Shelyf menghela nafas berat, melukis mengapa menjadi se-menyusahkan ini baginya. Sedari tadi kuas itu telah berusaha baik-baik ia goreskan dengan hati-hati tapi gambaran yang tercipta selalu tak sesuai ekspektasinya. Ada saja bagian dari cat yang keluar melampaui batas garis yang seharusnya diberi warna.
" Van kok susah, sih?" Shelyf bertanya dengan raut sebalnya menahan amarah. Salah satu tangannya menopang dagunya dengan malas. Semuanya sepertinya tak berjalan dengan baik kali ini.
" Ya, kalau lo nikmati prosesnya hasil itu gak akan jadi yang paling utama" Nevan masih dengan tenang mengusapkan warna-warni itu diatas kain kanvas yang telah dibingkai. Salah satu hal yang membuat lukisan-lukisannya terlihat eksotis adalah karena dirinya tidak pernah memikirkan hasil akhir dari karyanya serta tidak pernah berekspektasi tinggi tentangnya. Semuanya berjalan seperti halnya air yang mengalir. Karena jika usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil, maka menikmati proses itu tidak akan melahirkan sesal di akhir. Hidupnya seolah tak pernah jauh dari gambar-gambar itu.
" Udah gue capek" Shelyf meletakkan kuas lukis itu sembarangan lalu memandang jarum jam yang telah menunjukkan pukul delapan malam. Ia melirik Bakery yang masih sedikit ramai dengan para pelanggan yang berlalu-lalang, kemudian matanya menelisik ke arah Jo yang tak henti-hentinya bergulat dengan kopi. Dia tadi hanya pamit beristirahat sebentar untuk menemani Nevan yang dengan setia menunggunya sejak lebih dari dua jam lalu. Shelyf hanya merasa tidak enak melihat Nevan sendirian duduk dipinggir jendela lama hanya untuk menungguinya selesai melakukan pekerjaannya.
" Van"
" Hmm"
" Lo pernah gak sih memiliki sesuatu yang benar-benar gak ingin hal itu hilang dari hidup lo, sampai-sampai lo ngemis banget sama Tuhan supaya gak ambil hal itu dari hidup lo" entah apa, atau inspirasi darimana tapi pertanyaan itu tiba-tiba datang dan menghampirinya. Ia hanya sedikit ingin tahu tentang Nevan yang begitu hebat dalam menyembunyikan apa-apa yang sedang ditahannya. Pada hakikatnya, semua orang itu punya sesuatu yang ingin ia pertahankan, sesuatu yang membuatnya seolah ingin melawan takdir untuk jangan sampai mengambilnya pergi dan membawanya jauh darinya, semua orang mempunyai hal itu dan nanti orang-orang itu akan hancur karena hal itu juga. Dalam hidup Shelyf, hanya Amelia dan Sheryl sesuatu yang paling ingin ia tahan agar takdir tak menghilangkannya dari garis takdirnya. Amelia dan Sheryl adalah sesuatu yang paling ia harapkan bahagianya bahkan diatas bahagianya sekalipun. Kadang, kita rela di injak-injak oleh takdir hanya agar seseorang yang kita sayangi mendapatkan sesuatu yang lebih layak dari kita. Kita juga kadang rela mengorbankan diri kita sendiri agar seseorang yang benar-benar kita sayang itu bahagia. Semacam kebodohan yang kita sebut dengan pengorbanan.
" Gak ada" setelah sekian lama diam dan berfikir, Nevan akhirnya menjawab dengan segaris kekecewaan yang jelas tergambar dimatanya, garis kekecewaan itu kemudian menuntun mulutnya agar mengutarakan apapun yang tersimpan di tempurung kepalanya. " Gue gak pernah takut kehilangan apapun lagi, karena hakikatnya apa yang kita suka itu semakin kita genggam maka akan terasa semakin cepat hilang. Gue gak mau over terhadap sesuatu agar nantinya gue gak terlalu over sedih kalau ternyata nanti sesuatu itu bakalan pergi" dia melanjutkan kata-katanya sembari menatap keluar jendela dengan tiba-tiba.
" Kok bisa?" Shelyf mengernyit heran sembari wajahnya semakin lekat menatap Nevan yang malah memilih menatap pemandangan luar jendela yang dipenuhi dengan kelap-kelip lampu mobil yang berlalu lalang. Pembicaraan malam ini terasa lebih hidup karena topik mereka sangatlah menarik bagi keduanya. Shelyf yang biasanya menjadi seseorang yang garing dalam percakapan kini menjadi seseorang yang bisa menjadi pendengar dan pembicara yang baik sekaligus.
" Gue gak mau aja, gue pernah begitu cinta sama hidup gue yang sempurna. Gue bisa kemana aja, ngapain aja sampai mungkin Tuhan ngehukum gue karena sombong dengan mengambil kemampuan gue buat jalan. Baru waktu itu, gue sadar bahwa apapun yang kita milikin hari ini bisa diambil kapanpun karena Tuhan Maha Besar. Gue lumpuh, jadi disabilitas dan bagian tersedih dari itu semua adalah saat Dokter bilang gue cuma punya lima persen kemungkinan buat bisa jalan lagi. Mungkin bagian terburuknya bukan saat gue gak bisa jalan lagi tapi saat gue benar-benar ngerasa kehilangan dengan jati diri gue dan ngerasa mati saat jantung gue jelas-jelas masih berdetak" sorot mata lelah itu seolah dengan nyata hadir dari wajahnya, walau kini sebagian wajah Nevan berpaling darinya. Pria itu seolah menghindari bertemu tatap dengannya. Orang-orang yang dulu ia pikir baik-baik saja di luar ternyata masing-masing dari mereka baru saja beristirahat dengan perkelahian hebat melawan takdir yang menyedihkan. Nevan yang berusaha mati-matian melawan kesedihannya karena kehilangan kemampuan kakinya untuk berjalan, lalu Jo yang ternyata begitu brutal dihabisi oleh takdir lewat keegoisan orang-orang sekitarnya dan dengan buruknya ditampar kembali oleh kematian Jonathan, adiknya. Bukankah nasib mereka tak jauh lebih buruk dari Shelyf?. Saat ia membuka mata ia sadar bahwa ternyata Shelyf bukan satu-satunya orang yang menderita. Jika telinganya mau mendengarkan dengan lebih seksama dan mulutnya berhenti mengeluh mungkin ia akan tahu masih banyak orang-orang yang mengenakan topeng baik-baik saja namun jiwanya sedang berusaha sekuat tenaga mengalahkan rasa sedih yang merajalela. Inilah kehidupan yang banyak menyimpan misteri, dan inilah jiwa dengan penuh lebam-lebam yang banyak menampakkan sesuatu yang palsu.
![](https://img.wattpad.com/cover/169597425-288-k55038.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Better If You Don't Understand
Fiksi RemajaShelyf, gadis yang menjadi korban kekerasan fisik dari Ayah kandungnya sendiri itu harus menerima banyak pergejolakan batin. Shelyf menjadi lebih sengsara saat ia memasuki jenjang SMA dan mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan dari salah satu tem...