Tujuh

39 3 0
                                    

Shelyf menggulung rambutnya dengan pelan. Semalam ia hanya bisa tidur selama 2 jam, dan itu menyiksanya kini. Dia tak pernah tahu bahwa Insomnia akan seberat ini efeknya. Setiap malam ia hanya akan memikirkan hal-hal yang sama berulang kali tanpa ia tahu sebabnya, dan untuk malam-malam selanjutnya dia akan terus menjadi pemikir suatu hal yang sama. Tidak hanya fisiknya yang terasa sakit, tapi batinnya juga sama. Dia tak bisa berbohong bahwa hari ini dia sangat enggan untuk hidup. Banyak hal yang menyiksanya pagi ini, salah satunya adalah keluh kesah dari Sheryl yang mengatakan padanya tentang Aris. Gadis kecil itu masih berandai-andai tentang sosok Aris dalam kepribadian lain. Aris yang dalam mimpinya rela menjadi apapun untuknya, dan dalam dimensinya rela melakukan apapun hanya untuk membuatnya tersenyum. Sepertinya Sheryl masih begitu berharap tentang sosok yang seharusnya menjadi Pahlawan tersebut. Dan Shelyf pernah berada dalam posisi itu, saat dia benar-benar ingin Aris berada disampingnya untuk menemaninya mengerjakan PR, menemaninya makan, bermain Barbie dan bercerita saat menjelang tidur. Dan saat ini rasanya sangat konyol sekali, dia mengingat kepolosannya dulu. Aris tak pernah berubah dan tak akan melakukan hal bodoh itu. Jangankan menemani anak-anaknya bermain, hanya sekedar menatap muka anaknya saja dia enggan.

Awalnya Shelyf menggulung rambutnya namun ia urungkan. Shelyf sengaja mengurai surai hitamnya agar lebam dilehernya tak terlihat, dia tak ingin membuat siapapun bertanya-tanya tentang dari manakah asal luka-luka memar tersebut. Sweater bunga matahari dan jeans panjang itu benar-benar menutupi lebam-lebam kebiruan ditubuhnya. Dan tas punggung kecil yang berisi tentang selembar kertas dan kamera untuk mencatat dan mengabadikan tentang kegiatan wawancara nanti telah tersimpan dengan aman. Shelyf keluar dari kamarnya, dia tak berpamit pada siapapun. Biasanya bertemu Amelia pada pagi hari adalah siksaan batin baginya. Wanita itu akan sangat mengenaskan pada pagi hari, kantung mata hitam itu selalu mengganggu tatapannya dan senyum palsu yang selalu terpampang yant akan semakin membuatnya enggan untuk melakukan apapun. Amelia tak lagi menjadi Amelia yang ia kenal saat ia berusia 7 tahun. Amelia yang tetap tersenyum sekeras apapun Aris menghujaninya dengan pukulan dan makian. Cara waktu menghancurkan seseorang memang begitu sempurna, sifatnya berkala hingga seseorang itu hancur termakan waktu yang membawa kesakitan-kesakitan itu kembali.

Shelyf menuruni tangga karena dalam kurun waktu 10 menit lagi, Rachel berjanji akan datang menjemputnya. Langkahnya yang terbungkus sepatu kets putih bergaris maroon berusaha ia minimalisir suara hentakannya saat melewati tangga.

" Shelyf mau kemana? " Suara rapuh itu membuat Shelyf sepenuhnya menoleh menatap darimana suara itu berasal. Amelia berada di depan pintu kamarnya. Amelia pagi ini sama saja dengan Amelia pada pagi-pagi sebelumnya yang pada garis wajahnya penuh kehancuran.

" Mama...." Shelyf berjalan menyusuri tangga kembali untuk melihat Amelia lebih jelas. Semakin hari, wajah wanita itu semakin menyedihkan. Shelyf bahkan harus menguatkan batinnya untuk tak menangis saat tatapan mereka saling bertemu dan terkunci beberapa saat. Disekitar mata Amelia ada lebam kehitaman yang melingkar entah apa sebabnya.

" Shelyf mau kemana? " Ulang Amelia.
Kembali bertanya dengan bibir pucatnya.

" Shelyf mau keluar sebentar, Ma" pamitnya pelan. Dan dengan ketakutan yang harus ia kalahkan terlebih dahulu agar dia bisa bertanya.

" Mama kenapa? Mama kenapa kayak gini?"

