Dua Puluh Satu

19 1 0
                                    

Shelyf menepikan dirinya untuk menghindari sebuah motor yang dikendarai oleh Ibu-ibu dan hampir saja menabraknya. Belum genap 2 menit yang lalu, sebuah motor yang tak memiliki Spion dan lampu sein hampir menghantam dirinya. Ibu-ibu yang mengendarainya pun bahkan tak meminta maaf kepada Shelyf tentang apa yang telah dilakukannya. Dia malah memarahi Shelyf dan mengatakan bahwa gadis itu ceroboh berjalan. Beberapa orang disekitar mereka tampak tak percaya dan menatap heran Ibu-ibu itu. Tak sedikit juga yang menegur bahwa Ibu-ibu itulah yang salah, yang langsung dibalas oleh Ibu itu dengan omelan super panjangnya.

" Gimana sih Neng? Kalau jalan liat-liat atuh jangan sembarangan, emang ini jalan milik nenek moyang situ" teriaknya dengan logat sundanya yang khas. Shelyf hanya meminta maaf dan menganggukkan kepalanya pelan kemudian berlalu. Dia merasa tidak nyaman ketika menjadi bahan perhatian dari orang-orang sekitarnya.

Dari balik jendela Flower's Bakery ada seseorang yang duduk diatas kursi roda dengan raut datarnya sedang mengamati gerak-gerik gadis itu dengan seksama. Sesekali senyuman lucu itu tergaris diwajahnya yang teduh. Ada rona bahagia muncul melihat kedatangan gadis itu, sebuah bahagia yang mungkin tak pernah ia sangka hadirnya hanya dengan melihat seorang gadis asing mengerucutkan bibirnya dengan sebal sepanjang jalan. Senyum lucu itu bahkan tak berhenti sampai Shelyf duduk didepannya dengan gerutuan pelan yang terdengar bagai alunan komedi di telinga Nevan. Dia membenci momen 5 menit saat dirinya hampir ditabrak oleh Ibu-ibu juga saat dirinya dimarahi dan diteriaki dengan logat Sunda-nya yang kental. Dia membenci keramaian, terutama keramaian yang berpusat padanya.

" Cepet banget sih datangnya, kayaknya udah satu jam gue duduk disini " hal itu bukanlah pujian tulus dari Nevan, tapi sebuah sindiran yang diarahkan kepadanya. Shelyf benar-benar membenci hari ini. Seharusnya ia sampai disini setengah jam yang lalu, tapi karena Bus yang ia tumpangi mogok secara mendadak hal itu membuat dirinya mau tidak mau naik Angkot yang isinya manusia-manusia tanpa dosa yang mengangkat wajahnya dan membicarakan perihal aib orang lain. Belum lagi kendala angkot yang tiba-tiba kehabisan bahan bakar yang membuatnya menunggu hampir sepuluh menit didalam angkot yang penuh dengan kesesakan penumpang.

" Lo tuh, seharusnya tanya kenapa gue datangnya telat...bukan malah nyindir kayak gitu" penjelasan dari Shelyf itu membuat Nevan makin melebarkan senyumnya. Dia suka melihat gadis itu menggerutu sebal, entah kenapa.

Anisa datang untuk mencatat pesanan, Shelyf hanya membutuhkan Cappuccino Ice dan Nevan memesan Green Tea dikala mendung pagi ini semakin kelam. Langit yang biasanya menampilkan jajaran awan yang biru dengan kelopak-kelopak awan putih yang kadang menghiasinya, kini tampak sedikit sendu dengan kelabunya yang menuai resah dari beberapa orang dibalik jendela. Polusi diluar sana tak lagi sama meresahkannya dibandingkan mendung yang semakin menggelap. Butir-butir awan kian menghitam dengan sendirinya. Shelyf melihat kalender di Ponselnya, Bulan Oktober sudah tentu bahwa dibulan ini hujan akan turun mengguyur bumi untuk beberapa saat. Shelyf benci hujan, karena dia benci dingin. Dia benci ketika butiran itu menciptakan rintik dan membawa rasa dingin yang menusuk kulitnya. Orang-orang bilang saat ini sedang musim Pancaroba, artinya Kemarau dan Hujan akan berada dalam satu bulan yang sama, pada satu waktu bisa begitu panas pada satu waktu juga bisa menjadi begitu dingin. Tapi sepertinya hal itu terjadi kemarin hari karena setelah ini mungkin hujan yang deras akan mendominasi bumi bagian dirinya berpijak.

Tangan Shelyf dengan cekatan mengeluarkan beberapa kertas HVS, pensil tulis serta pensil warna yang ia letakkan diatas meja dan hampir memakan seisi meja berbentuk lingkaran ini.

" Ini..." Shelyf meletakkan sebuah kertas HVS dan pensil persis didepan Nevan duduk. Nevan memandang datar kertas putih bersih yang belum tergores apapun disana.

" Jadi? " Nevan mengangkat sebelah alisnya seolah bertanya.

" Lo yang gambar, yang bagus ya...supaya gue gak remid "

It's Better If You Don't UnderstandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang