" Ya Tuhan...Kokoh sampek lupa sama Shelyf, abisnya sekarang udah gede" Koh Liem meletakkan kemoceng dan buku digenggamannya lalu menghampiri Shelyf untuk lamat-lamat menatap gadis itu. Pria berbaju putih polos dan bercelana hitam itu tampak masih tegap saat usianya terbilang senja.
" Koh sekarang juga udah 56 umurnya jadi tambah pikun, ukuran kacamatanya juga nambah gara-gara rabun jadi gak kenal sama Shelyf" ucapan itu membuat Shelyf mengamati tubuh tua Koh Liem yang tambah kurus, bahkan rambutnya yang sebagian telah putih juga mulai rontok. Dulu, tepatnya tiga tahun lalu beliau masih tampak segar dengan rambut hitamnya yang agak gondrong dan tubuhnya yang gempal serta celotehannya yang bernada oriental. Dan saat terakhir kali mereka bertemu saat perayaan Imlek, tubuh pria itu juga masih sama seperti pertama kali Shelyf bertemu. Tapi kini waktu merubah segalanya, Koh Liem makin hari makin terliaht tua dan seperti katanya, Koh Liem selalu menikmati hari tua bersama orang-orang yang ia sayangi. Karena sejatinya, kenyataan hidup terindah dalam hidup kita adalah bisa menua bersama dengan orang-orang yang disayangi. Menikmati teh tanpa gula dan mengumpat karena banyak hal yang membuat kita menjadi lebih mudah lupa akan sesuatu. Koh Liem selalu bahagia bisa menikmati senyum dari gigi-gigi yang hampir habis orang yang ia sayangi. Lalu impiannya hanya untuk saling menceritakan dan merindukan masa muda yang penuh dengan warna-warni pesona hidupnya setiap pagi bersama istrinya. Cita-cita itu juga merupakan cita-cita Shelyf kelak. Karena tumbuh menua bersama orang yang kita sayangi adalah berkat terbaik dari panjang umurnya sebenarnya. Beribadah dan tersenyum bersama saat rabun telah memakan penglihatan mereka adalah hal yang indah." Dulu kamu kesini rambutnya masih panjang banget udah lurus hitam lagi, dikuncir kuda sama di kepang mana poninya apik disawang pisan, sekarang udah gede, ganti gaya rambutnya jadi sebahu tapi tetep cantik, tambah kelihatan dewasa" tuturnya sambil mengingat-ingat saat pertama kali gadis itu kemari, dengan seragam SMP-nya waktu itu. Koh Liem sudah dapat membaca apa yang gadis itu pendam dari sorot matanya. Di mata Koh Liem waktu itu, Shelyf adalah tipikal gadis pemberani.
Mereka duduk di kursi didepan Kios yang biasanya digunakan untuk Pengunjung membaca buku, satu fakta lagi tentang Kios ini adalah selain berfungsi sebagai Toko Buku yang menjual buku lebih murah dari Gramedia, Kios ini juga menjadi perpustakaan umum bagi siapa saja yang ingin singgah, terutama anak-anak kecil warga sekitar. Koh Liem juga aktif mengadakan les gratis saat akan menjelang ujian semester. Selain itu, siapapun bisa datang kemari untuk belajar. Koh Liem menerima semua orang apapun latar belakangnya.
" Gak pernah kesini kamu Shelyf...sibuk banget ya sama Sekolahnya? " Koh Liem mulai mengawali pembicaraan. Nevan yang berada diatas kursi roda itu hanya terpaku mengetahui ternyata Koh Liem telah begitu akrab dengan Shelyf. Mungkin memang benar tentang petuah bahwa dunia itu begitu sempit untuk mereka yang ditakdirkan bertemu, dan sangat luas untuk mereka yang memang ditakdirkan tidak berada dalam satu garis takdir yang sama.
" Iya Koh.... Udah kelas XI "
" Bentar lagi kuliah dimana kamu? kan sekolahnya tinggal bentar, toh " tanyanya kembali dengan nada khas oriental-nya.
" Nggak tahu " Shelyf menggeleng pelan tanda bahwa ia belum menemukan jurusan yang pas atau belum berfikir tentang masa depannya. " Belum ada kepikiran sama sekali sih, Koh "
" Seharusnya pas mau masuk SMA dan milih jurusan, kamu harus sekalian mikirin jurusan buat kuliah. Yang pasti sesuai apa yang kamu mau supaya nanti gak nyesel di akhir " tatapan Koh Liem kemudian beralih ke Nevan yang sedari tadi menyimak saja pembicaraan dua orang di sampingnya ini.
" Kalau Nevan, walau kaki kamu belum bisa jalan tapi jangan sampai hilang cita-citanya. Harus tetap kuat dan semangat"
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Better If You Don't Understand
Roman pour AdolescentsShelyf, gadis yang menjadi korban kekerasan fisik dari Ayah kandungnya sendiri itu harus menerima banyak pergejolakan batin. Shelyf menjadi lebih sengsara saat ia memasuki jenjang SMA dan mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan dari salah satu tem...