Amelia menggeleng lalu tersenyum, kemudian jemarinya mengusap lembut pipi Shelyf seraya berkata.
" Mama baik-baik saja"

Tak banyak yang Shelyf ingin katakan pada wanita itu. Entahlah bibirnya selalu saja kaku secara mendadak saat berusaha mengutarakan apa yang ingin ia katakan. Diam adalah ungkapan bahwa banyak frasa yang ingin ia utarakan. Amelia dan lukanya adalah kelemahannya, sementara Sheryl dan air matanya adalah pisau paling tajam yang membunuhnya. Amelia adalah wanita yang paling Shelyf ingin jaga, tapi tangannya terlalu lemah untuk sekedar menahan setiap pukulan yang diterimanya. Amelia selalu mengatakan baik-baik saja, walau fisiknya lebih banyak menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Shelyf hidup dalam bayang-bayang kepura-puraan yang memaksanya untuk ikut berpura-pura dan akhirnya menjadi sangat ahli dalam menutupi segala hal. Shelyf sangat membenci kepura-puraan dan kini dirinya berada dalam posisi pura-pura, pura-pura bahagia dan baik-baik saja. Amelia terus menatap maniknya dalam seolah ingin menemukan bagian remuk darinya, mata Amelia hari ini tampak begitu lesu dengan kesakitan-kesakitan yang telah terjelaskan dari tatapannya. Mungkin dia adalah seseorang terkuat dalam hidup Shelyf, tapi dalam hidup segala sesuatu yang tampak putih ternyata selalu menyimpan hitam yang lebih pekat dari apapun. Begitupun Amelia, wanita paling kuat itu adalah pemilik dari jiwa yang paling rapuh. Tapi dari kepingannya yang rapuh itu, kekuatan terbesar dalam hidupnya terbangun. Jika diamati, hidup memang selalu membawa sesuatu yang lebih besar setelah kesedihan itu datang mengejar. Boleh saja air mata itu tumpah ruah sampai membentuk aliran sungai kesedihan hidup kita, tapi setelahnya akan ada kebahagiaan dari bagian-bagian yang tak ia sangka akan datang padanya. Itulah mengapa Tuhan hakikatnya jelas berbeda dengan manusia. Ibarat membungkus kado, manusia akan berusaha memperbaiki Covernya walaupun isi dalam kado bercover indah itu belum tentu istimewa dan menyenangkan. Sementara Tuhan, jika manusia itu diibaratkan kado, Dia begitu hebat menyusun sebuah kado yang memiliki cover selalu kurang menyenangkan kadang juga menjadi begitu menyakitkan. Tapi di dalam kado itu terdapat ribuan hal istimewa yang pastinya begitu mengejutkan dan dari balik ketidaksempurnaan suatu hal yang tercipta, ada takdir yang sempurna didalamnya. Dan disitulah letak perbedaan antara rencana Tuhan dan manusia. Manusia selalu menganggap sesuatu yang baik di luar itu selalu istimewa didalamnya. Manusia selalu menginginkan terlihat luar biasa baiknya dari luar tanpa tahu bahwa inti itu lebih penting dari kulitnya. Ibarat manusia, yang terpenting bagi manusia adalah jantungnya yang memegang kendali penuh kehidupannya. Secantik apapun rupa manusia, tapi jika jantungnya berhenti berdetak habis juga cantiknya itu, tapi yang seolah terpenting dalam hidup manusia itu rupa, tanpa tahu diatas rupa ada jantung yang letaknya jauh didalam dan jauh lebih penting. Tuhan selalu menciptakan cover yang selalu tak kita harapkan, tapi di dalam sesuatu hal yang tak menarik itu ada ribuan keistimewaan yang tersimpan di dalamnya. Tuhan tak pernah memperdulikan bagaimana cover itu terdesign. Tuhan menginginkan bagaimana hidup kita menyimpan pelajaran bagi orang lain. Apa yang Tuhan bawa dengan RencanaNYA adalah kepahitan diawal namun manis tanpa henti di akhir dengan ribuan pelajaran berharga yang ada. Dari hal itulah mengapa rencana-rencana yang baik-baik manusia susun itu selalu bertolak belakang dengan kenyataan yang Tuhan berikan. Manusia selalu menekankan bagaimana cover terlihat unggul tapi tak pernah memperhitungkan kehancuran-kehancuran apa yang terjadi didalamnya yang bahkan bisa membunuh dirinya sendiri. Tuhan selalu meninggalkan sesuatu yang manis dari setiap hal yang terjadi dalam hidup kita, karena semakin terjal jalan hidup yang kita lewati berarti Tuhan telah menciptakan kaki terkuat dan jiwa terhebat dalam diri kita. Maka berhentilah meributkan apa yang tampak oleh mata, dan coba lihatlah kedalam bagaimana Tuhan itu menciptakan kembang api didalam sana.

It's Better If You Don't UnderstandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang