelus punggungku

"Aku sudah menghubungi Jaewon dan menceritakan keadaannya secara singkat padanya, dia bilang dia akan segera datang, jadi kau tidak perlu takut lagi Jisoo." sambungnya

   Aku hanya menganggukkan kepala ku, dengan tangan yang menggenggam erat segelas teh hangat yang terus bergetar dikarenakan tanganku yang tidak mau mendengarkan perintahku.

"Jisoo! Jisoo?!" terdengar suara seorang pria yang sudah kuanggap sebagai saudara laki-lakiku, Jaewon

   Aku menggerakkan kepalaku kearah datangnya suara, tapi tidak mengatakan apapun, karena aku tahu jika pun aku membuka mulutku untuk berbicara yang keluar hanyalah kalimat yang tidak jelas.

"Jisoo? Apa kau baik-baik saja? Kau terluka? Apa orang itu melukaimu?" tanya Jaewon yang saat ini berlutut di depanku

"Jaewon, tenanglah nak, Jisoo tidak apa-apa. Dia hanya terkejut." 

"Benarkah Jisoo?" tanya Jaewon lagi padaku

"Y-ya." jawabku singkat

   Jaewon memelukku dan membisikkan kata-kata penenang bahwa semuanya akan baik-baik saja, membuatku sedikit merasa lebih baik. Kami tetap dalam posisi itu sampai beberapa saat, sampai akhirnya dia melepaskan pelukannya dan berbicara.

"Terimakasih karena telah menemani Jisoo sampai aku datang." Katanya pada tetanggaku

"Apa yang kau katakan, kenapa kau berterimakasih padaku? Aku tidak memiliki anak dan aku telah mengenal Jisoo sejak dia masih kecil, jadi tentunya aku sudah menyayanginya seperti anakku sendiri. Aku juga menyesali keadaan ini, seandainya aku datang lebih cepat pasti kami bisa menangkap orang itu."

"Tidak apa. Aku sudah sangat berterimakasih karena kau langsung datang ketika Jisoo berteriak, setidaknya tidak terjadi hal yang lebih buruk dari ini." kata Jaewon sembari mengelus kepalaku

"Karena kau sudah ada disini, ku rasa aku akan kembali ke rumah ku, ada hal yang harus ku kerjakan, ku harap kalian tidak keberatan."

"Tidak. Tentu saja tidak, terimakasih banyak." kataku menyampaikan rasa syukur ku pada tetangga ku ini

Remember MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang