Sebelas

23 3 0
                                    


Kring-Kring-Kring

Bunyi itu menjadi tanda tentang datangnya jam istirahat. Beberapa Siswa dengan antusiasnya menutup buku, sementara para Siswi saling bergumam bersyukur karena berkhirnya pelajaran Matematika. Bukan hal baru nyatanya di Sekolah-sekolah, jika sebagian besar muridnya lebih banyak membenci matematika daripada menyukainya. Bukan tanpa alasan, Matematika adalah pelajaran yang memerlukan tingkat ketelitian tinggi untuk mengerjakannya.

Memang tak mudah memahami susunan angka yang selalu membuat otak berpikir lebih keras. Bagi Shelyf sendiri, apa istimewanya petualangan mencari X dan Y, kemudian menentukan titik pada grafik. Atau tidak, yang paling identik dengan pelajaran satu ini adalah koma atau desimal. Entah mengapa bagi Shelyf desimal adalah sesuatu yang paling ia benci dalam Matematika. Dari mulai dirinya berada di bangku SMP, pencarian X dan Y dalam materi apapun selalu akrab dengan kesehariannya dan tentu saja dia membenci hal itu. Belum lagi fakta bahwa kebanyakan Guru Matematika itu memiliki pribadi yang agak galak, walau tak semuanya tapi rata-rata dari mereka memang berkepribadian tegas. Mungkin kedisiplinan dalam menganalisis angka dan menghapalkan rumus membentuk pribadinya yang tegas.

Beberapa siswa dan siswi sudah berada diluar kelas sesaat setelah sang Guru mengucapkan salam penutup. Sekarang didalam kelas yang biasanya dihuni 36 murid dan akrab dengan suara bising itu telah terganti dengan hening sepi. Hanya Shelyf yang terduduk sambil menyimak kembali buku tebal karya Pramoedya Ananta Toer berjudul Bumi Manusia tersebut. Terlalu fokus pada kalimat memikat diatas kertas putih tersebut membuatnya tak sadar bahwa didepannya kini telah ada Valencia yang berdiri dan menatapnya tajam. Seketika itu mata Shelyf membulat dan saat ia menatap sekitar, Shelyf makin tercengang.

Pintu kelas dan gorden ditutup, semuanya kini tampak sedikit lebih gelap dari biasanya. Shelyf hanya terdiam dan mematung. Dingin itu menggelayuti setiap inci bulu kuduknya yang meremang. Tatapan mata Valencia itu membuat Shelyf sedikit was-was. Bukan takut, tapi dia hanya khawatir tentang nasibnya setelah ini. Valencia adalah wanita tanpa ampun yang bisa melakukan banyak hal gila diluar nalarnya. Di dunia ini yang paling Shelyf benci adalah bertemu pandang dengan Valencia dan melihat Sheryl atau Amelia menangis. Valencia hanya sendirian, sementara beberapa algojonya menunggu diluar. Berjaga-jaga jika nanti ada Guru yang lewat dan bertanya.

Shelyf pikir setelah adanya surat kaleng dan teror mading tersebut maka pembullyan bodoh ini akan berakhir, tapi nyatanya tidak sama sekali. Wanita licik itu selalu menemukan jalan untuk membuatnya sengsara. Salah satunya dengan menutup semua akses bagi orang-orang untuk diam-diam mengabadikan momen menyebalkan ini. Pembullyan bodoh itu kini tak akan tercium oleh siapapun. Shelyf berharap ada seseorang yang kini benar-benar bisa membantunya. Berdua dalam kelas seluas ini selama beberapa menit membuat waktu seakan sengaja berjalan lebih lambat dari biasanya. 5 menit terasa mencekam dan lebih lama dari 5 jam yang biasanya Shelyf lalui. Dan saat sendirian seperti ini, dia hanya bisa mengandalkan Tuhan dalam urusannya. Manusia disini seolah telah mati oleh ancaman Valencia.

Valencia terdiam kemudian gadis yang rambutnya di gerai itu menampakkan senyum miring dengan menyebalkan. "Kenapa diam? " Pertanyaan bernada sindiran itu seketika menghunus dada Shelyf dengan kejam. Nadanya sedikit membentak dan ada unsur menantang di dalamnya. Shelyf masih terdiam dan enggan menatap Valencia walau sesaat. Dia memilih membuang muka untuk menghindari kontak mata dengannya. Tuhan pasti membantunya, itu yang ia yakini acap kali menghadapi Valencia.
" Punya mulut nggak? Gue tanya sama lo?" Valencia mendorong dengan kasar bahu Shelyf hingga membuat gadis itu hampir terjatuh kebelakang.

Shelyf menggigit bibir dalam bagian bawahnya untuk menetralisir rasa ingin menangis itu, rasanya seperti sesak dalam dadanya sedang menghimpit nafasnya. Semalam ia mengalami Insomnia, belum lagi tentang Amelia, Sheryl dan juga Aris dengan selingkuhannya. Tadi malam dia juga harus berjalan lama hingga membuat telapak kakinya merasakan nyeri dan siang ini Shelyf harus menghadapai Valencia. Cobaan itu rasanya makin menggila, semakin diberi sabar semakin banyak menghantam. Belum genap seminggu, kesakitan itu meninggalkan luka hebat di hatinya.

It's Better If You Don't UnderstandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang