Lima Belas

19 2 0
                                    

Shelyf masih saja gugup sejak kejadian dua jam lalu, padahal Nevan sudah tak berada disini dan hari sudah malam. Semuanya sudah bersiap-siap untuk pulang dengan membereskan dapur dan kafe. Shelyf telah menyelesaikan tugasnya untuk mengelap kaca dan meja serta dia juga sudah mengepel lantai Flower's Bakery. Dia kini menghabiskan waktu luangnya dengan melihat WhatsApp-nya. Rachel sudah mengirimkan banyak pesan berantai tentang keluhan tugas Sastra Inggris yang sangat melelahkan matanya. Dia membenci analisis novel tua yang susunan kata-katanya terlalu banyak menggunakan kiasan. Dan beberapa chat dari grup kelas-nya masuk secara beruntun saat dia menghidupkan data seluler milik ponselnya. Dia hanya membaca pesan tak penting itu kemudian beralih untuk memandang tas-nya dan teringat akan sesuatu. Dia membuka tas itu dan tak menemukan sesuatu yang ia cari sedari tadi, padahal ia yakin bahwa sepucuk surat itu ia letakkan di satu bagian kantong tas-nya.

" Mana ya? " Shelyf dengan gusar mencari dimana surat itu berada, memang bukan hal yang sangat penting tapi dalam surat itu ada petunjuk tentang seseorang yang telah membantunya dan mengasihinya setiap pagi. Dan dalam surat itu terdapat petunjuk tentang siapa pengirimnya.

" Nyari apa? " Suara berat itu langsung membuat Shelyf menoleh dan mendapati pria itu kini duduk disampingnya. Pria itu bertubuh tinggi dengan kakinya yang panjang serta rambutnya yang sedikit gondrong tapi tetap klimis, hampir saja ia mengira bahwa pria itu Dika karena sama-sama berambut sedikit gondrong dan ikal. Kumis tipis diatas bibirnya juga mulai tumbuh dengan liar. Shelyf tak tahu siapa dia, dia hanya melihat fotonya di Grup WhatsApp tapi itu hanya sekilas, Shelyf tak tahu namanya karena pria itu tak memberikan nama pada WhatsApp miliknya dan juga tak seramai Dika dan Bobby yang selalu membicarakan hal tak jelas.

" Nggak ada...."

" Lo Shelyf kan? "

" Iya...."

" Salam kenal " pria itu mengulurkan tangannya dan Shelyf segera menjabatnya sebagai tanda perkenalan antara dua orang yang sebelumnya tak saling kenal tersebut. " Gue Joseph, biasanya anak-anak manggil gue Jo "

" Shelyf Amelia Andhara, panggil aja Shelyf" ucap Shelyf dengan ramah.

Pria itu kemudian tersenyum menatap gadis manis didepannya ini.

" Gue boleh panggil lo Dora aja? " Tanya Jo secara tiba-tiba. Shelyf hanya mengernyitkan alisnya dan kemudian mengedikkan bahunya dengan acuh.

" Terserah sih, tapi ya kalau gue masih punya nama panggil aja Shelyf " jawabnya sembari menatap pria didepannya ini.
" Lagian kenapa lo manggil gue Dora? "
Tanya Shelyf penasaran.

" Rambut lo "

" Rambut gue? Kenapa? " Shelyf menyentuh rambutnya dengan ujung jemarinya, mencoba menemukan sesuatu yang aneh dikepalanya.

" Kayak Dora " jawab pria itu kemudian tertawa lebar.

" Nggak lah, Dora kan rambutnya dibawah telinga.... sementara rambut gue lebih panjang dari itu " Sangkal Shelyf sambil menunjukkan bahwa rambutnya itu tak sama dengan salah satu Tokoh kartun legendaris saat dia kecil dulu. Jo makin tertawa lebar mendengarkan sangkalan dari Shelyf.

Menunggu setengah jam lebih dengan membicarakan banyak hal tak penting dengan Jo merupakan hal yang sedikit asing baginya. Shelyf bukanlah tipikal gadis yang suka menghabiskan waktunya untuk membicarakan sesuatu yang tak punya makna berarti baginya. Tapi dengan Jo, dia bisa mengatakan banyak hal tak penting begitu lama dan seakan sesuatu tak penting itu menarik baginya. Pembawaan Jo yang selalu apa adanya dan kata-kata yang selalu keluar dari mulut Jo selalu bisa membuat Shelyf ingin berbicara banyak hal dengan pria itu.

Apa yang mereka bicarakan hanya seputar rasa penasarannya tentang Dora yang rambutnya tak panjang-panjang dan selalu sebatas itu saja atau tentang Upin-Ipin yang tak juga naik ke tingkat SD padahal kartun itu sudah ada sejak lama. Mereka juga penasaran kenapa Tuan Krab dalam serial kartun Spongebob mempunyai mata yang sama panjangnya dengan kakinya. Semua itu mereka bahas hingga tanpa sadar, jam untuk bekerja habis. Mereka segera pulang ke rumah masing-masing. Termasuk Shelyf yang masih menunggu Angkutan umum diseberang jalan.

It's Better If You Don't UnderstandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang